“Oh, susah banget, sih
nih!” keluhku saat menarik bagian pinggang dress
panjangku agar terlihat sedikit rapi. Tapi, kayaknya agak sia-sia karena
sepertinya berat badanku naik sekilo lagi, dan…yah, dress ini terlihat sangat ketat di badanku.
Oke, ini lebih baik, batinku sebelum berjalan ke arah pintu ballroom tempat diadakannya acara ulang tahun Pak Gunadi, salah
seorang pemegang saham terbesar di perusahaanku.
Pintu di buka. Wao…ternyata
pesta ini cukup meriah juga. Dan, sepertinya aku termasuk orang yang telat
datang.
Aku masih berdiri di
ambang pintu, mengamati adakah orang yang bisa menjadi tujuanku berjalan
sekarang? Ada, di sisi sayap kiri gedung terdapat segerombolan cewek dari
devisiku. Yey…aku tersenyum dan langsung melangkah pasti.
“Hai, guys!”
Sapaanku membuat mereka
semua menghentikan percakapannya dan memilih menyambutku dengan hangat.
“Lo, kemana aja, sih
neng!” Gina menyapaku dan langsung mencium pipiku. Bau parfum Chanel nomor 5
menyeruak di hidungku.
“Masih ganti baju. Lumayan
ribet pakek gaun beginian.” Jawabku dengan senyum simpul.
“Nay-Nay, makanya diet,
dong biar kurusan!” selalu saran yang sama. Bosan!
“Iya, Ney. Tahu diet ala─siapa itu yang pesulap itu?” tanya Kesya ke arah Nindi yang
berdiri di sampingnya.
“Deddy Coubuzer.” Jawab Nindi
singkat.
“Nah, itu!” lanjut Kesya.
“Si Caca anak devisi marketing tahu ‘kan? Yang dulu agak gendutan itu sekarang kurus,
lho. Katanya dia turun 5 kilo.”
“Serius?” beberapa cewek
di kanan kiriku mulai terpancing.
“Iya, dia cerita sendiri,
kok sama aku! Kamu coba aja deh, Ney!” Keysa mencubit lenganku gemes. “Kalau
kurusan dikit, pasti kamu tambah cantik.” Lagi, si Kesya mencoba membuatku
menuruti sarannya.
Aku hanya bisa tersenyum
sok tulus dan mengangguk. Aslinya, nyesek juga jadi bahan pembicaraan, apalagi
bukan sesuatu yang patut dibanggakan dariku yang mereka angkat, tapi karena
berat badanku.
Memang kenapa, sih sama
cewek gendut? Aku yang jalani ngerasa baik-baik aja, kok! Yah, tapi meski kadang
tetep ada masa-masa dimana aku ngerasa nggak nyaman juga, kayak malam ini.
Sebenarnya, aku udah usaha
buat kurusan. Contohnya, beberapa kali aku ikut senam untuk menurunkan berat
badan, nggak ngaruh juga tuh! Trus minum jamu dan obat pelangsing, yang ada aku
malah diare. Trus gimana, dong? Nggak usah makan? Mati dong!
“Ney, ada pelangsing
herbal, kamu minat?”
Suara cowok dari arah
belakangku membuatku langsung berpaling padanya. Evan, arg…dia pasti mau nyela.
Kenapa sih manusia nyebelin ini bisa tiba-tiba menclok digerombolanku?
Kutatap dia dengan
pandangan sebal, “Kamu pernah dilempar sepatu hak 12 centi?” tanyaku ketus.
“Kenapa? Nggak percaya?
Banyak kok yang udah coba dan berhasil kurus. Mungkin, kamu emang butuh obat
itu juga!” bukannya tutup mulut dan menjauh dariku, Evan memilih tak menanggapi
ancamanku dan meneruskan leluconnya yang nggak lucu.
“Aku nggak mempertanyakan
pertanyaan bodohmu, Van!” jawabku semakin ketus.
Dia malah tertawa
terbahak, beberapa teman cewekku yang masih ada di sekitarku tampak menaikan
alisnya.
“Atau mungkin kamu udah
nggak ngerasa – “dia mengembungkan pipinya, mengejek pipiku yang “oke” emang
tembem…banget!
“Menurutmu?” tanyaku balik.
“Menurutku makin…” dia
mengembungkan pipinya lagi dan menangkupkan kedua telapak tangannya ke pipinya,
seperi memberikan penekanan kalau aku itu tembem banget.
Kuputar bola mataku
dengan super kesel.
Dia melangkah
mendekatiku, “Trus kalau kenyataannya kayak gitu, kenapa kamu marah?” bisiknya.
Sekelebat, desah nafas
Evan yang menyentuh daun telingaku membuat aku reflek menjauhinya.
“Aku nggak marah!”
jawabku sedikit terlalu terburu-buru.
“Kalau nggak marah,
berarti kamu lebih suka gendut!” ini bukan pertanyaan. Ini sebuah opini yang
asal nyablak khas si Evan.
Oke, kali ini aku merasa
sudah masuk ke dalam perangkapnya.
Aku mendengar beberapa
orang di belakangku tertawa. Kucoba melirik ke sekitarku, ternyata kami sedikit
menarik perhatian beberapa orang, dan mereka malah menonton perdebatan kami. Oh, God! Suatu saat aku bakalan membunuh
kamu, Evan!
Kufokuskan lagi mataku ke
arah pria di depanku. Sekarang, dia sedang tersenyum menang.
“Aku sudah berusaha
sabar, ya Evan!” Kucoba memperingatkannya. “Tapi, kamu itu dikasih hati malah
minta jantung!”
“Lho, emang kenyataannya
kayak gimana, sih? Kamu lebih suka gendut atau ideal?” tanyanya lagi tanpa rasa
bersalah. Sepertinya, dia malah menikmati sekali penderitaan jiwa ragaku. Sial!
Aku tersenyum, lebih
tepatnya memaksakan tersenyum. “Proyek kamu yang sama perusahaan Singapura itu
gimana perkembangannya?” kualihkan topik pembicaraan kami. Semoga berhasil, karena
aku makin nggak tahan dengan serangannya.
“Pertanyaanku belum kamu
jawab, Neyna!” dia terkekeh rendah.
Aku terpejam, lagi-lagi
berusaha bersabar. “Pertanyaan yang mana?” tanyaku sok lupa.
“Kamu lebih suka, A. Gendut, B.
Ideal.”
“C!” jawabku ngawur. Dan itu
memancingnya untuk ketawa makin kencang, diikuti beberapa orang yang
menyaksikan duel kami.
“Adakah keinginan untuk ideal? A.
ada, B. Tidak.”
“Ah, di depan kantor ada yang buka
restoran soto kuali. Kita wajib coba, deh kayaknya!” Aku tersenyum ke arahnya.
“Kamu mau kualinya?” pertanyaan bodoh
lagi darinya.
“Trus aku lempar ke mukamu?”
Kulampiaskan kemarahanku untuk terakhir kali. Lalu, aku bergerak
meninggalkannya.
Dia tertawa terbahak-bahak. Erg,
nggak rela rasanya melihat dia menang begitu.
Oke, cukup sampai di sini aku tetap
bertahan di pesta yang sebenarnya bakalan asik, tapi ternyata kayak neraka
gara-gara si Evan gila.
Damn it, Evan!
***
Terinspirasi dari salah
satu percakapan
Di Aplikasi Whatsapp
antar anggota
Group Gank Bodhoeh
haaahahahaha.... :D
ReplyDeleteAnonim? Siapa ini?
ReplyDeleteAhhh.... Panjul alias si Fanfun alias si Evan....hahaha....
ReplyDeleteDitambahi lagi boleh nih
ReplyDeletebagus tuch
ReplyDeletebisa jadi referensi
Fanfun : Aku butuh inspirasi darimu
ReplyDeletePras : Referensi? Ge mendekati pan?
To Be Con...
ReplyDeleteTenan mbak? Oke, bagian ke 2 tak posting ah! Hehehehe *senyum iblis
ReplyDeleteYang kedua makin huuuooootttt
Di paragraf pertama dan beberapa kalimat selanjutnya terlalu banyak serangan "ku", yang sebenarnya kalau dihilangkan pun gak ada pengaruhnya. Ex : Kulangkahkan kakiku - bisa diefisienkan lagi jadi - kulangkahkan kaki. Sedikit share ilmu, maaf, moga berkenan. ^^
ReplyDeleteMuh. Agus. : Benar juga. Hehehehe... makasih masukannya. Seneng, nih dikasih ilmunya. Jangan kapok buat ngasih aku kritik dan sarannya, ya
ReplyDelete