Monday, October 31, 2016

[Review] CINTA PAKET HEMAT – Retni SB



Penerbit : Gramedia
Genre : Romance, Fiksi
Kategori : Adult, Metropop
Terbit : September 2013 (Cetakan Kedua)
Tebal : 280 hlm
ISBN : 978 – 979 – 22 – 9835 – 2
Harga : Rp. 50.000
Dunia Pipit berubah. Dia kehilangan kakak sekaligus kakak iparnya karena bencana Yogya. Pipit harus menerima takdir untuk menjadi orang tua dari keponakannya, Lio – anak dari kakaknya. Dan, Pipit juga harus berusaha berdamai dengan musuh adu mulutnya, Aries.
“...Berdamai. menganggap semua musibah ini sebagai berkah. Sebab hanya orangorang kuat saja yang diberi kepercayaan untuk menghadapi cobaan. Begitulah inti dari pemandangan menakjubkan yang aku lihat.” – Pipit – hlm. 133

Jujur, hidup Pipit memang jungkir balik, sebab terbesarnya karena Lio. Namun, Pipit ikhlas. Dia berusaha menjadi ibu yang baik untuk Lio. Tapi, kenapa begitu sulit? Keadaannya semakin sulit karena kehadiran Aries. Dia harus berdamai dengan musuh bebuyutannya demi Lio. Karena hanya Aries yang bisa mendampinginya menghadapi Lio.
Perlahan, perasaan benci itu berubah jadi sesuatu. Pipit semakin bingung dengan situasinya. Kehadiran Amy semakin menegaskan perasaan Pipit untuk Aries. Tapi, tidak mudah untuk mengakui rasa itu.
Bagaimana Pipit mengadapi segala problem di hidupnya? Dia wajib tetap tegar. Dia harus bisa. Tapi, Pipit hanya manusia biasa.

Cinta Paket Hemat, entah karya keberapa dari Retni SB yang aku baca. Sepertinya, karya mbak satu ini selalu bisa membangkitkan gairah membacaku lagi.
Beberapa hari ini aku seperti kehabisan bacaan, padahal di rak buku masih banyak buku yang masih dianggurin. Namun, rasanya seperti nggak yakin untuk membukanya, takut nggak pas. Untung, novel ini benar-benar renyah, punya konflik umum namun bisa dibawakan dengan sangat baik, alurnya pun cukup cepat dengan narasi dan pilihan diksi enak dicerna.
Waktu baca judulnya, aku pikir tokoh utamanya itu janda anak satu. Ternyata diluar dugaan. Pipit bukan janda, dia seorang tante yang harus menerima tanggung jawab membesarkan dan merawat keponakannya yang ditinggal orang tuanya pergi untuk selamanya karena gempa Yogyakarta.
Lio – keponakan Pipit ini bukan anak biasa, dia pengidap autisme infantil. Jadi, bisa dipahami kalau Pipit jadi kelabakan nggak karuan.
Pipit masih muda, banyak impian yang ingin dia capai. Cewek dengan karakter super ramai ini bisa berubah jadi nggak karu-karuan. Bahkan, keadaan batiniyahnya ini mempengaruhi dunia kerjanya, dunia persahabatannya, sampai dunia cintanya.
Pipit juga punya karakter labil, mudah menyimpulkan segala hal, dan suasana hati gampang berubah karena hal-hal kecil. Pipit sangat manusiawi. Dibanyaknya kelemahan yang dia punya, Pipit juga punya banyak nilai positif. Dia bisa ikhlas menerima tanggung jawab sebagai orang tua pengganti untuk keponakannya, itu salah satunya. Tidak semua orang bisa begini kan?
Di sini aku belajar bahwa keterpurukan yang tak bisa ditanggulangi itu bisa jadi boom atom yang menghancurkan semua, seperti yang terjadi pada Pipit.
Aries, cowok selengean yang lebih sering jadi musuh adu mulut Pipit malah menjadi patner terbaiknya untuk mengurus Lio. Cowok ini penggambarannya memang amburadul, namanya juga reporter. Tapi, sikap Aries beneran bikin suka. Aries yang tenang dan bisa menguasai keadaan benar-benar tipe suami idaman.
Mereka yang bukan pasangan dipaksa kompak seperti suami istri demi kepunakan mereka, Lio. Oh, iya. Aries ini adik dari kakak ipar Pipit. Jadi, Lio ini juga keponakan Aries, sama seperti posisi Pipit.
Sepertinya, Retni SB ini hobi traveling deh. Travelingnya nggak nanggung-nanggung. Tempat yang jadi setting petualangan beneran serem-serem sedap. Kayak di Novel His Wedding Organizer, dia mengajak pembaca ke Hutan Belantara. Di novel Mencarimu ke pulau apalah itu, pakai nyelam pula. Bikin pernyataan cinta yang sweet di dasar laut. Sekarang, di Novel Cinta Paket Hemat kita diajakin ke Yogyakarta, tepatnya ke Gunung Kidul untuk mengeksekusi gua yang ekstrim.
Nah, saat di dalam gua itu, Pipit seperti menemukan berbagai pencerahan demi pencerahan dari semua masalahnya. Memang itu maksud Aries memaksa Pipit untuk ikut serta masuk gua bersama dia dan beberapa teman lainnya.
Kemunculan Amy bisa dengan mudah dekat dengan Lio, membuat Pipit jadi iri. Perlahan, kehadiran Amy membuat sebuah konflik yang membuka jalan keluar. Lalu, Pak Sabta, dia juga jadi pembuat konflik, sekaligus cara menyelesaikan masalah.
Meskipun, hubungan Pak Sabta dan Pipit ini kayak gimmik aja gitu. Cerita terlalu singkat, tiba-tiba, hanya untuk membuka jalan menuju penyelesaian masalah.
Oh iya, Pipit Astuti lebih pas untuk nama orang jawa dari pada nama orang Kalimantan. Apalagi, semua keluarga Pipit tidak ada yang keturunan Jawa sama sekali  itu seingatku.
Aku suka saat di akhir bab, Aries muncul dengan membawa cerita dari sudut pandangnya. Meski sedikit, namun isi hati Aries benar-benar selalu aku tunggu.
Endingnya cukup manis, boleh deh. Ratingnya, 3,2 dari 5 bintang.

Tuesday, October 25, 2016

Hutan Pinus, Gumuk Pasir, Parangtritis, Malioboro – YOGYAKARTA YANG TAK PERNAH BERHENTI BERCERITA



Yogyakarta, entah berapa kali aku menyambangi kota ini. Tapi, tak ada kata bosan untuk sering menginjakkan kaki dan mengeksplor sudut-sudutnya.
Terakhir ke Yogyakarta bulan Januari 2015. Sempat bikin acara backpaker-an yang sangat berkesan di bulan Agustus 2014. Untuk yang backpaker-an, ulasannya bisa dibaca disini.
Kali ini, jalan-jalannya bareng anak-anak satu lingkungan rumahku. Temen-teman yang jadi dekat karena Karang Taruna. Tapi, jalan-jalan ini bukan acara Karang Taruna, ya. Catet. Sekalian klarifikasi, nih. Walaupun, anggotanya sebagian besar memang anak-anak Karang Taruna.
Sebelum berangkat, ada saja dramanya. Mulai dari *tit...tit...tit..* udah yang satu ini nggak perlu dibahas. Lalu, anggota yang tiba-tiba mengundurkan diri, ada juga yang ngerjain temen-temannya, sok-sok nggak jadi ikut tour, bikin yang lain panik. Dan, yang sok-sok nggak ikut ini akhirnya beneran nggak ikut karena sakit. Siapa itu? Jawab sendiri.
Jam tiga lebih kita berangkat. Lagi-lagi drama part II dimulai. Yang depan nggak mau pakai AC, yang belakang teriak karena tersiksa kepanasan. Di jalan, drama masih berlanjut, ini mau langsung ke Parangtritis atau ke Hutan Pinus Mangunan. Oke, diputuskan menuju ke Hutan Pinus Mangunan. Cuma, ini navigatornya error. Suruh baca GPS malah dibikin nyasar. Sebut nama pelakunya cc Iskandar.
Anggota nge-trip kali ini. Minus Pan yang ambil foto
Untungnya, peserta lain tanggap, kayaknya Mas Kholis. Elf puter balik, dan navigator pindah padaku, dibantu Mas Kholis. Ya namanya manusia, mungkin tiba-tiba gantian aku yang error. Ternyata, setelah tulisan Gunung Kidul, itu belok kanan jika dari arah Yogya – kayaknya – bukan terus.
Setelah hampir tiga puluh menit perjalanan, ketemu hutan pinus. Tapi, ini Hutan Pinus Pengger, bukan Hutan Pinus Mangunan. Cuma, mau gimana lagi. Udah 2 yang stor isi perut, si Bos udah nggak kuat juga, dan stor-nya pas udah turun dari mobil. Si Bu Bidan ternyata juga K.O. Aduh, kembarannya sakit, masak mau ikut sakit juga.
Mau nggak mau, harus puas sama Hutan Pinus Pengger. Lumayan, lah, dari pada nggak sama sekali. Ntar, kapan-kapan Hutan Pinus Mangunan  aku sambangin sendiri, sekalian ke Kebun Buah Mangunan. Info parkir di sini Rp. 10.000 untuk roda empat. Kalau motor nggak sempat tanya.
Aku masih penasaran sama Hutan Pinus Mangunan. Jadi, iseng tanya mas-mas yang jaga toilet. Katanya, kalau mau ke Hutan Pinus Mangunan harus naik lagi sekitar tiga puluh menitan. Udah nggak mungkin. Cuma aku yang semangat sendiri, kayaknya. Yang lain udah keok.
Hutan pinus ini nggak terlalu luas. Ada beberapa spot yang bagus, mulai dari rumah pohon, ayunan, batu-batu besar, dan ada spot di pinggir tebing yang bisa kasih view seperti di bukit. Aku ngiri sama Bos Ipin & Apit yang bisa naik batu besar di pinggir tebing itu. Kenapa pas ke sana nggak nemu spot itu. T.T *Apa fotonya diedit aja. Pake photoshop bisa nggak ya?*


Awalnya, mereka nggak terlalu antusias sama tempat ini, ternyata pada semangat juga foto-foto. Dan, ada satu foto favorit nih. Silahkan disimpulkan sendiri makna foto tersebut.
*Sebenarnya tidak seperti yang dilihat. Beneran...Itu aku yang minta pose begitu. Klarifikasi sebelum sandal melayang dari salah satu si kembar*
Puas ambil foto, kita lanjut jalan. Sekarang, tujuannya langsung ke Parangtritis.  Perjalanan sekitar satu jam. Dan, di pintu masuk kawasan Parangtritis, kita harus membayar retribusi Rp. 5.000 per orang.
Karena miskomunikasi, sama sopirnya – yang namanya baru aku tahu sehari setelah acara ini selesai – mobil langsung meluncur ke Parangtritis, padahal kan mau ke Gumuk Pasir dulu. Puter lagi. Pakai bantuan GPS – terima kasih banyak pada teknologi modern – akhirnya, ketemu pertigaan yang menuju ke sana. Padahal ada tulisannya – Gumuk Pasir – cuma dua navigator di depan ini entah lagi eror atau gimana sampai nggak sempat lihat.
Gumuk di siang hari super panas. Lagi-lagi, cuma aku yang semangat. Bermodal payung, aku nggak takut panas. Karena hasil browsing dulu sebelum berangkat, prepare ku benar-benar tepat.
Di sini banyak spot foto yang memang disiapkan untuk para penggila foto. Dari bentuk hati berbunga-bunga, dua kursi di tengah gurun, sampai membangun fenomena aneh : bunga sakura tumbuh di padang pasir. Sayang, nggak sempat difoto.
Ngopi dulu, nge-es dulu. Panas!!!
Info harga parkir di sini Rp. 10.000. Harga es dan kopi juga masih sangat normal. Kopi instan dengan pilihan merk tertentu Rp. 5.000, dan Es Rp. 3.000.
Setelah matahari nggak terlalu terik, kita jalan ke Parangtritis. Parang Kusumo di cancel karena satu pantai dirasa sudah cukup. Tapi, yang mau main air sepertinya tetep semangat. Yang nggak main air gelar tikar di bawah pohon sambil ngemil kacang kulit. Sayang banget, keasyikan kita terganggu sama hujan yang tiba-tiba turun. Jadilah tikar sebagai payung untuk balik ke parkiran. Aku aman, bawa payung. Makanya, prepare sebelum berangkat itu super perlu saudara-saudara.
Belum puas duduk-duduk, eh...hujan. Alamat nyuci tikar T.T
Info : mandi di Parangtritis Rp. 4.000, wudlu Rp. 2.000, Parkir Rp. 20.000. Ini pas weekend, beda nggak ya kalau nggak weekend?
Lanjut lagi, masih satu destinasi belanja yang ngehits dan wajib disambangin kalau main ke Yogyakarta, Malioboro. Tempat ini makin malam, makin ramai.
Romobongan terpencar sesuai hati nurani masing-masing. Aku, Mbak Reny dan Pan pilih jalan terus sambil nyariin oleh-oleh buat pacarnya si Pan. Jadi inget, dulu pas ke sini sama Gank Bodhoeh lengkap, nyarinya oleh-oleh buat gebetannya si Bud. Kapan aku ke sini nyariin *tit...* Males bahasnya, bikin baper.
Sejak kemarin-kemarin, aku punya satu tujuan ke Malioboro, nyambangin Toko Gunung Mas sama cari celana panjang batik. Harga jam di Gunung Mas bervariasi dari puluhan sampai jutaan. Dan, aku nemu satu jam tangan yang pas di hati. Harga agak melenceng dari badget. Sudahlah, yang penting hati senang.
Celana panjang plus kain pantai juga sudah kebeli. Celana panjang batik harga Rp.25.000 udah enak banget dipakai. Nyesel nggak beli dua atu tiga lagi. Ntar deh, bulan Nopember kan ke sana, bisa beli lagi. Dan, kain pantai cuma Rp. 20.000.
Di Malioboro susah banget di tawar. Celana sama kain pantai itu cuma dapat diskon Rp. 5.000. Tapi lumayan lah. Trus Bakpia Patok pilih rasa harga Rp. 15.000, kalau rasa campur lebih murah Rp. 10.000. Geplak 1 kg Rp. 25.000, katanya orang rumah geplak segitu murah banget.
Cari oleh-oleh buat pacar Pan udah, kaos Hilmi sama Hanin udah, celana batik dan kain pantai ready, oleh-oleh geplak dan bakpia siap, tinggal cari makan. Lihat jam udah nggak mungkin cari makan yang beneran bikin puas. Kita iklas deh makan sate padang dan lontong harga Rp. 15.000 satu porsi.
Takut jadi anggota yang bikin lainnya nunggu, setelah makan kita langsung ke parkiran. Ternyata belum ada orang. Ya sudah, kami siap menunggu. Semua kembali ke parkiran sekitar jam enam sore. Setelah itu, selesai sudah trip ini.
Oh, iya... jadi ingat tampang si Bos sebelum naik mobil untuk pulang. Aku tanya, kurangnya berapa? Nah, muncul deh wajah frustasinya. Boleh ketawa nggak ya?
Ternyata, wajah frustasi si Bos adalah biaya tour membengkak. Ini mah masalah biasa sebenarnya. Harga parkir Malioboro di luar dugaan, Rp. 80.000. Buset!!! Ini parkir apa ngerampok, ya? Kata sopir Elf kita – Ya udah, panggil saja dia Tiyo kalau weekend memang segitu. Motor Rp. 15.000, Bus bisa sampai Rp. 150.000.
Padahal, budget awal kita per orang hanya bayar Rp. 100.000. Mau nggak mau, ntar kita harus patungan lagi. Aku kira nggak banyak kok. Paling tambah Rp. 17.000 – Rp. 20.000
Berdasarkan pengalaman aku, ke Yogyakarta bayar Rp. 100.000 itu adalah biaya paling murah yang pernah aku bayar. Kemarin, naik kereta aja bisa habis hampir Rp. 200.000. Ini Rp. 100.000, mungkin lebih dikit, udah bisa ke empat destinasi + makan 2 kali. Nggak mikir sewa motor, nggak mikir nyetir, pulang tinggal tidur sampai depan rumah.
Mungkin, kapan-kapan bisa diulang. Semoga, nanti kalau bikin acara seperti ini lagi, nggak perlu ada drama, bisa diperhitungkan lebih cermat untuk pengeluaran, jadi nggak bikin pusing Bosnya.
Terima kasih buat semuanya. Yogya kali ini tetap memberi kesan, kesan lihat orang menderita di dalam bus nahan mual, sampai becandaan-becandaan seru ala anak-anak Ngempak. Trus ngakak lihat Devi mewek karena nggak bisa ikut.
Lagi-lagi hanya foto yang jadi oleh-oleh. Oleh-oleh yang asli buat sendiri saja.
Salah satu foto favoritku. Makin keren aja nih si Buleknya Hilmi ngambil fotonya.
 
 
Ini just Friend, lho. Jangan aneh-aneh mikirnya.





Apa yang ada pikirkan?



  

 
 

  


Anggap saja aktus itu anak kucing yang kehujanan. *Imajinasi terlalu luas :D*




Ini pas nunggu yang lain ngumpul, dari pada boring, mending pasang pose

Ini mesti lagi mikir "Kasur"

 
 Cerita traveling aku lainnya bisa di bukan disini.


Narasi                         : Dian S Putu Amijaya (Ig @dianputu26)
Dokumentasi             : Reny Kusuma (Ig @renykusuma)
  Erfan Mukhlas Ali (Ig : fanfunmovie)
                          Dll (maaf yang nggak kesebut. Soalnya yg ambil foto random)
 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos