Penulis : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia
Genre : Romance, Metropop
Kategori : Adult
Terbit : Desember 2008 (Cetakan
ketiga)
Tebal : 328 hlm
ISBN : 978 – 979 – 22 – 3846 – 4
Harga : Rp. 45.000
Alexandra, akhirnya dia
menjalani hidup tanpa Beno. Mereka BER-CE-RAI. Yah, sudah tiga tahun dia menjanda,
tapi dia belum bisa benar-benar lepas dari Beno.
“It’s
time to move on, to open up yourself again.” – Wina – hlm. 58
Setiap sakit, Alex masih
mencari Beno. Dan, tato bergambar nama Beno di dada kirinya pun belum dia
lenyapkan. Juga hatinya, sosok Beno masih di sana, meskipun Alex tak pernah
mengakuinya. Alex membenci Beno, itulah yang coba dia perlihatkan pada semua
orang, dan dirinya sendiri.
“Jadi, kalau bisa memutar waktu, aku
akan memilih membencinya dari awal… Karena kalau aku membencinya, ia tidak akan
bisa menyakitiku. Kita hanya bisa disakiti oleh orang-orang yang kita cintai, ya
kan?” – Alexandria –
62
Memang, setiap mereka
bertemu, mereka selalu bertengkar dan bertengkar, meskipun pertemuan itu
sekeder lewat telepon. Pertengkaran itu membuat Alexandra tak habis pikir,
kenapa dia dulu mau saja menikah dengan Beno – dokter bedah yang begitu hebat,
namun tak pernah ada untuknya, yang menganggap semua pasiennya lebih penting
dari pada istrinya. Oh, God! Alex
selalu merasa gila setiap memikirkan masa lalunya saat masih bersama Beno.
“Opposite,
attracts, but two people who are so much alike are just like magnets with the
same pole.” – Alexandra – 60
Denny, cowok yang pernah
mampir di beranda hatinya muncul. Dia menawarkan apapun yang Alex mau saat
bersama Beno dulu. Kasih sayang, cinta yang begitu tergambar jelas, cowok
romantis dan perhatian, semuanya ada di Denny. Dia sosok yang begitu sempurna
untuk menggantikan Beno.
Tapi, mampukah Denny
menggeser laki-laki yang kata Alex cowok brengsek, menyebalkan, egois, arogan
dan sombong – dari hatinya?
“Kalau tujuan gue mencari pengganti
Damar, sampai kapan pun gue nggak akan nemu. Damar ya Damar, cuma diciptakan
Tuhan satu di dunia ini, nggak ada yang bakal nyamain. Yang harus gue cari itu
laki-laki yang menyayangi gue, mencintai gue, dan bisa bikin gue percaya cinta
lagi.” – Wina – 258
Divortiare, novel lanjutan Twivortiare. Sayangnya, aku tak membaca
Twivortiare sampai tamat – catat, tak sampai tamat – karena aku memilih menutup
bukunya sebelum menghabiskan seperempat halaman. Kenapa? Aduh, aku pusing baca
tweet bahasa inggris yang hampir mendominasi separuh lebih isi novel.
Kalau tweet aja sih,
nggak masalah. Tapi, bahasa inggrisnya itu, lho. Bukannya aku nggak bisa. Aku
bisa dikit-dikit. Sekedar Bahasa Inggris kelas SMA-lah. Nah, ini bahasa
Inggrisnya kelas S1 jurusan Sastra Inggris. Puyeng kalau suruh ngartiin
semuanya. So, aku langsung loncat ke
Divortiare.
Dulu, Antologi Rasa bikin
aku nggak bisa berhenti baca. Dan, untuk kali inipun aku juga sangat
menikmatinya. Meskipun, aku nggak tahu cerita awalnya (Twivortiare), aku nggak
ada masalah.
Alexandra, si cewek workaholic banker yang hidupnya bisa
tiba-tiba harus nyungsep di pedalaman antah berantah untuk sekedar meninjau
perusahan nasabahnya. Dia juga begitu mencintai berbagai merk branded yang menguras kocek, dan
penikmat kopi.
Alex tipe cewek keras
kepala, nggak mau ngalah, kadang bisa begitu emosional, tapi Alex bukan tipe
cewek gampang jatuh cinta. Meskipun sudah berlalu lebih dari dua tahun,
nyatanya dia belum bisa move on dari
mantan suaminya.
“Gue sadar kenangan nggak bakal bisa dihapus. Anggap aja
kenangan itu bagian dari hidup gue yang dulu, yang juga membuat gue yang
sekarang. Gue cuma perlu mengalami kenangan-kenangan baru yang indah. Hidup kita
nggak harus ditentukan masa laku kan, Lex?” – Wina – 258
Alexandra ini cewek
pintar, modis dan cantik pula. Dia begitu ingin dicintai dan diperhatikan.
Tapi, itu tidak dia dapat dari Beno. Yah, itulah yang bikin dia bercerai.
Sedangkan Beno, tipe
cowok yang tak kalah workaholic dan
tak romantis. Dia sangat mencintai Alexandra – aku tahu itu. Tapi, dia tak
pintar memperlihatkan itu.
Sekelebat, aku dibuat
takut akan kesibukan Beno yang super gila. Ya ampun, kalau jam kerjanya kayak
begitu, dari pagi sampai entah jam berapa, dan bisa tiba-tiba dipanggil ke
rumah sakit untuk operasi padahal lagi asyik mesra-mesraan. Aku bisa ngertilah,
ya, apa yang dirasakan Alex. Namun, kalau melihat kayak apa argent-nya semua itu, sebagai istri yang
baik harusnya sih bisa nerima.
Sayangnya, di Divortiare
ini Beno tak banyak menampilkan dirinya. Dia kadang muncul dengan karakter yang
dingin, sinis, dan menyebalkan. Tapi, waktu dia hadir untuk nolong Alex,
semuanya tampak berbeda. Beno…oh, so
cute, so gentleman, so apalah-apalah! Siapa sih yang bisa menolak dokter
keren macam dia? Pantes aja si Alex nggak move
on-move on.
Dan, saat aku ngelihat
Denny. Sosok dia ini sebenarnya keren, manis pula. Namun, dia tak menantang. Dia
hadir di hidup Alex sekedar untuk menguji Alex, atau untuk menyadarkan Alex
bagaimana sebenarnya hati dia.
Divortiare dibalut dengan
alur yang segar, dan nggak ketinggalan kehidupan khas banker benar-benar
tercipta sempurna. Di novel ini, aku juga menyukai persahabatan Wina dan Alexandra.
Karakter Wina yang ceplas-ceplos, juga gokil itu bikin aku kadang ketawa waktu
menemukan percakapan mereka yang asal nyablak.
Si Ryan teman sekantor
Alexandra juga nggak kalah sableng. Dia dan Wina lah yang jadi kompor buat Alex
segera melupakan Beno, dan menerima Denny.
Banyak hal yang bikin aku
paham tentang hubungan pernikahan karena novel ini, bahwa menikah itu gampang, guys. Tapi, untuk mempertahankannya itu,
lho, yang super sulit. Saling mengerti dan komunikasi, juga sesekali
memperlihatkan cinta kasih itu sangat penting. Menjadi workaholic boleh-boleh saja. Namun, keluarga kadang juga harus jadi
prioritas. Dan, banyak lagi ilmu yang aku dapatkan.
“Marriage counselor
kami – yes, we want to one – pernah bilang
ketika salah seorang mulai menarik diri, seharusnya pasangannya mengalah,
meraih pasangannya supaya ia tidak menarik diri lebih jauh.” – Alexandra –
60
Aku menyukai pilihan
diksi yang dipilih Ika Natassa, kecuali bahasa inggrisnya. Namun, kalau seperti
ini mah, masih oke buat aku. Asal nggak separuh lebih aja, kayak baca novel
bahasa Inggris aja.
Yang membuat aku sedih,
kenapa ending-nya kayak begitu. Oke, fine, aku tahu Beno balik lagi sama
Alexandra. Tapi, aku kan juga pengin tahu si Beno itu bilang gimana sama Alex
saat minta balikan. Jangan-jangan harus baca di Twivortiare 2, enggak deh,
kalau suruh baca yang Twivortiare 2. Dia sama aja kayak yang Twivortiare 1,
full bahasa Inggris.
So, aku kasih 3,4 dari 5
bintang buat novel ini.
No comments:
Post a Comment