Thursday, April 17, 2014

Resensi - For Better or Worse “Ternyata Masih Kamu"

Juara 1 Lomba Review Novel For Better
or Worse #ReviewFBoW yang diadakan
Christina Juzwar dan  Bentang Pustaka

Penulis : Christina Juzwar
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : viii + 352 hlm
Terbit : Agustus 2013
ISBN : 978 – 602 -7888 – 56 – 2
Harga : Rp. 59.000
Sebuah pernikahan adalah awal dari hidup baru, katanya. Memang, sih ada benarnya juga. Setelah pernikahan banyak hal yang akan terasa baru, baik tanggungjawabnya, maupun masalah-masalah yang muncul di dalamnya. Apalagi, jika sudah hadir buah hati yang mulai tumbuh dari bayi dan semakin dewasa. Permasalahan dari dua orang saja, akan bisa berlipat ganda.
Dan, dalam sebuah pernikahan, semakin hari permasalahan semakin beragam. Inilah yang membuat sebuah biduk rumah tangga seperti kapal yang tertiup angin di tengah laut. Seberapa kuat kapal dan seberapa hebat nahkoda dan para awaknya mempertahankan kapalnya untuk tetap tegak berdiri mengarungi lautan, menjadi satu-satunya cara untuk menjawab akhir dari kisah mereka.
“Babe, kita, kan nggak pernah tahu apa yang ada di depan kita. Semuanya masih misteri. Kalau kita mau tahu, kita harus melewatinya dulu. Kamu tahu, kan maksudku?” – Martin – hlm. 340

“Trust me, Babe. Awan hitam nggak selalu diam di tempat. Semua akan segera berlalu.” – Martin – hlm. 340

Sama seperti hubungan July dan Martin. Bermula dari Martin yang terkena PHK, kemudian Martin yang tak kunjung mendapat pekerjaan, dan kepanikan July tentang bagaimana masa depan keluarganya, membuat sebuah perubahan besar untuk keluarga mereka.
Perlahan, Martin berubah, dia bukan lagi Martin yang dulu, bukan lagi suami yang manis ataupun ayah yang begitu perhatian dengan kedua buah hati mereka. Martin lebih terkesan nggak mau tahu tentang anak-anaknya, tak lagi lembut, kadang bahkan terasa sangat kasar, dan tak lagi jadi suami yang manis untuk July.
July merasa, dia tak lagi bisa mengandalkan suaminya. Dia harus kembali bekerja dan membantu Martin untuk mempertahankan ekonomi keluarganya.
Setelah mengajukan CV ke beberapa perusahaan, July mendapatkan pekerjaan. Dan pekerjaan itusepertinyadia dapatkan karena dia mengenal bosnya tersebut. Vincent, itu nama bosnya, sekaligus mantan kekasihnya.
Dari awal, Martin sudah melarang July untuk bekerja. Bahkan, Martin marah besar saat tahu istrinya mendapatkan panggilan wawancara. Dan saat tahu siapa bos July, Martin makin marah. Dia minta July resign.
July mulai bimbang. Satu sisi dia sangat membutuhkan pekerjaan itu, satu sisi dia juga nggak mau terus berada di dekat Vincent karena Martin nggak menyukai itu dan diam-diam July menyadari, Vincent mulai mendekatinya lagi, bahkan dia terus terang masih menyayangi July.
Hati itu nggak pernah salah. Mungkin awalnya akan terlihat salah. You will feel bad about it. Tapi, semakin kamu menjalaninya, trust me, that’s the best decision you’ve ever made.” – Paula – hlm. 269

Karena nasehat Paula, July akhirnya resign. Namun, sebuah kenyataannya membuat dia tertohok dan memutuskan keluar dari rumah bersama anak-anaknya dan meninggalkan Martin. Yep, Martin selingkuh. July melihatnya sendiri suaminya sedang bersama seorang wanita dan mereka terlihat begitu mesra.
Berhari-hari July terpuruk. Sampai-sampai kakaknya lah yang mengurus Ernest dan Emilia. Dia juga enggan bertemu Martin, dan malah memakinya tak karuan dan mengusirnya dari rumah kakaknya saat Martin mencoba menemuinya. Namun, kata-kata Ernest membuat July berfikir, apakah dia harus terus seperti itu? Tapi, July tak bisa membuang bayangan Martin dengan perempuan itu. Hatinya teramat sakit, sampai-sampai untuk memaafkannya saja dia tak mampu.
Karena, July Bernandeth.. mau nggak mau kamu harus belajar dari anak berusia 8 tahun. Percaya atau nggak, itu adalah suara Tuhan yang berbicara melalui anak kamu, lho…” – Jeni – hlm. 251

Lalu, bagaimana rumah tangga mereka? Apakah July akan jadi wanita egois dan berpisah dengan Martin? Mungkinkah Vincent benar-benar kembali dihidup July karena dia teramat mencintai wanita ini dan bersedia menjadi tempat curhat July saat July terpuruk?
“….Sayang itu nggak pernah bisa hilang meskipun kita udah berusaha untuk menghapusnya. Tapi, Mami dan Papi sedang ada masalah yang harus diberesin. Untuk sementara lebih baik berpisah dulu…” – July – hlm. 242


The Better or Worse, jenis genre baru yang aku baca, momlit. Genre yang lebih menekankan tentang keluarga, dengan konflik-konflik keluarga dan mengajarkan tentang cara memecahkan masalah dengan menekankan demi kebaikan keluarga.
Rasanya, membaca novel ini aku seperti belajar sebelum benar-benar masuk dalam kehidupan rumah tangga. Memberiku gambaran betapa indahnya berkeluarga, punya suami yang mencintai kita dan anak-anak yang menyempurnakan hidup kita.
Namun, hidup itu seperti mata uang, ada dua sisi yang berlawanan. Dan mata uang itu tak pernah diam dalam genggaman. Dia selalu dilempar ke atas seperti sebuah permainan keberuntungan. Dan hasilnya, tak pernah sama.
Seperti kehidupan July yang digambarkan begitu sempurna di awal cerita, lalu saat hidupnya jatuh di bagian tak beruntung, dia dihadapkan dengan berbagai cobaan dan dilema yang membuatnya harus kuat.
Setelah cobaan mulai berlalu, kehidupannya dilempar lagi, nyatanya, kekecewaan lagi yang harus dia hadapi. Tapi, seperti kataku tadi, saat mata uang dilempar, belum tentu dia akan jatuh di bagian yang sama. July mulai bisa merasakan hidupnya yang penuh keberuntungan.
“Setiap orang patut untuk bahagia, Darl. Tapi, caranya, kan, berbeda-beda. Terkadang kita harus melewati suatu masa atau peristiwa, either good or bad. Kita, kan, nggak bahagia terus-menerus.” – Paula – hlm. 82

Dari itu semua aku bisa mengambil banyak ilmu. Sesulit-sulitnya hidup, selalu ada jalan untuk lepas dari kesulitan itu. Bukan hanya rasa sabar saja yang harus kita tanamkan, namun juga kerja keras dan rasa pantang menyerah meski harus terjatuh berkali-kali. Dan semarah-marahnya hati, ada bagian dimana kita harus kembali tenang dan memikirkan apa yang menjadi tujuan awal pernikahan, hidup bersama, bahagia bersama, dan selalu bersama-sama.
Buat aku, July itu hebat, dia contoh ibu yang baik, dan istri yang baik pula. Caranya bersikap dengan anak-anak tak pernah berubah meski dia sedang menghadapi masalah besar. Dia benar-benar mencirikan karakternya yang sebenarnya, yaitu lembut dan sabar. Meski di bagian klimaksnya, July sedikit jadi emosional, dan kasar. Itu wajar saja. Siapa yang bisa tetap teguh dan lembut jika hati dipenuhi kemarahan yang tak tersampaikan?
Martin sebenarnya tak kalah hebat. Dia ayah yang baik, dan aku suka cara interaksinya dengan kedua buah hatinya, juga dengan July. Perubahan sikapnya bisa dimaklumi. Pria mana yang nggak putus asa menghadapi dirinya yang dulu bisa menjadi tulang punggung keluarga yang kokoh, harus hancur begitu saja karena PHK dan kegalauan tak juga mendapat pekerjaan?
Hanya satu kesalahannya, selingkuh dan tak bisa menjaga dirinya untuk tetap stabil. Membuatnya tampak tak peduli pada keluarganya. Namun, karena Martin hebat, dia berani meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Dia mulai bisa bangkit dan kuat lagi. Menerima takdirnya tanpa mau putus asa untuk mencari pekerjaan. Bahkan, dia bisa berubah lebih baik daripada saat sebelum dia hancur.
“Kalau saja aku tahu kepercayaan itu harganya sangat mahal dan, kalau saja, aku menyadari dari awal untuk memperbaiki sikapku sebelum keluarga kita bebar-benar pecah, semua ini pasti tak akan terjadi. Tapi, aku juga nggak bisa memutar waktu. Aku nggak sempurna, Jul. sekali lagi maafkan aku, ya. Aku berharap kamu mau maafkan aku.” – Martin – hlm. 282

Dari tiga teman July, tokoh Paula ‘lah yang punya sumbangsih besar untuk hidup July. Meski dua lainnya juga jadi penyokong semangatnya. Mungkin, karena Paula lebih banyak berinteraksi dengan July meski July tak lagi masuk dalam anggota arisannya, dan Paula pula yang membukakan pintu rezeky July dengan mengajarinya Yoga, dan mengenalkannya dengan beberapa orang yang akhirnya menjadi murid privat July.
 Selain itu, aku juga suka karakter Kakak July, Jeni. Dia nggak emosional menghadapi Martin, meski dia tetap marah dengan adik iparnya itu. Dia juga nggak terbawa kemarahannya dan memberikan July saran yang pantas untuk dilakukan seseorang yang sudah menikah dan punya anak dua. She is good sister.
Sosok Ernest, anak pertama July dan Martin. Meski usianya belum ada sepuluh tahun, namun beberapa kata-kata Ernest berhasil membuat aku trenyuh. Apalagi saat Ernest menyampaikan permintaan hadiah ulang tahunnya, juga kalimat Ernest yang menyadarkan July bahwa manusia itu nggak ada yang nggak pernah salah. July sering bilang, Ernest anak yang pintar, dan dari semua itu, aku tahu July benar.
“…Habisnya, masak kita marah lama-lama sama orang yang kita sayangi. Kayak aku, nggak bisa marah lama-lama sama Emili walaupun dia nakal atau ke Mami juga. Orang, kan, nggak ada yang sempurna. Ya, kan, Mami?” – Ernest – hlm. 243

Sedangkan Emilia, angle mungilnya Martin dan July, dia bikin cerita tampak lucu dan menggemaskan meski di suasana yang sesuram apapun. Namun, kadang juga bikin ngelus dada saat melihat tingkahnya yang seperti monyet kecil yang lompat-lompat di dahan pohon, nggak bisa diem.
Satu lagi tokoh yang bikin, ehm…terpesona. Vincent, meski tokoh ini adalah tokoh yang bisa jadi tokoh penguji kesetiaan July, tapi cara dan kesetiaan Vincent pada July membuat cewek manapun iri sama July.
Selama ini, meski hampir sepuluh tahun tak bersama July, nyatanya cinta Vincent tetap setia untuk mantan kekasihnya ini. Aku juga suka cara Vincent mengatasi hatinya. Dia tak terbawa egonya untuk memaksa July untuk kembali padanya padahal dia tahu seperti apa keadaan July.
Novel ini memang sangat mengispirasiku. Gaya bercerita dan plotnya begitu mudah masuk dan mengalir lancar, bahkan setelah klimaks, aku merasakan dorongan makin kuat untuk segera menyelesaikan novel ini. Aku benar-benar penasaran bagaimana Martin dan July akhirnya bisa bersama dan memulai hidup barunya lagi.
Sudut pandang novel ini adalah sudut pandang dari July. Sehingga, aku mampu menangkap rasa yang tersirat dalam benaknya, benak seorang ibu yang miris melihat perubahan suaminya, nelangsa melihat anak-anaknya yang mulai terluka dengan keadaan hidup mereka, dan begitu kuatnya July sebagai seorang ibu dan istri untuk berjuang bangkit lagi dan memaafkan suaminya yang selingkuh. Sekali lagi aku mau bilang, July adalah sosok perempuan hebat.
Satu yang masih menjadi kelemahannya. Ada beberapa paragraf saling tindih. Dimana dialog tokoh berbeda dijadikan satu paragraf
Example :
“Rakus,” bisik Martin di telingaku. Aku melotot di tengah kegelapan, mencari matanya dan berbalik berbisik, “Kamu yang rakus! Tangan kamu, kan, besar. Aku jadi kalah sama kamu.” Hlm. 299
Menurut aku, satu paragraf di atas  harusnya menjadi dua, seperti ini.
“Rakus,” bisik Martin di telingaku.
Aku melotot di tengah kegelapan, mencari matanya dan berbalik berbisik, “Kamu yang rakus! Tangan kamu, kan, besar. Aku jadi kalah sama kamu.”
Dengan paragraf yang berbeda, pembaca akan lebih mudah menangkap mana yang diucapkan Martin dan mana yang diucapkan July, meskipun disitu sudah jelas mana yang Martin dan mana yang July.
Selain paragraf di atas, ada lagi beberapa paragraf dengan keadaan yang sama. Tapi, itu bukan masalah besar. Meski aku sedikit terganggu karena harus membaca ulang paragraf tersebut karena mengira kalimat yang diucapkan masih menjadi satu bagian dari dialog satu tokoh saja.
Desain cover-nya sangat pas dengan cerita, menggambarkan kehidupan setelah pernikahan. Warnanyapun aku suka, dan makin suka dengan corak garis cokelat muda dan cokelat tua yang elegan.
Untuk endingnya, ini jenis ending penyelesaian matematika. Setelah masalah dijabarkan, diurai satu persatu, membuat jawaban langsung bisa terbaca jelas. Aku yang beberapa hari ini menghadapi ending menggantung, sedikit terhibur dengan ending seperti ini. Dan setahu aku, jenis ending seperti ini memang lebih terasa aman karena beberapa pembaca lebih menyukai jenis ending seperti ini.
Dan untuk nilainya, aku berikan 3,8 dari 5 bintang.

Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Review Novel For Better or Worse yang diadakan Christina Juzwar dan  Bentang Pustaka dan diikutkan Indonesian Romance Reading Challenge

No comments:

Post a Comment

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos