Wednesday, April 9, 2014

Resensi – Antologi Rasa “Cinta Saling Silang dalam kotak Friends Zone”


Penulis : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : September 2011 (Cetakan Kedua)
Tebal : 344 hlm
Genre : Metropop
ISBN : 978 – 979 – 22 7439 – 4
Harga : Rp. 48.000


“Kegantengan gue ini mungkin nggak mempan di elo, tapi setidaknya gue masih jadi satu-satunya laki-laki yang selalu bisa membuat elo tertawa.” – Harris Risjad – hlm. 34

Hanya itu yang bisa Harris lakukan untuk menyalurkan rasa cinta terbesarnya untuk Keara, cewek satu kantornya sekaligus best friend-nya, yang selalu dia panggil ‘cinta gue itu’ meski cuma dalam hati.
Diam-diam, Harris menyesali harus terperangkap dalam Friend zone dengan Keara. Karena itulah sebab terbesar dia nggak bisa mengejar Keara seperti dia biasa mengejar cewek yang diinginkannya. Atau melakukan semua trik-trik yang biasa dia lakukan kepada semua cewek untuk meluluh lantahkan para korbannya. Keara itu berbeda, sangat berbeda. Keara adalah satu-satunya cewek yang nggak mempan sama pesonanya.
Sedangkan Keara, diam-diam dia memendam cintanya pada sahabat baiknya yang lain selain Harris, Ruly. Dia sudah membuatnya tertarik saat pertama kali dia memanggil namanya di hari pertama kerjanya. Keara tahu, Ruly cuma cinta mati sama sahabatnya juga, Denise. Sayangnya, keadaan Denise yang sudah menjadi istri orang, tak membuat cinta Ruly pada Denise menghilang.
Keara mati-matian membuang Ruly dari otaknya dengan berbagai cara, mulai shopping gila-gilaan, memotret yang adalah passion-nya, sampai melakukan sebuah permainan gila dengan Panji. Dia tak ada rasa dengan Panji. Panji hanya salah satu alat untuk membuatnya tak memikirkan Ruly.
“Dengan Panji, aku menenggelamkan diri dalam permainan yang selalu bisa kukendalikan dengan laki-laki menyenangkan yang tidak pernah membuatku berfikir. Dengan Ruly? Aku dipaksa memainkan permainan yang tidak mungkin kumenangkan karena aku bermain melawan diriku sendiri.” – Keara Tedjasukmana – hlm. 118

Masalah Keara bertambah satu lagi saat dia terbangun di tempat tidur Harris dan menyadari apa yang sudah terjadi di antara mereka. Sebuah kejadian yang di awali dari sebuah ciuman yang diminta Keara pada Harris karena otak Keara yang udah blank gara-gara membayangkan Ruly bersama Denise.
Kemudian, persahabatan mereka berakhir. Nggak ada lagi acara makan bubur bersama di pagi hari sebelum masuk kantor, nggak ada lagi telepon tengah malam yang minta Harris menemani Keara, nggak ada lagi guyonan Harris yang selalu berhasil membuat Keara terbahak dan melupakan rasa pedihnya saat mengingat Ruly.
“Saat aku ingin menghapus malam keparat antara aku dan Harris waktu itu, aku tidak tahu bagaimana caranya kecuali menghapus Harris sekalian. – Keara Tedjasukmana – hlm. 118

Yang merasakan kesedihan paling parah dari bubar jalannya persahabatan mereka adalah Harris. Apalagi saat Harris tahu dengan siapa Keara berkencan setelah mereka nggak lagi sahabatan. Dengan Panji, teman gila-gilaan Harris yang punya hobi sama hancurnya dengan dirinya.
Sama seperti Keara, Harris lari ke pelukan para wanita-wanitanya dan mulai merokok lagi. Dengan satu tujuan, melupakan rasa sakitnya karena dicampakkan Keara.
Masalah lain muncul saat Keara harus satu tim dengan Ruly. Dia yang sudah mulai bisa menggeser Ruly dari fikirannya, malah makin dekat dengannya. Apalagi, saat itu Ruly merasa dia mulai mengagumi Keara. Dan, dari Keara ‘lah Ruly bisa terlepas dari bayangan Denise walau untuk sesaat.
 “Tapi sejujurnya di dalam hati aku mulai menikmati kecanggungan ini, karena kecanggungan tidak pernah ada di antara dua orang yang tidak pernah ada apa-apanya.” – Keara Tedjasukmana – hlm. 317

Lalu, dengan siapa Keara akhirnya? Harris yang selalu membuatnya tertawa? Kembali lagi dengan Panji yang berhasil menjadikannya wanita paling diinginkan? Atau malah dengan cinta matinya, Ruly yang mulai ada di setiap hari-harinya?

Antologi Rasa, sebuah novel yang punya kisah cinta seruet benang wol, yang cover-nya gambar jantung yang lebih cocok untuk cover buku kedokteran atau buku biologi dari pada buku tentang cinta.
Oh, God! Masih banyak desain cover yang lebih good looking dari pada ini. Ckckck… sorry, sebelum aku memuja-muja buku ini, aku mau menghina-ginanya dulu. Ya itu, cover-nya itu. Daaannn… parahnya, cover barunya tak lebih baik dari cover lamanya. Putih dengan tulisan kecil dan lagi-lagi gambar jantung yang kalau dilihat – tetep – lebih mirip buku anak kuliahan kedokteran atau apoteker dari pada novel.
Cover Baru Novel Antologi Rasa
Stop it!
Antologi Rasa, di luar dari masalah coverplotnya, karakternya, gaya berceritanya, penggambaran setting dan rasa yang diusungnya, overall cukup mendekati sempurna.
Dan aku akhirnya mengesahkan diriku sebagai salah satu pemuja Ika Natassa, yang berarti, aku harus mengejar novel-novelnya juga. Yeah, saat ini aku baru dapat dua bukunya, satu hadiah dari kuis (Antologi Rasa), dan satu beli second (Divortiare).
Tadi aku bilang, semua unsur dalam novel ini, kecuali cover, adalah bernilai hampir sempurna. Karena aku suka semua karakter di novel ini, kecuali Denise dan Kemal. I don’t know kenapa aku nggak suka sama mereka. Mungkin nggak terlalu kenal, karena penulis cuma memuat si Denise dan Kemal saat Ruly mulai memuja-muja Denise, atau Keara yang tersakiti saat melihat Ruly yang cinta mati sama Denise, dan atau saat si Harris mulai menyuarakan suara hatinya saat dia mulai nggak tahan melihat Keara terluka saat melihat Ruly yang nggak bisa berpaling dari Denise.
Novel ini bak ajang pemilihan cowok terbaik untuk dinobatkan sebagai cowok paling cocok dijadikan suami. Kenapa? Karena semua karakter cowoknya keren gila, kecuali si Kemal.
Mulai dari Harris Risjad yang aslinya PK (Penjahat Kelamin) bisa begitu takluk sama Keara. Sampa-sampai dia mau mengorbankan apapun hanya untuk Keara. Perlakuan si Risjad ini emang cool banget. Kalau aku jadi Keara, mungkin aku akan jadi cewek beruntung yang punya temen kayak dia. I wish, meski aku juga punya dua sahabat cowok yang emang nggak se-cool Risjad, tapi cukuplah. Mereka bisa diandalkan.
Ruly Walantaga, cowok soleh, nggak minum, baik buanget, hobi main bola, dan cowok yang dicintai Keara sampai mati. Ruly ini emang cowok idaman semua perempuan. Tapi, siapa coba yang bisa hidup sama cowok yang tetep cinta mati sama cewek yang dia taksir habis-habisan meski cewek itu udah merrid sama orang lain, meski dia sudah sama cewek lain? Kalau aku sih pilih melarikan diri jauh-jauh dari Ruly, karena cowok kayak dia sulit diharapkan buat mencintai kita sepenuhnya. Ya, kan?
Dan, si Panji Wardhana, salah satu PK juga, yang ternyata jadi insaf gara-gara jatuh cinta sama Keara. Ya ampun, bayangin deh jalan sama cowok sekeren, sekaya, se-so sweet si Panji ini. Aduh, pastinya nggak bakalan nahan, deh. Nggak janji buat nggak khilaf.
Sekarang tentang Dinda, sahabat baik Keara di luar kantor. Dinda ini adalah cewek bitch yang beruntungnya minta ampun karena menikah dengan Panca Wardhana yang setia, kaya dan cinta sama dia.
Aku suka cara cewek ini saat menjadi bagian peramai suasana. Caranya ngeledek Keara, caranya mencari tahu seberapa jauh hubungannya dengan si adik iparnya (Panji, maksudnya), cara dia membuat Keara menyadari hal-hal tertentu dalam hidupnya, dan cara Dinda mencoba memancing Keara untuk memahami isi hatinya sendiri, itu beneran asik banget. Dinda itu tipe temen nyenengin meski kadang jadi salah satu bagian yang membuat kita ikut terseret ke neraka bersamanya.
Terakhir si Keara, si cewek yang sebelas dua belas sama Dinda, si tokoh utama. Dia emang cewek bitch, yang hidupnya glammor, yang punya hidup cukup bebas seperti para wanita di luar negeri, yang nggak masalah berhubungan sama cowok yang adalah pacarnya atau bahkan bukan pacarnya dengan keintiman di atas rata-rata. Tapi, ingat sisi lain Keara. Dia juga punya cinta yang nggak dia kasih buat sembarangan cowok. Buktinya, dia bisa cinta mati sama Ruly.
“Yang gue suka dari Keara adalah perempuan satu ini sangat unpredictable. Gue selalu bilang dia itu versi perempuannya Harris. Sama sintingnya.” – Ruly Walantaga – hlm. 144

Yang bikin rasa novel ini sukses mempengaruhiku, mungkin karena pemilihan sudut pandangnya, POV 1 yang nggak cuma dari Keara, tapi dari Harris, Ruly, bahkan ada part dari panji juga.
Cara berceritanya berhasil menunjukkan karakter masing-masing. Jelas nggak semua penulis bisa sukses membawakan POV 1 dari empat tokoh yang berbeda dalam satu buku. Keren banget!
Dan tema besar dari novel ini, “cinta bertepuk sebelah tangan, yang saling silang, yang sama-sama mencari jawaban” emang terkesan biasa, ya? Tapi, Antologi Rasa mengemasnya sangat menarik. Dengan dunia kerja sebagai bankir, aku jadi tahu, nggak enaknya kerja di bidang ini dan seberapa besar tuntutan profesi yang harus ditanggung. Sampai-sampai si Ruly yang jabatannya cukup tinggi dengan gaji puluhan juta, bisa menyebut dirinya kacung kamret.
Bagian yang aku suka dari novel ini adalah saat Keara menjelaskan kenapa dia suka fotografi, lalu saat Ruly menjelaskan kenapa dia cinta sama sepak bola, tapi kenapa dia nggak pilih jadi pemain sepak bola aja, padahal skill main bolanya jago banget. Dan banyak bagian lain yang nggak kalah keren, kayak waktu Keara yang tidur di perut Harris waktu di lapangan rumput Padang Stage, Singapura, a saat Ruly yang nolongin Keara pas mabuk laut di Bali.
Lalu, ending-nya. Well, ini ending nggak tahu deh masuk ending model sad atau happy. Aku nggak mau cerita kenapa, baca sendiri saja. Tapi, aku suka model ending kayak gini. Emang gantung, tapi model kayak gini malah bikin pembaca kayak aku berimajinasi lebih, meski nggak bisa membuatku puas dengan jawaban yang udah pasti kayak ngitung soal matematika.
Satu lagi makna novel ini buat aku, yaitu dia bikin aku sadar, nggak selamanya cowok playboy itu jadi playboy terus. Mungkin–mungkin, ya? Karena nggak semua cowok playboy sama–bisa cuma hidup dengan satu cewek disaat dia benar-benar jatuh cinta setengah mati sama cewek itu. Contohnya, Harris dan Panji.
“Setiap laki-laki, betapapun brengseknya, betapapun sudah tidak terhitung lagi berapa perempuan yang sudah ditiduri, seperti gue ini, pasti punya perempuan yang dia anggap sebagai gunung Everest-nya. The one he really wants to climb.” – Harris Risjad – hlm. 154
Akhirnya, karena terlalu banyak yang bagus di novel ini, aku dipaksa untuk memberikan nilai 4,7 dari 5 bintang. Kalau aja covernya lebih keren, aku kasih 4,9 deh!

Tulisan ini diikutsertakan dalam Indonesian Romance Reading Challenge 

2 comments:

  1. heyyy kaka, mampir yu ke mari http://katapai.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. Fahri : Oke, terima kasih udah mampir

    ReplyDelete

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos