Penulis :
Oka Aurora
Penerbit :
Noura Books
Genre :
Inspiratif
Terbit :
Mei 2013
Tebal :
xiv + 348 hlm
ISBN : 978
– 602 -7816 – 33 – 6
Harga : Rp.
54.000
Tak
banyak orang yang punya mimpi. Kamu, ya kamu, belum tentu kamu orang yang
beruntung untuk memiliki mimpi. Atau, kamu bukanlah orang yang menganggap mimpi
itu penting untuk diwujudkan.
Tapi,
untuk Elaine, Tara, Lahang, maupun para anggota Tim Marching Band Bontang Pupuk Katim, mimpi adalah satu tujuan yang
ingin mereka raih. Mimpi mereka, menjadi pemenang. Bukan sebuah hal yang mudah,
memang. Untuk sekedar latihan saja, banyak tantangan yang harus mereka hadapi.
Seperti
Elaine, sang pemain biola yang tiba-tiba harus meninggalkan Jakarta dan menetap
di Bontang karena harus mengikuti ayahnya yang dipindahtugaskan. Elaine harus
menghadapi ayahnya yang lebih suka puterinya menjadi ilmuan dari pada seorang field commander. Diperlukan keberanian
besar untuk menentang sang ayah yang punya watak keras kepala. Tapi, Elaine
punya mimpi. Dan, itulah kekuatannya.
“Berapapun
waktu yang diberikan, tak seharusnya dihabiskan dengan ketakutan. Karena ketakutan,
anakku, tak akan pernah menyambung hidupmu. Yang akan menyambung hidupmu
hanyalah keberanian.” – Ayah Lahang – hlm. 104
Tara,
gadis berhijab yang punya luka batin karena masa lalu. Masa lalu itu pulalah
yang merenggut pendengarannya, sekaligus ayahnya. Meskipun begitu, Tara tidak menyerah
pada keadaan. Walaupun, terkadang dia juga merasa lelah dan ingin menyerah.
Tapi, Tara ingin membuktikan kalau dia bisa.
“Aku tahu
kau belum bisa berdamai dengan takdir. Tapi berdamailah nak. Karena hanya
dengan cara itu kau bisa melanjutkan hidup.” – Ayah Lahang – hlm. 296
Lahang,
baginya menjadi tim Marching Band
adalah tiket untuk melihat Monas. Sebuah lambang kerinduan sang ibu pada
kehidupan di luar dunianya yang tertutup.
“Kalau kau
bisa bermimpi sampai di tugu ini, kau bisa bermimpi sampai ke tugu-tugu lain di
dunia.” – Ibu Lahang – hlm. 295
Namun,
keinginannya yang besar untuk terus berlatih secara tekun harus terhalang
keadaan ayah Lahang yang sedang sakit parah. Di satu sisi, Lahang ingin terus
menemani sang ayah. Tapi, dia juga ingin terus berlatih fouettes.
Lahang
sering terlambat pergi latihan. Apalagi, rumah dan Stadion tempat Marching Band berlatih jaraknya sangat
jauh. Lahang sempat ragu untuk terus menjadi tim Marching Band saat keadaan
ayahnya semakin memburuk. Dia takut, saat dia pergi, dia tak sempat melepas
ayahnya pergi. Sama seperti saat ibunya pergi.
“Bapakmu
masih hidup, Lahang. Kenapa nggak buat beliau bangga padamu? Berapapun sisa
usianya.” – Rene – hlm. 258
Rene,
sang pelatih profesional yang memiliki banyak pengalaman melatih Marching Band. Dia pelatih yang tidak
diragukan kemampuannya. Namun, untuk tim yang satu ini, Rene harus memutar otak
untuk menumbuhkan semangat di hati mereka.
Tim
Marching Band Pupuk Kaltim Bontang
belum pernah merasakan kemenangan. Mereka hanya orang-orang dari kota kecil
bernama Bontang. Cara berpikir mereka berbeda dari tim Marching Band yang pernah dilatih Rene. Dan, itulah yang harus Rene
hadapi.
“Kemenangan
kalian akan membuat mereka sadar, bahwa siapa saja bisa jadi pahlawan. Kemenangan
kalian akan membuat mereka ingin jadi pemenang.” – Rene –
hlm. 84
Berbagai
rintangan benar-benar menghadang mereka, menguji mereka habis-habisan. Air
mata, luka, dan peluh yang mengalir di dahi mereka setiap saat, setiap waktu
benar-benar menguras tenaga. Tapi, mereka tahu apa yang mereka akan dapatkan.
Pertanyaannya,
kuatkah mereka menanggung setiap ujian?
“Dua belas
menit ini yang akan menentukan apakah kita akan juara. Dua belas menit ini yang
menentukan apa yang akan kita kenang seumur hidup.” – Rene –
hlm. 83
12 Menit, novel
inspatif yang membuatku hampir-hampir-hampir menangis, dan terakhir aku
benar-benar menangis. Novel karya Oka Aurora yang kisahnya benar-benar
membangkitkan semangat untuk terus berlari mewujudkan mimpi.
12
Menit, hanya dalam 12 menit kita tak akan tahu apa yang akan terjadi saat itu.
Menakjubkan, ya? Dan hanya untuk 12 menit itulah anggota Marching Band Pupuk Kaltim tak pantang menyerah untuk berlatih.
Wao!!!
Awalnya,
jujur aku sedikit ragu kalau novel ini akan mengasyikkan. Karena aku sedikit
tak nyaman dengan narasinya. Menurutku, sebenarnya narasi bisa dibuat sedikittt
lebih padat agar tidak monoton.
Tapi,
ketidaknyamanan itu tertutup dengan cerita setiap tokohnya. Rene, Tara, Elaine,
Lahang, dan tokoh lainnya punya kisah yang tak mau aku tinggalkan. Bisa
dibilang, pada akhirnya aku mulai menikmati alur ceritanya. Bahkan, seperti
yang aku bilang tadi, aku hampir-hampir dan akhirnya menangis di ending-nya. Itu tandanya, novel ini
tidak sekedar bacaan, tapi sarinya berhasil aku serap hingga tuntas. Sempurna.
Yah,
meskipun – ehem…kalau boleh jujur – aku sering sekali membaca lompat-lompat,
tidak menghabiskan satu paragraf narasi dan langsung masuk ke paragraf narasi
berikutnya jika mulai jenuh dengan narasinya.
Selain
masalah narasi, tak ada lagi yang bisa dicela. Semua sangat sempurna. Termasuk covernya. Termasuk endingnya. Termasuk setiap quote
yang disampaikannya. Karakter tokoh-tokohnya. Penggambaran setting dan suasananya. Aku suka.
Dan,
untuk rating, aku beri 3,9 dari 5 bintang.
Yang
berminat dengan novel ini, bisa diorder ke aku. Kondisi jelas second ya, guys!!!
No comments:
Post a Comment