Bulan November ini, aku nggak nyangka bisa singgah di bagian timur Pulau
Madura. Jalan-jalan kali ini, memang fokus utamanya bukan untuk jalan-jalan.
Tapi, kenapa nggak sekalian saja. Rugi, kan perjalanan dari Ngawi saja butuh
waktu 7-8 jam. Karena kali ini start dari Sidoarjo, waktu perjalanan cuma 4-5
jam.
Yang pertama dikuncungi – setelah setengah misi sudah terlaksana – adalah
Pulau Talango, yang letaknya di sisi timur Pulau Madura. Untuk menuju ke sana,
kita harus menyebrang dulu dari Pelabuhan Kalianget menggunakan perahu. Nggak
lama, kok, kurang lebih sekitar 10 menit kita sudah sampai.
Pelabuhan Kalianget - Madu |
Di Pulau Talango ini ada Asta SAYYID YUSUF, sebuah makam pejuang dan
penyebar agama Islam. Menuju ke sini , setelah menyebrang dari Kalianget, kalau
nggak bawa kendaraan pribadi, kalian bisa menggunakan becak motor. Tarifnya
sekitar 5-10 ribu.
Setelah selesai berziarah dan solat duhur, kita kembali ke Kalianget
untuk persiapan ke Gili Labak.
Sampai ke Kalianget sekitar jam 12 siang. Kapal nelayan yang akan mengantar
kita ke Gili Labak sudah siap. Memang lebih mudah sih, karena kita ngajakin
orang Sumenep langsung. Namanya Mas Agus, anggap saja dia Tour Guide kita.
Karena dia, kita nggak perlu repot-repot nyari perahu dan tawar menawar. Dengan
bantuan temannya, kita bisa mendapatkan perahu nelayan dengan sewa 700 ribu
pulang pergi Kalianget-Gili Labak. Lumayan, lah. Sebenarnya, ke Gili Labak gini
paling enak rame-rame, biar bisa patungan sewa perahu. Satu perahu biasanya
muat sekitar 10 orang.
Ini anaknya Bapak yang punya perahu |
Jam 12 lebih 15 menit, perahu motor nelayan sudah mulai meninggalkan
Kalianget. Kita butuh dua jam perjalanan untuk sampai di Pulau yang tak
terlihat dari Kalianget ini. Tapi, semangat-semangat!!!
Perjalanan memang lumayan lama, matahari juga panas banget. Ombak yang
awalnya biasa-biasa saja mulai mengganas, membuat baju mau nggak mau jadi basah
juga. Kalau kesini, siapin kresek buat bungkus tas, lalu jangan lupa bawa baju
ganti, karena walau nggak snorkeling, pas turun dari perahu kalian harus
nyemplung air. Jadi, tetep saja basah. Juga jangan lupa bawa makanan dan
minuman secukupnya, biar nggak galau di atas perahu.
Mendekati Gili Labak, pulau ini sudah memancarkan pesonanya lewat pasir
putih yang keren banget dari kejauhan. Bikin nggak sabar buat segera sampai.
Dan saat perahu menepi, kamu bakal disuguhi dasar laut dangkal yang air jernih
banget, sampai-sampai kamu bisa lihat ikan-ikan kecil berenang.
Tuh, kelihatan kan dasar lautnya... |
Turun dari perahu, tulisan nama pulau ini sudah memanggil kita buat
pasang aksi – asli, bawaan anak alay, ini.
Niatnya, sandal tinggal saja di perahu. Ternyata, bahhh…panas banget
pasirnya. Terpaksa nyemplung air lagi buat ambil sandal.
Nggak mau buang-buang waktu, kita jalan-jalan keliling pulau. Semakin
jalan kita ke kiri – maaf saya nggak tahu arah angin waktu di sana – angin lautnya semakin terasa. Padahal, di
bagian saat kita menginjakkan kaki pertama kali tadi, anginnya sama sekali
nggak terasa, pasirnya juga panas banget. Tapi, di bagian kiri ini pasirnya
enak, adem banget.
Yang menarik di Gili Labak, selain dasar laut yang terlihat, dan pasir
putihnya, di sini ada pohon-pohon tumbang atau ranting-ranting pohon yang
tertancap di atas pasir berwarna putih. Kayu apaan ini? Orang Sumenep sendiri
juga nggak tahu.
Di Gili Labak ada jasa yang menyedakan alat snorkeling, tapi kegiatan ini
katanya cuma ada di hari sabtu-minggu. Katanya orang sana, kalau malam minggu
pulau ini ramai banget orang camping. Saking ramainya, penjual di sana selalu
belanja ayam satu perahu bisa ludes dalam semalam.
Waktu terasa cepat banget di sini, bikin kita angkat tangan saat ditawari
keliling seluruh pulau. Padahal, masih ada bagian-bagian pulau yang belum di
eksplor. Mungkin, lain kali bisa ke sini lagi – serius?- hahaha… rasanya udah
mabuk banget, berasa mikir lagi kalau mau ke sini.
Kita naik perahu lagi menuju Kalianget. Saat perahu mulai jalan, goyangan
perahu ganas banget. Jiper juga. Alhamdulillah, semakin ke tengah perahu
semakin stabil. Di temani sunset yang tertutup mendung, mata berasa berat
banget karena ngantuk. Tapi, mau tidur gaya apa coba, kalau dek perahunya
basah. Kalau maksa rebahan, baju basah boy.
Menikmati sunset di atas perahu sambil menahan kantuk |
Hampir jam enam petang, kita masih di atas perahu. Mimpi apa coba bisa
merasakan naik perahu nelayan kecil begini jam segitu. Untungnya, meskipun
beberapa kali melihat mendung, hujan nggak turun. Kalau hujan, nggak tahu, deh.
Di tengah laut, matahari udah nggak ada, naik kapal kecil, hujan pula, udah
nggak usah dibayangin, terlalu mengerikan.
Sekitar jam enam atau setengah tujuh – maaf, lupa nggak nyimak jam – kita berhasil kembali ke Kalianget, dan
siap-siap buat pulang.
Setelah dari Madura, kita langsung pilih dianterin menuju ke Terminal
Bungurasih. Lanjut pulang saja, tidur bisa di bus. Sampai rumah sekitar jam
empat pagi. Habis subuh, langsung dah tidur dan baru bangun jam sembilan pagi.
Lagi-lagi aku cuma bisa pamer foto buat oleh-oleh. Secara, kantong tipis
begini mau apa lagi yang bisa dibawa pulang selain diri sendiri dan foto-foto.
So, buat racun biar kalian makin mupeng jalan-jalan silahkan dinikmati
oleh-olehku berikut ini.
Narasi by Dian S Putu Amijaya (@dianputuamijaya)
No comments:
Post a Comment