Penulis : Nakamura Kou
Penerjemah : Khairun Nisak
Penerbit : Haru
Genre : Romance
Kategori : Terjemahan, Novel Jepang
Terbit : Juni 2013
Tebal : 256 hlm
ISBN : 978 – 602 – 7742 – 19 – 2
Harga : Rp. 49.000
Setiap orang di dunia
ini, selalu berharap hidup bahagia bersama semua yang dia sayangi. Begitu juga
dengan Fujii.
Awalnya, harapan itu
tampak baik-baik saja. Namun, jalan hidup tak pernah benar-benar mulus. Anjing
kesayangannya – Book – mulai sakit-sakitan. Tak ada yang tahu sampai kapan dia
akan bertahan.
“Mimpi adalah sesuatu yang sedikit
berbeda dengan hal-hal yang dipikirkan maupun dirasakan, bukan? Dia memang
sesuatu yang juga keluar dari dalam diri kita, tapi seperti sesuatu yang
diperlihatkan di bioskop atau televise, kan?” – Yoshimi – hlm. 123
Di antara perasaan cemas
itu, Fujii berusaha memberikan semangat pada Book dengan mengunjunginya menaiki
sepeda motor lamanya yang – sebenarnya – sudah tak bisa berjalan lagi hampir
empat tahun. Sepeda motor tua itulah yang menjadi saksi pertemuan Book dengan
Fujii. Karena itulah, Book menyukai suara berisi motor tua Fujii.
Berkat semangat dari
pacar Fujii, dia berhasil memperbaikinya dan membawa motor tua itu pulang ke
rumah. Dia berharap, saat mendengar suara motornya, Book akan berlari dan
menyambutnya. Dan, berkat motor tua itu pulalah, Fujii berhasil melamar
kekasihnya meskipun lamaran itu jauh dari kata romantis.
Kisah Book beberapa kali
membuat pacar Fujii merasa tersentuh dan menangis. Gadis itu ingin suatu saat
bertemu dengan Book. Sayangnya, pacar Fujii-lah yang selanjutnya tiba-tiba
sakit.
“Di dunia yang dipenuhi dengan mimpi
seperti itu, jika ditelusuri kebalikannya, akan sampai ke mana? Pernahkah kamu
memikirkannya?” –
Yoshimi – hlm. 125
Harapan untuk hidup
bahagia bagi Fujii tiba-tiba berubah semu. Apalagi saat mengetahui penyakit apa
yang diderita pacarnya.
Fujii yang sedang sibuk
dengan pekerjaannya menjadi begitu dilema antara harus berada di samping
pacarnya, atau menyelesaikan pekerjaannya yang tampak tidak akan selesai dengan
cepat.
Fujii hanya bisa
berharap, pacarnya akan bertahan dan bisa sehat kembali. Dia berharap,
rencananya untuk menikahi kekasihnya bisa terlaksana.
“Pengetahuan bercerita kepadaku. Dalam
semua hal, akhir adalah hal yang paling penting. Tak terkecuali kehidupan dan
cinta, semuanya ada akhirnya. Itulah kenyataannya. – Fujii – hlm. 85
Crying 100 Times, novel yang dari judulnya saja sudah ketahuan bakalan bikin
menangis.
Mengangkat tentang
kehidupan pria Jepang, novel ini terasa seperti diary. Apalagi POV yang dipilih
adalah orang pertama yang diceritakan oleh Fujii.
Awal cerita, aku menyukai
kisah Fujii dan anjingnya, Book. Book tampak begitu menggemaskan. Dan, saat
Book sakit, aku merasakan begitu cemasnya perasaan Fujii. Book, ya ampun, aku
berharap anjing itu akan sembuh. Tapi, pada manusia saja, penyakit ginjal sulit
disembuhkan, apalagi pada hewan.
Karakter Fujii ini tipe pria
lembeng dan nggak romantis. Dia bercerita tentang dirinya sendiri mulai
masa-masa sekolah hingga bekerja. Fujii bukan tipe pria yang gampang
menggambarkan perasaannya. Dia tipe pria yang tidak akan meledak-ledak dalam
menghadapi sesuatu. Dan, dia juga sedikit tertutup.
Mungkin itu-lah yang membuat
novel ini juga terasa lempeng, kurang bergairah juga monoton. Ah, dan tidak ada
tantangannya.
Konflik di novel ini
disebabkan oleh penyakit. Semua diluar itu tampak dibuat begitu mudah, dari saat
lamaran yang langsung dijawab ‘iya’ oleh pacar Fujii, dan kehidupan Fujii yang
awalnya tampak sangat luar biasa ‘biasa aja’ karena terlalu berjalan dengan
mudah.
Duh, serius, aku butuh
sesuatu yang horror di novel ini. Tapi, ya…nothing.
Termasuk ending-nya yang jelas-jelas
semua orang tahu akhir kisahnya tanpa membacanya.
Alurnya, jelas monoton,
karena memang 75% itulah aura yang disajikan. Yah, mau bagaimana lagi, aku
harus membaca novel ini loncat-loncat. Setidaknya, aku bisa menyelesaikannya.
Gitu aja.
Rating untuk novel ini
1,3 dari 5 bintang.
No comments:
Post a Comment