Penulis : Sefryana Khairil
Penerbit : Gagasmedia
Genre : Adult, Romance
Terbit : 2010 (Cetakan ketiga)
Tebal : viii + 260 hlm
ISBN : 979 – 780 – 369 – 4
Harga : Rp. 35.500
“Sarah nggak tahu bagaimana menjelaskan rasa tertariknya pada
Nabil. Yang pasti, dia merasa Nabil adalah dunia untuk dipijaknya.” – hlm. 21
Dan mulai saat itulah
cinta berbeda agama ini mulai diperjuangkan. Ternyata, cinta mampu memaksa
Sarah untuk melakukan pengorbanan besar, berpindah agama dan dijauhi oleh papanya.
Kemudian, Sarah memutuskan menikah dengan Nabil, tanpa restu sang papa.
Di awal pernikahan, semua
tampak indah. Meskipun dalam hati Sarah selalu ada yang kurang. Dia belum
merasa tenang sampai mendapatkan restu papanya. Sayang, restu itu tak pernah didapatnya.
Sang papa terlalu cepat pergi, membuat Sarah sangat merasa kehilangan.
Rumah tangga Nabil dan
Sarah mulai diuji. Dari sikap Nabil yang mulai berubah saat mengetahui Sarah
hamil. Kemudian, Sarah semakin dekat dengan agamanya sekarang – Islam. Dia
mulai rajin salat, bahkan mencoba mengenakan hijab. Tapi, tampaknya apa yang
dilakukan Sarah bukannya membuat Nabil senang, tapi sebaliknya. Nabil tak suka
dengan perubahan pada Sarah. Dia ingin Sarah tetap seperti dulu.
“Perubahan. Berubah. Setiap orang pasti berubah. Termasuk
gue, lo, atau siapa pun… Memang nggak serta-merta kita bisa menerima perubahan,
tapi pelan-pelan… Gue yakin lo pasti bisa menerima perubahan Sarah.” – Rizky – hlm. 188
Sayangnya, apa yang ada
di hati Nabil tak pernah dia ungkapkan. Dia memilih memendamnya dan hanya
memperlihatkan ketidaksukaannya dengan ekspresi saja. Kalaupun dia
mengungkapkan ketidaksukaannya, dia malah terkesan kasar.
“Mungkin, gue yang nggak tahu dari
sisi mana cinta melihat, Ky. Gue cuma tahu cinta dilihat oleh mata gue
sendiri.” – Nabil –
hlm. 188
Sarah mulai bingung
dengan segala keadaan yang dihadapinya. Sarah mulai tak mengenal pria yang
dipilihnya. Dia berusaha untuk bertahan. Tapi, Nabil semakin lama semakin
menjadi. Akankah cinta itu bisa bertahan?
“Mencintai bukan kemarin atau besok,
melainkan hari ini. Kita punya masa lalu, kita juga punya bayangan masa depan,
tapi kita tidak tahu hari ini akan berakhir kapan.” – Gladys – hlm. 234
Dongeng Semusim, karya Sefryana Khairil. Sebuah kisah tetang sepasang suami
istri yang mencoba mempertahankan sebuah biduk rumah tangga. Sebuah cerita yang
mengajak pembaca menyadari bahwa sebuah komunikasi dan kejujuran adalah modal
penting dalam jalinan asmara.
Sayangnya, Nabil tak tahu
tentang itu. Dia memendam apa yang seharusnya dia katakan pada istrinya. Dia
juga tak pernah mau menerima perubahan. Padahal, manusia hidup selalu berjalan
bersama perubahan sekecil apapun. Ya, Nabil adalah cowok dengan karakter egois,
dan keras kepala.
“Nggak selamanya hidup berjalan
sesuai keinginan kita. Kadang-kadang, kita juga harus memandang sesuatu dari
kacamata orang lain.”
– Aan – hlm. 146
Berbeda dengan Nabil,
Sarah diciptakan menjadi cewek yang mencoba tak mau kalah dengan keadaan. Sarah
adalah istri yang baik, yang mau mencoba mengalah untuk kebaikan bersama. Tapi,
Sarah tetaplah manusia biasa yang kadangkala tetap saja lemah dan punya titik
lelah.
“Bukannya dia pilihanku, Dys? Aku
begini karena dia. Aku berusaha demi dia. Dan, kamu juga bilang, Tuhan tahu aku
bisa melindungi Nabil jauh dari dirinya sendiri, kan?” – Sarah – hlm. 161
Membaca novel ini aku
jadi merasa disindir sendiri. Aku lahir sebagai muslim. Tapi, ketekunan untuk
mempelajari agama masih kalah dengan mualaf seperti Sarah. Kenyataan itu juga tergambar
jelas pada Nabil yang sejak lahir sudah muslim. Dia tampak tak terlalu mau tahu
tentang agamanya. Bahkan, Nabil terkesan lupa dia itu beragama apa.
Keadaan Nabil dan Sarah
tampak begitu kontras. Sarah begitu bersemangat mempelajari agama barunya. Dia
rajin salat, bahkan berniat memakai hijab. Perubahan padanya begitu indah.
Tapi, anehnya suaminya malah tak menyukai itu.
Dari dua tokoh utamanya
saja, penulis berhasil menceritakan apa yang ingin dia sampaikan. Karakter
tokoh-tokohnya juga sangat kuat. Nasihat-nasihat yang ingin dicurahkan tampak
lembut dituturkan sehingga tak tampak mengajari pembaca.
Sayangnya, aku tak
menyukai pilihan nama tokoh pria utamanya. Kenapa harus ‘Nabil’? Menurutku,
nama itu lebih identik dengan cewek. Nabila, itu nama anak tetanggaku. Makanya,
saat membaca nama Nabil, aku mengira dia tokoh ceweknya, meskipun nama
panjangnya bukan Nabila.
Juga bagian akhir, ending-nya, menurutku malah kurang
mantap. Akah lebih asyik kalau cerita berakhir di Bab 13 saja. Taste yang ditinggalkan lebih terasa
menyentuh, dan menimbulkan bekas.
Untuk novel yang
mengambil POV orang ketiga, pembagian cerita sangat balance sekali. Inilah contoh penulisan POV orang ketiga yang
mendekati sempurna.
Terkadang, penulis lupa
kalau mereka menulis dengan POV orang ketiga. Mereka begitu asyik bercerita
dari sudut salah satu tokoh. Untuk tokoh lainnya memang tetap punya porsi,
namun tidak seimbang.
Oh iya, meskipun novel
ini tentang kehidupan suami istri, tapi sangat-sangat aman dibaca pembaca usia
berapapun karena tak ada adegan dewasa sama sekali.
Rating untuk novel ini
3,2 dari 5 bintang.
Wah, reviewnya keren, novel ini cukup menarik memang... oiya, klu ada yang mau beli, di toko buku kami masih ada ya...
ReplyDelete