Friday, November 14, 2014

Resensi – 12 Menit “Waktu krusial mewujudkan mimpi”



Penulis : Oka Aurora
Penerbit : Noura Books
Genre : Inspiratif
Terbit : Mei 2013
Tebal : xiv + 348 hlm
ISBN : 978 – 602 -7816 – 33 – 6
Harga : Rp. 54.000
Tak banyak orang yang punya mimpi. Kamu, ya kamu, belum tentu kamu orang yang beruntung untuk memiliki mimpi. Atau, kamu bukanlah orang yang menganggap mimpi itu penting untuk diwujudkan.
Tapi, untuk Elaine, Tara, Lahang, maupun para anggota Tim Marching Band Bontang Pupuk Katim, mimpi adalah satu tujuan yang ingin mereka raih. Mimpi mereka, menjadi pemenang. Bukan sebuah hal yang mudah, memang. Untuk sekedar latihan saja, banyak tantangan yang harus mereka hadapi.
Seperti Elaine, sang pemain biola yang tiba-tiba harus meninggalkan Jakarta dan menetap di Bontang karena harus mengikuti ayahnya yang dipindahtugaskan. Elaine harus menghadapi ayahnya yang lebih suka puterinya menjadi ilmuan dari pada seorang field commander. Diperlukan keberanian besar untuk menentang sang ayah yang punya watak keras kepala. Tapi, Elaine punya mimpi. Dan, itulah kekuatannya.
“Berapapun waktu yang diberikan, tak seharusnya dihabiskan dengan ketakutan. Karena ketakutan, anakku, tak akan pernah menyambung hidupmu. Yang akan menyambung hidupmu hanyalah keberanian.” – Ayah Lahang – hlm. 104

Tara, gadis berhijab yang punya luka batin karena masa lalu. Masa lalu itu pulalah yang merenggut pendengarannya, sekaligus ayahnya. Meskipun begitu, Tara tidak menyerah pada keadaan. Walaupun, terkadang dia juga merasa lelah dan ingin menyerah. Tapi, Tara ingin membuktikan kalau dia bisa.
“Aku tahu kau belum bisa berdamai dengan takdir. Tapi berdamailah nak. Karena hanya dengan cara itu kau bisa melanjutkan hidup.” – Ayah Lahang – hlm. 296

Lahang, baginya menjadi tim Marching Band adalah tiket untuk melihat Monas. Sebuah lambang kerinduan sang ibu pada kehidupan di luar dunianya yang tertutup.
“Kalau kau bisa bermimpi sampai di tugu ini, kau bisa bermimpi sampai ke tugu-tugu lain di dunia.” – Ibu Lahang – hlm. 295

Namun, keinginannya yang besar untuk terus berlatih secara tekun harus terhalang keadaan ayah Lahang yang sedang sakit parah. Di satu sisi, Lahang ingin terus menemani sang ayah. Tapi, dia juga ingin terus berlatih fouettes.
Lahang sering terlambat pergi latihan. Apalagi, rumah dan Stadion tempat Marching Band berlatih jaraknya sangat jauh. Lahang sempat ragu untuk terus menjadi tim Marching Band saat keadaan ayahnya semakin memburuk. Dia takut, saat dia pergi, dia tak sempat melepas ayahnya pergi. Sama seperti saat ibunya pergi.
“Bapakmu masih hidup, Lahang. Kenapa nggak buat beliau bangga padamu? Berapapun sisa usianya.” – Rene – hlm. 258

Rene, sang pelatih profesional yang memiliki banyak pengalaman melatih Marching Band. Dia pelatih yang tidak diragukan kemampuannya. Namun, untuk tim yang satu ini, Rene harus memutar otak untuk menumbuhkan semangat di hati mereka.
Tim Marching Band Pupuk Kaltim Bontang belum pernah merasakan kemenangan. Mereka hanya orang-orang dari kota kecil bernama Bontang. Cara berpikir mereka berbeda dari tim Marching Band yang pernah dilatih Rene. Dan, itulah yang harus Rene hadapi.
“Kemenangan kalian akan membuat mereka sadar, bahwa siapa saja bisa jadi pahlawan. Kemenangan kalian akan membuat mereka ingin jadi pemenang.” – Rene – hlm. 84

Berbagai rintangan benar-benar menghadang mereka, menguji mereka habis-habisan. Air mata, luka, dan peluh yang mengalir di dahi mereka setiap saat, setiap waktu benar-benar menguras tenaga. Tapi, mereka tahu apa yang mereka akan dapatkan.
Pertanyaannya, kuatkah mereka menanggung setiap ujian?
“Dua belas menit ini yang akan menentukan apakah kita akan juara. Dua belas menit ini yang menentukan apa yang akan kita kenang seumur hidup.” – Rene – hlm. 83
12 Menit, novel inspatif yang membuatku hampir-hampir-hampir menangis, dan terakhir aku benar-benar menangis. Novel karya Oka Aurora yang kisahnya benar-benar membangkitkan semangat untuk terus berlari mewujudkan mimpi.
12 Menit, hanya dalam 12 menit kita tak akan tahu apa yang akan terjadi saat itu. Menakjubkan, ya? Dan hanya untuk 12 menit itulah anggota Marching Band Pupuk Kaltim tak pantang menyerah untuk berlatih. Wao!!!
Awalnya, jujur aku sedikit ragu kalau novel ini akan mengasyikkan. Karena aku sedikit tak nyaman dengan narasinya. Menurutku, sebenarnya narasi bisa dibuat sedikittt lebih padat agar tidak monoton.
Tapi, ketidaknyamanan itu tertutup dengan cerita setiap tokohnya. Rene, Tara, Elaine, Lahang, dan tokoh lainnya punya kisah yang tak mau aku tinggalkan. Bisa dibilang, pada akhirnya aku mulai menikmati alur ceritanya. Bahkan, seperti yang aku bilang tadi, aku hampir-hampir dan akhirnya menangis di ending-nya. Itu tandanya, novel ini tidak sekedar bacaan, tapi sarinya berhasil aku serap hingga tuntas. Sempurna.
Yah, meskipun – ehem…kalau boleh jujur – aku sering sekali membaca lompat-lompat, tidak menghabiskan satu paragraf narasi dan langsung masuk ke paragraf narasi berikutnya jika mulai jenuh dengan narasinya.
Selain masalah narasi, tak ada lagi yang bisa dicela. Semua sangat sempurna. Termasuk covernya. Termasuk endingnya. Termasuk setiap quote yang disampaikannya. Karakter tokoh-tokohnya. Penggambaran setting dan suasananya. Aku suka.
Dan, untuk rating, aku beri 3,9 dari 5 bintang.

Yang berminat dengan novel ini, bisa diorder ke aku. Kondisi jelas second ya, guys!!!

No comments:

Post a Comment