Penulis : Winna Efendi
Penerbit : Gagasmedia
Tahun Terbit : 2012 (Cetakan Ketujuh)
Halaman : vi + 282 hlm
ISBN : 9797803074
Harga : Rp. 41.500
Apa yang paling misterius
dalam hidup? Aku menjawabnya, yang paling misterius dalam hidup ya hidup itu
sendiri. Dia punya banyak rahasia, entah tentang masa lalu, entah tentang masa
depan yang belum kita singgahi.
Sama seperti dua orang
sahabat yang terjerat misterinya hidup. Mereka mencoba menebak, meraba apa yang
akan terjadi. Sayangnya, mereka salah kaprah menebak satu hal dalam hidup
mereka, yaitu tentang cinta.
“Cinta selalu mengendap-endap di
belakangmu. Suatu saat, tiba-tiba, kau baru sadar cinta menyergapmu tanpa
peringatan.” – Natsu
– Hlm. 104
Persahabatan yang terlalu
kental antara Ai dan Sei membuat mereka tak bisa membedakan rasa cinta atau
sayang sebatas sahabat. Namun, saat waktu menyadarkan mereka, apa yang
sebenarnya ada di hati mereka, satu sosok hadir di tengah persahabatan mereka,
Shin.
Bagi Sei, melihat Ai
bahagia bersama Shin bukan sebuah pisau yang melukainya. Walaupun tak dia
pungkiri, kecewa itu pasti. Dan dia mencoba lari pada cinta yang lain, Natsu.
Sayang, kebahagiaan tak
selamanya bisa setia, karena saat kabar kematian Shin menyeruak, kebahagiaan
itu ikut pergi bersamanya.
“Kehilangan karena patah hati masih lebih baik
dari pada kehilangan orang yang disayangi akibat kematian, menurutku, karena
pada kasus yang kedua kita tidak mampu melihat orang itu lagi.” – Sei – Hlm. 157
“Kehilangan memiliki cara tersendiri
untuk mengubah orang-orang yang mengalami…” Ayah Ai hlm. 253
“Di dunia ini, ada beberapa hal yang
disebut takdir−sisanya adalah pilihan.
Jangan sesali sesuatu yang sudah ditentukan takdir, karena tanpa kesulitan dan
kesedihan, kita tidak akan benar-benar menghargai kebahagiaan.” – Ayah Ai –
Hlm. 253
Konflik yang sebenarnya baru
dimulai setelah kematian Shin. Sei diuji habis-habisan. Satu sisi dia hancur
karena kematian sahabatnya, satu sisi dia harus kuat karena hanya dia yang bisa
menopang Ai yang porak poranda di tinggal tunangannya. Belum lagi, dia harus memilih tetap pindah
dari apartemen dan tinggal bersama Natsu sesuai rencananya semula, atau tetap
tinggal di sisi Ai yang berarti harus melepaskan Natsu dan menyakiti gadis yang
sangat mencintainya.
“…, hal terpenting dalam cinta adalah persahabatan, dan hal
terpenting dalam persahabatan adalah cinta.” – Shin – Hlm. 277
Novel Ai karya Winna
Efendi lagi-lagi mengangkat tema persahabatan menjadi cinta. Yang di awali
kisah konflik batin Sei yang mencintai Ai diam-diam. Dia merefleksikan segala
ketulusan dan rasa sayangnya dengan selalu ada untuk Ai. Di bagian ini, bagian
dimana sudut pandang cerita diambil dari Sei, aku merasa cerita terlalu datar
meski konflik terus dimunculkan. Mungkin ini dipengaruhi karakter Sei yang
memang datar, pendiam, dan tenang.
Untunglah, saat konflik
semakin memuncak, yaitu saat kematian Shin, suasananya semakin terasa menegang
pula. Memang bukan karena emosi Sei, namun lebih pada Ai.
Ai yang ceria tergambar
jelas dari cerita Sei. Shin yang selalu tahu banyak hal, baik, perhatian dan
penuh semangat juga tertangkap jelas dari kisah dari sudut pandang Sei dan Ai.
Karakter mereka masing-masing berhasil dibuat dengan sempurna. Aroma Jepangnya
pun cukup terasa. Aku acungi jempol buat Winna Efendi yang berhasil
menyampaikan cerita dengan setting Jepang dan penokohan Jepang yang nggak cuma
tempelan.
Jika bagian pertama
diceritakan dari sudut pandang Sei. Bagian kedua diceritakan oleh Ai. Di bagian
ini, Ai seperti melanjutkan cerita Sei, artinya Ai bercerita tentang kisah
mereka setelah Shin pergi dan beberapa flashback
sebelum Shin pergi, lebih tepatnya flashback
tentang kenangan mereka berdua atau mereka bertiga.
Aku lebih suka saat Ai
bercerita, meski rasa datar kadang kala kembali mengganggu. Namun, kisahnya
bersama Shin dan misteri hatinya pada Sei membuat cerita lebih bergelora.
Bagian yang membuat
hatiku paling tersentuh adalah dialog Ai pada dirinya sendiri di halaman 272 –
273. Saat itu dia mengucapkan permintaan maafnya untuk Sei, yang tak bisa dia
ucapkan secara nyata pada pria yang berdiri di depannya.
Ada satu bagian yang
membuat aku terganggu. Tentang memori yang diingat Sei saat umur 2 tahun. Aku
nggak yakin anak umur 2 tahun bisa ingat kejadian yang dia lalui meski kejadian
itu memang memoriable banget.
Cover versi baru |
Covernya aku lebih suka
cover lama. Kesan warna kalemnya cocok dengan karakter novelnya. Sedangkan
untuk cover baru yang warnanya lebih ceria terasa sedikit keluar jalur. Dan
untungnya, aku memiliki novel cover versi lama hasil beli second beberapa bulan
yang lalu.
Sebenarnya, aku sudah
merencanakan memberi 2 bintang saja. Namun, karena aku mulai merasakan konflik
yang mulai memuncak di saat Shin meninggal, dan kesan datar mulai ada warna,
aku menaikkan nilainya menjadi 3 dari 5 bintang.[]
Tulisan ini diikutan dalam Indonesian Romance Reading Challenge 2014, dan Winna Efendi's Book Reading Challenge 2014.
Aku juga lebih suka cover lama, karena pada dasarnya aku memang suka warna biru, hehehe...
ReplyDeleteKeren euy udah buat PR yang pertama ;)
Hihih...iya. Makasih Mbak Luckty yang udah berkunjung ke rumahku :D
ReplyDeleteTapi menurutku cover lama dan baru sama aja hehe.
ReplyDeleteBtw salam kenal, kunjungi juga blog saya di adeliaayuuu.blogspot.com :)
Adelia : Iya sih, emang agak mirip. Mungkin kalau cover lama pakai warna yang lebih lembut akan lebih cocok : D
ReplyDeletekayaknya novel mbak Winna selalu mengangkat tema sahabat jadi cinta ya :)
ReplyDeletePeri Hutan : Iya, tapi untuk yg Melbourne agak beda. Mereka di mulai dari cinta, jadi teman, dan balik lagi jadi cinta. :D
ReplyDelete