Jika Akhir Tahun 2013 di
tutup sama gunung. Ternyata, awal tahun 2014 lagi-lagi harus gunung, dan dua
hari kemudian gunung lagi. Mantap nih kaki!
Anak Gunung Kelud |
Sebelum kesana, kita
mampir dulu makan di Rumah Lawas. Nasi pecelnya enak banget plus murah gilaaaa.
Sayang, waktu enak-enaknya makan, mag aku kumat. Nggak papa, aku selalu siap
sedia obat mag. Habis makan kita langsung lanjut ke Kelud pake mobil Avanza
sewaan dari Surabaya.
Di pinggir jalan menuju
kelud banyak kebun Nanas, sayang nggak ada buahnya. Oh, banyak juga para
pesepedah gunung.
Sampai di parkiran
pertama, si supir yang pobia tinggi langsung nyerah waktu tahu medannya nanjak
tinggiiiii plus nikung. Akhirnya, kita naik ojek. Untung kita-kita ahli nawar.
Harga awal ojek Rp. 30.000 PP, kena Rp. 20.000 PP.
Naik ojek ke lokasi Kelud
benar-benar asik, seru, mantap banget! Kayak naik roller coster plus sopirnya
welcome banget di ajak ngobrol. Jadi, yang suka tantangan, jangan naik mobil ke
atasnya, naik ojek aja.
Terowongan Menuju Lokasi Wisata Gunung Kelud |
Foto berlatar belakang tebing eksotis |
Sampai di lokasi, angin
gunung yang segar terasa sekali. Tampak hijaunya bukit, dan curamnya jurang. Dan
waktu mandang ke atas, kita akan disambut tebing tinggi yang sisinya seperti
dipahat. Sebenarnya tebing itu tempat favorit para pemanjat tebing. Kdari jauh
kelihatan eksotis banget.
Nggak pingin buang-buang
waktu, langsung deh jalan ke atas. Tampak jalan setapaknya benar-benar dirawat
pemerintah, dan kita juga ngelewatin terowongan yang nggak terlalu panang.
Saran saja, siapkan senter soalnya ada beberapa tempat yang gelap banget. Oh,
ya terowongan itu pernah di pakai syuting Tukul Jalan-jalan. Jadi, ehem…agak
serem, ya!
Sampai di atas kita
ketemu anak gunung Kelud yang benar-benar ada di depan mata dan jaraknya dekat
sekali. Ternyata, saat melihat foto-foto sebelum anak gunung Kelud lahir,
tempat itu adalah danau yang indah sekali. Namun, perlahan muncul gumpalan yang
mirip tumpukan batu bara yang masih menganga apinya. Sekarang tumpukan itu
tinggal tanah hitam yang kelihatan gembur.
Monumen Arch de Triophe, Paris |
Monumen Simpang Lima Gumul, Kediri |
Senin pagi jam 9 aku
berangkat lebih dulu dari pada rombongan, karena aku dan adikku yang kebagian
beli tiket kereta di Stasiun Madiun. Habis dapat tiket, sarapan dulu di tempat
makan favorit, Glory ayam bakar di Jalan Salak, Madiun. Makan disana, dua orang cuma habis 27 ribu padahal tambah
tempe dan cah kangkung plus tambah nasi satu piring.
Setelah kenyang, jalan
dulu di Matahari Mall, Madiun sambil gotong ransel lumayan berat. Mampir dulu
di Gramedia beli buku Rhapsody-nya Akang Mahir Pradana, trus beli snack dan air
minum di supermarket. Abis itu karena capek, nongkrong aja di food court karena kereta baru jalan jam
setengah tiga sore. Masih lama banget!
Untung kereta cukup on time. Jam tiga kurang udah berangkat
dan kita sampai di Jogja disambut hujan rintik-rintik yang lama-lama bisa bikin
jaketku basah juga. Hal pertama yang kami lakukan cari hotel di gang
Sosrowijayan.
Syukurlah, sebelum hujan
beneran deras, kita udah dapat kamar di Lucy Losmen. Lokasinya gang pertama
dari arah Stasiun Tugu belok kanan. Jalan terus sampai ketemu gang kecil belok
kanan lagi. Kamar yang aku tempati terdiri dari dua bed besar dengan kamar mandi bersih, kipas angin dan televisi
dengan harga Rp. 335.000 untuk tujuh orang. Murah kan?
Hujan makin lama makin
deras, tapi aku yang emang penasaran sama suasana Malioboro di malam hari nekat
keluar sebentar pakai payung. Saat itulah aku menemukan toko buku bekas yang
menjual pernak pernik khas Jogja dan kartu pos. Tempatnya keren banget meski
nggak luas. Bukunya sih kebanyakan buku luar dengan berbagai bahasa. Sayang
banget aku nggak sempat foto tempat itu. Habis dari sana aku balik lagi ke
penginapan, soalnya jalan sendiri berasa jomblo ngenes. Hehehehe
Penampakan toko buku, dapat dari Google |
Sampai penginapan aku
bujukin si Manda buat nemenin. Dia yang lagi frustasi jagoannya si Persija
kalah main, akhirnya mau di ajak keliling Malioboro sambil hujan-hujanan.
Malioboro di malam hari
dengan suasana hujan tampak tak seramai biasanya. Lampu-lampu mobil berpendar
satu arah saat aku dan Manda bergerak terus tanpa tahu mau kemana. Namun, saat
melihat Mall Malioboro dan melihat tulisan Gramedia besar-besar, si Manda
teringat ada bazar buku di sana.
Kita berdua jalan dengan
pedenya ngalur-ngidul bawa payung basah. Masuk Gramedia nggak ada penitipan
barang, payung basah terpaksa tetep ikut masuk. Hihhi…biarin deh. Ah, iya aku
jalan ke Mall pakai sandal jepit dekil punya keponakanku. Hehehehe.
Sesaat hidungku menangkap
bau kopi saat keliling mall. Ternyata, ampun Tuhan ada Jico di sana!!! Dia melambai-lambai
bikin kaki pingin mampir. Karena nggak bawa uang, bahkan ponsel, aku menyugesti
diriku sendiri “Pura-pura nggak
lihat…pura-pura nggak lihat!” Pokoknya, kita berasa gembel sok tajir saat
itu. Hihihihi.
Paginya kita jalan dari
penginapan sampai ke alun-alun. Gilaaa….jauh juga bo’! Kaki lumayan
cenut-cenut. Balik dari alun-alun baru beli sarapan soto ayam yang semangkoknya
Rp.6.000. Senangnya, soto nggak berasa manis, karena aku benci masakan manis.
Pulang dari jalan-jalan
pagi, iseng tanya harga mobil kalau nganterin ke Gunung Merapi. Katanya Rp.
300.000 nanti nggak perlu sewa Jeep. Dan bodohnya kita percaya aja! Padahal
kita sering browsing ke sana mesti harus sewa Jeep kayak di Bromo.
Akhirnya, kita cuzzz ke
Merapi setelah mandi (Ketahuan deh jalan ke alun-alun pada belum mandi).
Museum Sisa Hartaku |
Indahnya Gunung Merapi dari atas bunker |
Puas ambil foto, balik ke
Jeep. Ternyata Jeep kurang sehat, jadi ganti mobil. Sopirnya makin ramah, plus di puterin lagu dangdut, seneng deh
para penumpang.
Lokasi berikutnya adalah
batu alien. Eh, iya lho, kalau dia amati batu besar itu emang mirip wajah
manusia. Kita juga mampir ke tambang pasir yang dalamnya masih panas buat ambil
foto sebentar. Lanjut ke kuburannya Mbah Marijan. Abis itu balik ke parkiran
buat balik ke Jogja.
Ini Jeep kedua yang ngantrin kita |
Batu Alien |
Malesnya, sopir mobil itu
suruh nganterin ke mana-mana nggak mau. Padahal pingin banget makan di Rumah
Makan Ruminten. Jadilah kita minta di anterin ke Mall lagi. Niatnya mengulur
waktu di MCD, tapi satu jam di sana bosen juga. Akhirnya kita jalan ke Stasiun
Tugu. Padahal masih empat jam kereta baru berangkat.
Iseng deh kita jalan
lagi, nyari becak harga Rp.15.000 sampai ke alun-alun, tapi nggak ada. Pilih
naik taxi aja yang ternyata lebih murah, Rp. 30.000 sampai alun-alun Lor. Supirnya
baik banget, sebenarnya dia mau dibayar Rp. 25.000. Tapi, karena nggak enak
kita bayar Rp. 30.000. Nama sopir taksi itu Pak Sigit.
View kolam Taman Sari dari atas pagar |
Sama Pak Sigit kita di turunin
di alun-alun lor. Dari situ kita langsung jalan ke Taman Sari. Tanya satu kali,
ketemu deh sama lokasinya. Sayangnya kolamnya sudah tutup. Nggak papa, kita
bisa naik di atas pagar, viewnya lebih bagus.
Abis dari Taman sari
nyoba nyebrang Ringin Kembar. Dan aku gagal dua kali. Hikz! Jam terus berjalan,
dan nggak ada taxi lewat, harga becak mahal banget. Pilihan terakhir jalan kaki
sambil nyari taksi atau becak yang harganya agak miring. Di Alun-alun Kidul
akhirnya kita dapat becak seharga Rp. 20.000 sampai Stasiun Tugu. Dalam hati
aku udah berdebar-debar takut ketinggalan kereta karena waktunya udah mepet
banget.
Sampai di Stasiun Tugu,
kita salah turun. Dikira tukang becaknya kita sudah pegang tiket jadi kita
diturunin di jalan masuk stasiun lewat jalur trowongan Padahal tiket masih
dibawa rombongan yang nunggu di stasiun dan waktu kita sama keberangkatan
kereta makin mepet. Panik…panik deh!!!
Akhirnya lari ke arah
parkiran biar bisa nyampe ke depan Stasiun. Sampai depan Stasiun diumumin
keberangkatan Kereta api Madiun Jaya ditunda sampai pukul setengah delapan malam.
Langsung ngakak deh kita. Syukurrrrr!!!! Terima Kasih Tuhan! Tapi, tetap kena
marah karena bikin rombongan yang lain panik.
Dan, kita sampai rumah
jam 1 malam. Alhamdulillah!
Dua Trip dalam tiga hari
berturut-turut benar-benar pengalaman tak terlupakan, meski yang di Jogja lebih
berkesan dengan kejadian-kejadian yang perlu dicatat bahwa nyari taxi di
Alun-alun Lor itu susah minta ampun kecuali kamu telepon ke agennya yang
berarti kamu harus bayar sesuai argo nggak pakai tawar menawar. Dan, meski asik
main, jangan lupa kereta api nggak mau nunggu, dia selalu minta di tunggu.
Jadi, jangan main-main sama kereta api. Oke?
Begitulah kisah
perjalananku. Kita sambung lagi di perjalanan berikutnya. See you! []
Itu yang toko buku bekas lokasinya di Malioboro ya?
ReplyDeleteIya, itu di malioboro. Tepatnya di gang pertama malioboro dari arah stasiun tugu. Nama gangnya Sosrowijayan.
ReplyDelete