Yogyakarta, entah berapa kali aku
menyambangi kota ini. Tapi, tak ada kata bosan untuk sering menginjakkan kaki
dan mengeksplor sudut-sudutnya.
Terakhir ke Yogyakarta bulan Januari
2015. Sempat bikin acara backpaker-an yang sangat berkesan di bulan Agustus
2014. Untuk yang backpaker-an, ulasannya bisa dibaca disini.
Kali ini, jalan-jalannya bareng
anak-anak satu lingkungan rumahku. Temen-teman yang jadi dekat karena Karang
Taruna. Tapi, jalan-jalan ini bukan
acara Karang Taruna, ya. Catet. Sekalian klarifikasi, nih. Walaupun, anggotanya sebagian besar memang
anak-anak Karang Taruna.
Sebelum berangkat, ada saja dramanya.
Mulai dari *tit...tit...tit..* udah yang
satu ini nggak perlu dibahas. Lalu, anggota yang tiba-tiba mengundurkan
diri, ada juga yang ngerjain temen-temannya, sok-sok nggak jadi ikut tour, bikin yang lain panik. Dan, yang
sok-sok nggak ikut ini akhirnya beneran nggak ikut karena sakit. Siapa itu?
Jawab sendiri.
Jam tiga lebih kita berangkat.
Lagi-lagi drama part II dimulai. Yang depan nggak mau pakai AC, yang belakang
teriak karena tersiksa kepanasan. Di jalan, drama masih berlanjut, ini mau
langsung ke Parangtritis atau ke Hutan Pinus Mangunan. Oke, diputuskan menuju
ke Hutan Pinus Mangunan. Cuma, ini navigatornya error. Suruh baca GPS malah dibikin
nyasar. Sebut nama pelakunya cc Iskandar.
Anggota nge-trip kali ini. Minus Pan yang ambil foto |
Untungnya, peserta lain tanggap,
kayaknya Mas Kholis. Elf puter balik, dan navigator pindah padaku, dibantu Mas
Kholis. Ya namanya manusia, mungkin tiba-tiba gantian aku yang error. Ternyata,
setelah tulisan Gunung Kidul, itu belok kanan jika dari arah Yogya – kayaknya –
bukan terus.
Setelah hampir tiga puluh menit
perjalanan, ketemu hutan pinus. Tapi, ini Hutan Pinus Pengger, bukan Hutan
Pinus Mangunan. Cuma, mau gimana lagi. Udah 2 yang stor isi perut, si Bos udah
nggak kuat juga, dan stor-nya pas udah turun dari mobil. Si Bu Bidan ternyata
juga K.O. Aduh, kembarannya sakit, masak mau ikut sakit juga.
Mau nggak mau, harus puas sama Hutan
Pinus Pengger. Lumayan, lah, dari pada nggak sama sekali. Ntar, kapan-kapan
Hutan Pinus Mangunan aku sambangin
sendiri, sekalian ke Kebun Buah Mangunan. Info parkir di sini Rp. 10.000 untuk
roda empat. Kalau motor nggak sempat tanya.
Aku masih penasaran sama Hutan Pinus
Mangunan. Jadi, iseng tanya mas-mas yang jaga toilet. Katanya, kalau mau ke
Hutan Pinus Mangunan harus naik lagi sekitar tiga puluh menitan. Udah nggak
mungkin. Cuma aku yang semangat sendiri, kayaknya. Yang lain udah keok.
Hutan pinus ini nggak terlalu luas.
Ada beberapa spot yang bagus, mulai dari rumah pohon, ayunan, batu-batu besar,
dan ada spot di pinggir tebing yang bisa kasih view seperti di bukit. Aku ngiri
sama Bos Ipin & Apit yang bisa naik batu besar di pinggir tebing itu.
Kenapa pas ke sana nggak nemu spot itu. T.T *Apa fotonya diedit aja. Pake photoshop bisa nggak ya?*
Awalnya, mereka nggak terlalu antusias
sama tempat ini, ternyata pada semangat juga foto-foto. Dan, ada satu foto
favorit nih. Silahkan disimpulkan sendiri makna foto tersebut.
*Sebenarnya
tidak seperti yang dilihat. Beneran...Itu aku yang minta pose begitu.
Klarifikasi sebelum sandal melayang dari salah satu si kembar*
Puas ambil foto, kita lanjut jalan.
Sekarang, tujuannya langsung ke Parangtritis. Perjalanan sekitar satu jam. Dan, di pintu
masuk kawasan Parangtritis, kita harus membayar retribusi Rp. 5.000 per orang.
Karena miskomunikasi, sama sopirnya –
yang namanya baru aku tahu sehari setelah
acara ini selesai – mobil langsung meluncur ke Parangtritis, padahal kan
mau ke Gumuk Pasir dulu. Puter lagi. Pakai bantuan GPS – terima kasih banyak pada teknologi modern – akhirnya, ketemu pertigaan
yang menuju ke sana. Padahal ada tulisannya – Gumuk Pasir – cuma dua navigator
di depan ini entah lagi eror atau gimana sampai nggak sempat lihat.
Gumuk di siang hari super panas.
Lagi-lagi, cuma aku yang semangat. Bermodal payung, aku nggak takut panas.
Karena hasil browsing dulu sebelum
berangkat, prepare ku benar-benar
tepat.
Di sini banyak spot foto yang memang
disiapkan untuk para penggila foto. Dari bentuk hati berbunga-bunga, dua kursi
di tengah gurun, sampai membangun fenomena aneh : bunga sakura tumbuh di padang
pasir. Sayang, nggak sempat difoto.
Ngopi dulu, nge-es dulu. Panas!!! |
Info harga parkir di sini Rp. 10.000.
Harga es dan kopi juga masih sangat normal. Kopi instan dengan pilihan merk
tertentu Rp. 5.000, dan Es Rp. 3.000.
Setelah matahari nggak terlalu terik,
kita jalan ke Parangtritis. Parang Kusumo di cancel karena satu pantai dirasa sudah cukup. Tapi, yang mau main
air sepertinya tetep semangat. Yang nggak main air gelar tikar di bawah pohon
sambil ngemil kacang kulit. Sayang banget, keasyikan kita terganggu sama hujan
yang tiba-tiba turun. Jadilah tikar sebagai payung untuk balik ke parkiran. Aku
aman, bawa payung. Makanya, prepare
sebelum berangkat itu super perlu saudara-saudara.
Belum puas duduk-duduk, eh...hujan. Alamat nyuci tikar T.T |
Info : mandi di Parangtritis Rp.
4.000, wudlu Rp. 2.000, Parkir Rp. 20.000. Ini pas weekend, beda nggak ya kalau nggak weekend?
Lanjut lagi, masih satu destinasi
belanja yang ngehits dan wajib disambangin kalau main ke Yogyakarta, Malioboro.
Tempat ini makin malam, makin ramai.
Romobongan terpencar sesuai hati
nurani masing-masing. Aku, Mbak Reny dan Pan pilih jalan terus sambil nyariin
oleh-oleh buat pacarnya si Pan. Jadi inget, dulu pas ke sini sama Gank Bodhoeh
lengkap, nyarinya oleh-oleh buat gebetannya si Bud. Kapan aku ke sini nyariin
*tit...* Males bahasnya, bikin baper.
Sejak kemarin-kemarin, aku punya satu
tujuan ke Malioboro, nyambangin Toko Gunung Mas sama cari celana panjang batik.
Harga jam di Gunung Mas bervariasi dari puluhan sampai jutaan. Dan, aku nemu
satu jam tangan yang pas di hati. Harga agak melenceng dari badget. Sudahlah,
yang penting hati senang.
Celana panjang plus kain pantai juga
sudah kebeli. Celana panjang batik harga Rp.25.000 udah enak banget dipakai.
Nyesel nggak beli dua atu tiga lagi. Ntar deh, bulan Nopember kan ke sana, bisa
beli lagi. Dan, kain pantai cuma Rp. 20.000.
Di Malioboro susah banget di tawar.
Celana sama kain pantai itu cuma dapat diskon Rp. 5.000. Tapi lumayan lah. Trus
Bakpia Patok pilih rasa harga Rp. 15.000, kalau rasa campur lebih murah Rp.
10.000. Geplak 1 kg Rp. 25.000, katanya orang rumah geplak segitu murah banget.
Cari oleh-oleh buat pacar Pan udah,
kaos Hilmi sama Hanin udah, celana batik dan kain pantai ready, oleh-oleh geplak dan bakpia siap, tinggal cari makan. Lihat
jam udah nggak mungkin cari makan yang beneran bikin puas. Kita iklas deh makan
sate padang dan lontong harga Rp. 15.000 satu porsi.
Takut jadi anggota yang bikin lainnya
nunggu, setelah makan kita langsung ke parkiran. Ternyata belum ada orang. Ya
sudah, kami siap menunggu. Semua kembali ke parkiran sekitar jam enam sore.
Setelah itu, selesai sudah trip ini.
Oh, iya... jadi ingat tampang si Bos
sebelum naik mobil untuk pulang. Aku tanya, kurangnya berapa? Nah, muncul deh
wajah frustasinya. Boleh ketawa nggak ya?
Ternyata, wajah frustasi si Bos
adalah biaya tour membengkak. Ini mah
masalah biasa sebenarnya. Harga parkir Malioboro di luar dugaan, Rp. 80.000.
Buset!!! Ini parkir apa ngerampok, ya? Kata sopir Elf kita – Ya udah, panggil saja dia Tiyo – kalau weekend
memang segitu. Motor Rp. 15.000, Bus bisa sampai Rp. 150.000.
Padahal, budget awal kita per orang hanya bayar Rp. 100.000. Mau nggak mau,
ntar kita harus patungan lagi. Aku kira nggak banyak kok. Paling tambah Rp.
17.000 – Rp. 20.000
Berdasarkan pengalaman aku, ke
Yogyakarta bayar Rp. 100.000 itu adalah biaya paling murah yang pernah aku
bayar. Kemarin, naik kereta aja bisa habis hampir Rp. 200.000. Ini Rp. 100.000,
mungkin lebih dikit, udah bisa ke empat destinasi + makan 2 kali. Nggak mikir
sewa motor, nggak mikir nyetir, pulang tinggal tidur sampai depan rumah.
Mungkin, kapan-kapan bisa diulang.
Semoga, nanti kalau bikin acara seperti ini lagi, nggak perlu ada drama, bisa
diperhitungkan lebih cermat untuk pengeluaran, jadi nggak bikin pusing Bosnya.
Terima kasih buat semuanya. Yogya
kali ini tetap memberi kesan, kesan lihat orang menderita di dalam bus nahan
mual, sampai becandaan-becandaan seru ala anak-anak Ngempak. Trus ngakak lihat
Devi mewek karena nggak bisa ikut.
Lagi-lagi hanya foto yang jadi
oleh-oleh. Oleh-oleh yang asli buat sendiri saja.
Salah satu foto favoritku. Makin keren aja nih si Buleknya Hilmi ngambil fotonya. |
Ini just Friend, lho. Jangan aneh-aneh mikirnya. |
Apa yang ada pikirkan? |
Anggap saja aktus itu anak kucing yang kehujanan. *Imajinasi terlalu luas :D* |
Ini pas nunggu yang lain ngumpul, dari pada boring, mending pasang pose |
Ini mesti lagi mikir "Kasur" |
Narasi :
Dian S Putu Amijaya (Ig @dianputu26)
Dokumentasi :
Reny Kusuma (Ig @renykusuma)
Erfan Mukhlas Ali (Ig : fanfunmovie)
Dll (maaf
yang nggak kesebut. Soalnya yg ambil foto random)
Wisata murmer.. Rame rame pastinya akan berkesan seumur hidup.
ReplyDeleteJadi pengen ke jogja juga #ehhh
Murmer,rame ... iya. Cuma rada ribet kalo masalah AC hehehehe... g sehati untuk yg itu
Delete