Penerbit : Bukune
Genre : Fiksi, Romance
Kategori : STPC, Adult, Family Drama,
Traveling
Terbit : Nopember 2013
Tebal : viii + 292 hlm
ISBN : 602 – 220 – 116 – 0
Harga : Rp. 54.000
Sejak kecil, dalam hidup
Kara hanya ada Yangkung dan Yangti. Tak ada ayah, tak ada ibu. Mulanya, kedua
sosok ini terasa cukup. Namun perlahan, semakin bertambahnya umur Kara, masalah
ayah dan ibu menjadi polemik dalam hidupnya.
“Mungkin itu sebabnya memori baru terekam
pada masa balita. Mungkin, itu sebabnya kita tidak bisa menampung semua
ingatan. Karena, ternyata manusia butuh lupa untuk menghapus luka.” – hlm.
101
Siapa ayahnya? Siapa
ibunya? Pertanyaan demi pertanyaan tersusun tumpang tindih dalam benaknya.
Sesekali, Kara mencoba mencari jawaban dari Yangkung dan Yangtinya. Namun, tak
satupun jawab yang mampu memuaskan dahaga Kara. Semakin lama, Kara juga semakin
paham, pertanyaan-pertanyaannya bisa melukai Yangkung dan Yangtinya. Maka, Kara
hanya bisa menumpuk semua itu bertahun-tahun, sampai dia dewasa.
“Matahari musim panas memamerkan
diri, seolah mengingatkan diri Kara bahwa kelabu harus lebih dulu menyapa agar
ia bisa menghargai terang yang menghampiri.” – hlm. 284
Lalu, tadir membawa Kara
ke negeri kincir angin, Belanda. Di sana, Kara bertemu Rein. Dia sadar, ada
sesuatu yang menyusup di hatinya. Sayang, sikap Rein yang sering kali timbul
tenggelam di hidup Kara, membuatnya ketakutan. Kara takut ditinggalkan, sama
seperti dia ditinggalkan ibunya.
Sebenarnya, Belanda
adalah pintu masuk menuju jawaban-jawaban dari pertanyaan Kara. Hanya satu yang
diperlukan Kara, beranikah dia membuka semua lembar jawaban itu?
“Orang bilang, harapan itu seperti
awan. Beberapa berlalu begitu saja, tetapi sisanya membawa hujan.” – Rein
“Kalau begitu, semoga saja awan yang
memayungi kita akan membawa hujan dan mengabulkan harap.” – Kara – hlm.286
Holland, novel seri Setiap Tempat Punya Cerita yang mengajak kita untuk
jalan-jalan sekaligus menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Kara.
Keindahan Belanda berhasil
dilukiskan penulisnya dengan baik. Bahkan, dia berhasil mengkomposisikan
Belanda dengan ide cerita yang dituturkannya. Rasanya, novel ini pas sekali
dengan tema STPC.
Aku suka saat penulis
mengangkat tentang kaitan sejarah Indonesia dengan Belanda. Penulis menyebutkan
tentang puisi Chairul Anwar yang berjudul aku, ditulis di sebuah dinding di
kota Belanda – ini membuatku terpukau. Juga mengetahui bahwa, banyak sekali
jejak sejarah Indonesia yang begitu dijaga di sana, ini salah satu pengetahuan
yang bisa kupetik dari novel ini.
Kalau tentang konflik,
bisa dibilang konfliknya sedikit umum. Namun, karena cara berceritanya bikin
nyaman, jadi terasa enak buat dinikmati. Beberapa teka-teki nggak begitu saja
langsung dibuka jawabannya. Penulis mengajak kita untuk penasaran lebih dulu,
baru akhirnya dibuka bersama ending yang mengharukan.
Karakter Kara menurutku
tipe cewek yang terlalu takut menghadapi kenyataan. Sebenarnya, dia sangat
ingin tahu jawaban dari semua pertanyaannya. Tapi, saat dia sudah memegang kuncinya,
dia terlalu takut untuk memutar kunci itu dan membuka pintunya. Dia takut, apa
yang sudah dia takutkan akan terjadi.
Rein, dia sosok misterius
yang begitu manis. Kehadirannya yang kadang suka datang dan pergi begitu saja,
membuat Rein jadi teka-teki juga. Dan, Kara yang sangat suka menebak, membuat
teka-teki ini semakin seru.
Selain mengenalkan
keterkaitan sejarah Indonesia dan Belanda, Holland juga membuatku semakin
mengenal Belanda dan jadi ingin ke sana. Gedung-gedung tua, kanal-kanalnya,
keindahan bunganya, dan bagaimana orang Belanda hidup, tampak
menyenangkan. Semoga saja keteraturan
Leiden, Belanda, suatu saat bisa diterapkan di Indonesia.
Rating untuk novel ini
3,3 dari 5 bintang.
No comments:
Post a Comment