Penulis : Retni SB
Penerbit : Gramedia
Genre : Romance
Kategori : Metropop
Terbit : September 2011 (Cetakan ke-3)
Tebal : 384 hlm
ISBN : 978 – 979 – 22 – 6277 – 3
Harga : Rp. 52.000
“Aku dipaksa menikah! Dengan perempuan yang bukan pacarku! Tahu apa artinya? Tidak cantik,
tidak mulus, tidak gaul, tidak modis, tidak cemerlang, tidak kelas, dan tidak
segalanya. Singkatnya, dia itu si
kampungan dari zaman batu!” – Garda – hlm. 6
Itulah posisis yang sedang dialami Garda, dia harus menikah,
dengan Dimi, anak sahabat papanya. Si mungil berambut kriwil yang sangat
mencintai lingkungan hidup. Dimi yang mempunyai kehidupan berbeda dari seorang
Garda.
Buat Garda, pernikahan hanya akan merusak kesempurnaan
hidupnya selama ini. Tapi, dia memerlukan pernikahan tersebut, juga Dimi, untuk
melicinkan niatnya menjadi pewaris utama Utamaraya Pulp and Paper.
Awalnya, mengetahui tentang perjodohan itu, Dimi tampak tak
yakin pada niat papa Garda. Dimi juga punya mata, dia bisa menilai siapa Garda,
si cowok sempurna yang sepertinya tak perlu dijodohkan hanya untuk menikah.
Lalu, kenapa papa Garda malah menjodohkan putranya pada dia?
“So, tanya hatimu sendiri. Kadang-kadang hati
kita lebih awas daripada mata kita.” – Bunda Dimi – hlm. 35
Sialnya, sejak melihat Garda, Dimi sudah mulai suka. Dia
seperti terserang cinta pada pandangan pertama. Namun, rasa tertarik itu tidak
lantas membuat Dimi menyetujui perjodohan ini begitu saja. Pasti ada sesuatu
yang tak beres pada Garda. Dimi berpikir mungkin Garda gay, punya penyakit
menular dan sebagainya.
Saat semua pemikiran itu terlontar dari mulut Dimi langsung
di depan Garda, Garda tertawa, tak habis pikir Dimi tak yakin padanya karena
hal itu? Namun, setelah mendengar bahwa dugaan Dimi itu tak ada yang benar,
Garda berhasil meyakinkan Dimi untuk menerima perjodohan tersebut.
Namun, masalah yang sebenarnya baru saja dimulai setelah
mereka menikah. Munculnya wanita lain, alasan kenapa Garda tak pernah
mengenalkan Dimi pada lingkungannya dan kenapa resepsi pernikahan mereka tak
juga digelar – jadi alasan Dimi untuk semakin membuat pernikahan mereka terasa absurd hari demi hari.
“Sebab bagaimanapun, seabsurd apa pun sesungguhnya
rasa hubungan ini, dia sudah menjadi bagian hidupku. Aku hanya perlu
pandai-pandai menempatkannya, supaya dia tak mengganggu dan menghalangi tujuan
hidupku.” – Garda –
hlm. 107
Mampukah Garda meyakinkan Dimi untuk terus berada disisinya
karena perlahan Garda menyadari posisi Dimi di hatinya?
“Aku tahu persis apa alasanku untuk tetap membuat
perkawinan ini seolah berjalan sebagaimana mestinya. Ayah dan Bunda. Cinta
kasih mereka yang luar biasa padaku.” – Dimi – hlm. 137
Dimi is Married, novel yang mengangkat kisah cinta
yang berawal dari perjodohan. Memang klise banget temanya, perjodohan. Tapi,
Retni SB berhasil membuat yang klise jadi sesuatu yang enak dan renyah
dinikmati sejak pembuka sampai ending.
Karakter Garda yang superior, selalu mendapatkan apapun yang
dia mau, tak terbiasa ditolak dan diabaikan, juga begitu ambisius dan punya
kehidupan berkelas sangat tercipta hampir sempurna.
Sayangnya, aku merasa pilihan diksi saat Garda berbicara dari
sudut pandangnya – bukan saat kalimat-kalimat percakapan – terasa kurang pas.
Kalimat-kalimatnya kurang berkelas, kurang menampilkan sisi Garda yang
ekskusif. Ini sangat jelas terasa karena novel ini menggunakan POV orang
pertama yang bergantian antara Garda dan Dimi. Nah, saat bagian Garda, saat dia
mengeluarkan dirinya yang sebenarnya, disitulah rasa tersebut muncul.
Tapi, saat Dimi yang bercerita dan mulai menampilkan Garda
dari sudut pandang Dimi, saat itulah Garda sangat sempurna menjadi pria super
berkelas dan memikat.
Dimi sendiri punya karakter cewek yang kuat, sebenarnya bukan
tipe cewek pecemburu pula, dan berhati sangat baik, juga penyayang. Dimi sangat
mudah dekat dengan orang lain. Juga bukan tipe cewek jaim.
Kalau tadi aku mengkritik diksi yang digunakan Garda, untuk
Dimi aku merasa nggak ada yang perlu dikoreksi.
“Dari sisi yang selama ini tak kukenal baik, akhirnya
kuketahui ternyata Dimi mengagumkan! Dia menjadi cantik dan memukau karena
segala hal yang disampaikan dan dipedulikan.” – Garda – hlm. 241
Yang jadi hal positif di novel ini, adalah adanya unsur
sosialisasi pada penghematan kertas dan penebangan liar untuk keperluan
industry. Baca novel ini, bikin aku jadi merasa bersalah buang-buang kertas.
Kalo lagi kerja, sehari kayaknya 75% aku selalu buang kertas.
Hiks…padahal, katanya satu pohon hanya bisa membuat tiga rim kertas. Dan, gambaran
keadaan hutan di Indonesia saat Dimi menjadi reporter untuk acara lingkungan di
sebuah stasiun televise, menyadarkan aku bahwa ternyata kita selama ini nggak
peduli dengan lingkungan. Kita hanya peduli untuk memenuhi kebutuhan kita saja,
tanpa memikirkan kebutuhan bumi.
“Oh, betapa berbedanya aku dan Dimi… Hm, apa Tuhan
punya maksud atas jalan hidup ini? Apa Tuhan ingin menyadarkan melalui Dimi
bahwa isi hidup ini bukan melulu untuk diri sendiri.” – Garda – hlm. 281
Aku benar-benar merasa penulis melakukan riset yang ampuh di
berbagai pekerjaan yang diampu tokoh-tokohnya. Seperti saat Dimi bekerja di
sebuah majalah. Gimana galaunya dia dikejar deadline untuk menulis berita.
Begitu juga saat menjadi reporter, Dimi dituntut menjadi seorang wonder women
di berbagai keadaan alam liar Indonesia. Juga saat membahas pekerjaan Garda di
Utamaraya Pulp and Paper. Seperti apa kendala-kendalanya dijabarkan sedemikian
rupa, menyatu cantik dengan jalan ceritanya.
Alur cerita novel ini cukup cepat dan tidak membosankan.
Endingnya okelah, ya. Meskipun nggak gahar mendayu-dayu. Tapi, oke kok.
Untuk ratingnya, 3,4 dari 5 bintang.
No comments:
Post a Comment