Friday, December 18, 2015

Resensi – GLOOMY GIFT “Bertualang untuk mengenalmu”



Penulis : Rhein Fathia
Penerbit : Bentang Pustaka
Genre : Roman, Fiksi
Kategori : Adult, Action
Terbit : 2015
Tebal : iv + 284 hlm
ISBN : 978 – 602 – 291 – 089 – 3
Harga : Rp. 54.000

“Boleh aku tahu kenapa kamu tidak mengajakku pulang dan malah membawaku dalam petualangan ini?” – Kara
“Karena aku tidak yakin bisa bertemu denganmu lagi setelah ini.” – Zeno – hlm. 113

Kara Arkana, tidak pernah bermimpi, pertunangannya bisa menjadi sekacau ini. Dia harus melakoni peran sebagai gadis yang dikejar-kejar preman bersama tunangannya, bahkan hampir kehilangan nyawanya.
Kara benar-benar berharap ini hanya mimpi. Tapi, ini memang bukan mimpi. Ada yang disembunyikan Zeno darinya. Kara merasa tidak lagi mengenal tunangannya itu.
“Benar kata ayah, cinta bisa membuatmu melakukan apa pun, termasuk melukai sosok yang kau cintai.” – Zeno – hlm. 129

Zeno yang dia kenal adalah seorang arsitek, bukan seseorang dengan pekerjaan penuh bahaya dan sangat fasih menggunakan senjata bahkan begitu lihai berkelahi dan menyamar.
Sejak dulu, setelah ayahnya meninggal dalam tugas sebagai seorang Polisi, Kara bertekat tidak akan menjalin hubungan, apalagi menikah dengan seseorang yang mempunyai profesi berbahaya. Kenyataan seperti apa pekerjaan Zeno, membuat Kara ragu untuk meneruskan hubungan mereka. Tapi, Kara sadar betul, dia sangat mencintai Zeno. Dia tidak yakin bisa dengan mudah melupakannya.
“Menikah sekaligus menghabiskan seluruh hidupmu bersama sosok yang kamu cintai dan balas mencintaimu sama besarnya. Apa yang lebih indah dari itu?” – hlm. 41
Gloomy Gift, novel romance berbau action. Lumayan, nih ketemu novel bernuansa beda begini. Berasa kayak nemu spaghetti setelah setiap hari makan nasi pecel.
Sejak bab awal, novel ini sudah menyajikan ketegangan. Berjalan terus ke belakang, aku kayak nonton film action yang biasa diperankan Jet Li. Meskipun, aku merasa kurang banget bagian action-nya. Kurang adegan perang-perangannya. Dan kurang detail penggambaran baku hantamnya.
Novel ini menurutku juga kekurangan adegan romantis, bahkan hampir nggak ada. Mungkin, karena situasi yang mereka hadapi nggak memungkinkan untuk sayang-sayangan kali, ya? Lagian, besok masih bisa hidup apa nggak aja, mereka nggak tahu, masak masih mau pasang adegan romantis, sih? Cuma, kurang romantis itu berasa minum teh yang perlu ditambah gula, setengah sedok aja deh, nggak apa-apa.
Karakter Zeno tanpa digambarkan detail, aku sudah bisa membayangkan bagaimana tegap tubuhnya, sigap sikapnya. Cowok kayak begini, kalau sudah cinta…waduh, matipun dia rela. Dan, itu terbukti banget. Aduh, Zeno top dah.
Sedangkan karakter Kara, awalnya aku menganggap dia cewek manja. Ternyata, dia ini cewek kuat, mandiri, dan dia jauh dari kata manja. Aku berasa pengin ketawa pas bayangin Kara yang pakai kebaya tapi bawahannya pake celana babydoll (bener, kan, ya?) Itu bayangin aja udah norak banget.
Ngomongin SYL, aku suka nama-nama para anggotanya, maksudku nama samarannya, Pollux, Auriga, Naos, dll. Meskipun, mereka punya dua nama, aku tidak merasa bingung.
Alur, dan ceritanya sangat rapi, bikin pembaca merasa nyaman dan nggak perlu banyak mikir. Konflik dengan Lintang Samudra terasa pas dijadikan konflik utama yang memicu semua masalah. Masa lalu Kara, tentang kematian Ayahnya, membuat kondisi dan situasi di dalam cerita semakin semarak.
Untuk ending, aku sebal sama endingnya. Tapi, nggak jadi sebal saat tahu ada lanjutan novel ini, maklum deh akhirnya.
Rating untuk novel ini 2,8 dari 5 bintang.

No comments:

Post a Comment