Penerbit : Gramedia
Genre : Romance, Fiksi
Kategori : Adult, Metropop, Islam
Terbit : 2015
Tebal : 186 halaman
ISBN : 978 – 602 – 03 – 1269 – 9
Harga : Rp. 49.500
Miyu Hasegawa, gadis Jepang yang
mencintai Solo dan Tari. Dia lebih mirip Gadis Jawa dari pada orang Jepang.
Sifat Miyu yang lemah lembut harus
diterpa sebuah perkara yang tampak bisa merobohkannya. Dia mencintai pria yang
sudah memiliki istri, Scott, fotografer yang lebih sering meletakan kameranya
dan lebih senang melihat Miyu menari langsung tanpa terhalang lensa.
Kenyataan bahwa Scott ternyata
sahabat Aliyah, membuat Miyu susah payah menyembunyikan perasaannya kepada
kedua sahabatnya – Aliyah dan Ajeng. Dia tidak ingin masalah perasaan akan
merepotkan mereka berdua.
Terkadang, cinta bisa berjalan tanpa
logika. Dan, apakah Miyu tetap mampu menjaga hatinya, atau dia mengalah dan
menyambut uluran tangan Scott?
“Walaupun atas nama cinta. Aku tidak pernah merasa berhak
bahagia di atas kesedihan orang lain. Sekali lagi, itu culas.” – Miyu – hlm. 146
Dua Cinta Negeri Sakura, ini sekuel dari Novel Tiga Cara Mencinta.
Aku membaca Novel Tiga Cara Mencinta
di tahun 2014, di dalam bus menuju Surabaya. Saat itu, aku langsung menyukai
cara bercerita Iren Dyah. Apalagi, di dalam ceritanya, dia menyisipkan banyak
sekali hal yang membangun jiwa pembaca, seperti tentang Islam, tentang cinta,
dan persahabatan. Dan, di seri kedua ini, aku masih bisa menemukan ilmu-ilmu yang
sama.
Kalau di Tiga Cara Mencinta, fokusnya
lebih ke Aliyah. Kali ini, fokusnya ke Miyu. Di novel pertama, aku sudah tahu
konflik Miyu. Memang, saat itu konflik Miyu masih sangat mengambang. Dan, di sinilah
Penulis mencoba menceritakan lebih detail.
Dari Miyu, aku belajar tentang cinta
yang dewasa. Seperti apapun kita mencintai, tetap saja kita tidak boleh egois.
Mau semasuk akal apapun alasan kita untuk mencinta dia – yang tidak lagi bisa
kita cintai, tetap saja kita tidak boleh egois.
Mungkin, jika yang menjalani konflik
ini adalah Ajeng, dia tidak akan peduli tentang egoisme. Eh, iya... Ajeng ‘kan
nggak akan menikah dan nggak akan mau mencintai pria mana pun. Kalau kamu sudah
baca Novel Tiga Cara Mencinta, kamu akan tahu seperti apa gilanya Ajeng. Dan,
seperti apa konflik yang terjadi dengan rumah tangga Aliyah – dulu.
Terkadang, dalam konflik cinta
segitiga, dimana yang pria sudah punya pasangan, kita akan dengan mudah
menyalahkan pihak perempuan – yang dianggap sebagai penyebab rusaknya sebuah
hubungan. Nah, di sini kita akan disadarkan, bahwa tidak semua perempuan yang
menjadi perusak sebuah hubungan adalah pihak yang salah. Bisa jadi, dia juga
korban, sama seperti Miyu.
Lagi-lagi Penulis berdakwah di dalam
novelnya. Cara dakwahnya benar-benar begitu soft, sampai-sampai pembaca tidak
akan merasa digurui, tapi perlahan pembaca akan mentelaah sendiri kebenaran
dari ilmu tersebut.
Seperti tentang kejadian Ajeng yang
pantatnya ditepuk seorang pria saat jalan-jalan di Jepang. Ini adalah gambaran
manfaat berhijab. Seperti permen yang dibungkus plastik, maka permen itu akan
lebih terjaga isinya dari pada permen yang dibiarkan terbuka.
Konflik Aliyah yang bingung
memutuskan keluar dari tempatnya kerja dan menjadi ibu rumah tangga saja, ini
juga menyadarkan kita bahwa hanya menjadi ibu rumah tangga itu adalah pekerjaan
yang super mulia.
Di novel ini aku penasaran sama
Thariq, kakak laki-laki Asyila – guru mengaji Aliyah. Cowok ini digambarkan
Aliyah sebagai cowok yang ganteng, tapi dingin. Cuma, kalau sudah kenal Thariq
ini menyenangkan. Duh, moga-moga di seri ketiga dia lebih banyak punya peran.
Kalau Thariq ini sama Ajeng, seru kali ya.
Seri ketiga nanti fokusnya ke Ajeng.
Setting pindah ke Bangkok. Sayang, saat ini belum punya bukunya. Ada yang mau
beliin? Nggak usah deh, ntar ngrepotin.
Balik ke cerita. Untuk endingnya,
gantung. Yah, maklum, masih ada novel sekuelnya.
Rating 2,8 dari 5 bintang.
Ku akui buku ini tuh religinya terasa banget. Klop deh sama aku yang emang suka banget sama novel romance yang berbau religi. Tetapi masalahnya, aku kurang nyama aja dengan gaya bahasanya yang dipakai kak dyah, terlebih lagi ceritanya ngegantung, huft. Barang kalai ini pasti gara-gara selera bacaan tiap orang yg berbeda-beda kali yak, jadinya aku kurang menikmatinya.....(Btw, sebelum komen disini aku bela-belain baca ceritanya dulu lho di Ijak, biar bisa ngasih tanggepan gitu disini, hehe)
ReplyDelete