Sunday, June 28, 2015

Resensi – ELEANOR AND PARK “Kau seperti tempat persembunyianku”



Penulis : Rainbow Rowell
Penerjemah : Sofi Damayanti
Penerbit :  Phoenix Publishing House (Ufuk)
Genre : Romance
Kategori : Young Adult, Terjemahan
Terbit : November 2013
Tebal : 422 hlm
ISBN : 978 – 602 – 7689 – 49 – 7
Harga : 59.900
Pernahkah kau ingin tampak tak terlihat? Tidak diperhatikan sekelilingmu, maksudku. Dan, itulah yang sangat diinginkan Eleanor.
“Tidak setiap orang memiliki kehidupan sepertimu, kau tahu, atau keluargamu. Dalam hidupmu, banyak hal terjadi karena adanya alasan. Orang-orang masuk akal. Tapi itu bukan hidupku. Tidak ada sesuatu dalam hidupku yang masuk akal…” – Eleanor – hlm. 139

Sayangnya, fisik yang dia punya membuat Eleanor tampak begitu menonjol. Tubuh cukup besarnya, rambut kriting merahnya, juga pakaiannya. Sepertinya, apapun yang berada di tubuhnya adalah kekonyolan, kira-kira itulah penilaian semua orang, termasuk Park, cowok yang duduk sendirian di kursi nomor dua dari belakang di dalam bus sekolah. Park yang berdoa dalam hati, agar anak baru itu – Eleanor – tidak akan menghampirinya untuk duduk di sebelahnya.
Suara olok-olokan untuk Eleanor membuat Park tak tega. Dia memilih bergeser ke dekat jendela dan memberikan kursi di sampingnya untuk Eleanor. Tak ada kata-kata setelah itu. Tapi, kebiasaan Eleanor yang tampak ikut membaca comic yang dibaca Park, membuat cowok berparas Asia ini menaruh simpati. Diam-diam dia selalu meminjamkan comic pada Eleanor. Bahkan, dia dengan senang hati merekamkan beberapa musik untuknya.
“Tidak ada alasan kita untuk berhenti mencintai satu sama lain. Dan ada semua alasan  untuk berpikir kita tidak untuk berhenti mencintai.” – Park – hlm. 308

Perlahan mereka mulai dekat. Park awalnya tak ingin semua orang tahu si ‘Merah Besar’ – julukan Eleanor –  adalah kekasihnya. Tapi, Park adalah pria sejati. Semakin lama dia semakin tidak tahan dengan kata-kata cemoohan teman-temannya.
Park mulai tak peduli dengan apapun yang dikenakan Eleanor. Cewek itu tetap saja sangat mempesona di matanya. Apalagi saat Park tahu seperti apa kehidupan Eleanor, seperti apa keadaan keluarga Eleanor, dia merasa selalu ingin melindungi dan berada di dekatnya.
Eleanor, dia gadis yang kuat, yang berusaha tidak mengeluh untuk sekedar keluar dari kungkungan rumah Ayah tirinya yang kejam.
“Aku hanya tidak bisa percaya bahwa hidup telah memberi  kepada kita satu sama lain, dan kemudian mengambilnya kembali.” – Park – hlm. 396

Eleanor and Park, novel terjemahan yang punya cerita cukup seru. Apalagi disaat interaksi Eleanor dan Park. Sayang sekali, terjemahannya benar-benar merusak ceritanya. Benar-benar kacau.
Aku dibuat pusing dengan beberapa dialog. Ini siapa yang bicara? Eleanor, kah? Atau Park, kah? Beberapa kalimatnya juga seperti diterjemahkan dengan google translate saja. Tampak begitu rancu.
Tapi, aku masih bisa menangkap karakter masing-masing tokohnya. Eleanor, diciptakan untuk menjadi gadis yang kuat. Dia bisa menerima hidupnya, dengan segala kekacauan keluarganya. Oh, demi Tuhan, jangan pernah membayangkan hidup menjadi Eleanor, pasti sangat-sangat tidak mudah, dan menyakitkan.
Dia yang harus menghadapi ayah tirinya yang kejam, masih harus menghadapi teman-temannya yang begitu jahat dengannya. Tapi, Tuhan tak pernah membiarkan makhluk ciptaan-Nya berjuang sendirian. Tuhan mengirimkan Park. Eleanor seperti menemukan setetes air di tengah gurun yang luas.
Berbeda dengan Eleanor, Park mempunyai keluarga yang sempurna, orang tua yang saling mencintai, dan rumah yang nyaman. Meskipun Park agak membenci wajah Asianya yang membuat dia berbeda.
Park tipe pria sejati. Yah, dia diajarkan seperti itu sejak kecil oleh orang tuanya. Dia bukan cowok yang mudah mencela seseorang dengan mulutnya, meskipun di awal pertemuannya dengan Eleanor, dia juga ikut-ikutan mencelanya meskipun secara tidak langsung.
Tapi, aku selalu suka kata-kata Park untuk Eleanor. Aku juga menyukai Ibu Park, Ayah Park, juga suasana rumah Park yang nyaman di dalam kesederhanaan.
Novel ini memang diceritakan dengan sudut pandang orang ketiga. Namun, penulis membuat dua versi, satu dari sudut pandang Eleanor, dan berikutnya dari sudut pandang Park. Jadi, seperti apa perasaan mereka, kita bisa tahu secara gamblang.
Endingnya, seperti menggantung. Apakah novel ini ada sekuelnya? Ah, atau penulis hanya ingin pembaca mengarang sendiri akhir berikutnya?
Ratingnya 2,9 dari 5 bintang. Andaikan terjemahannya lebih baik, mungkin akan jadi 4 dari 5 bintang.

Saturday, June 27, 2015

Resensi – Heart and Soul “Kau hadir untuk menjawab pertanyaanku”



Penulis : Windhy Puspitadewi
Penerbit : Gagasmedia
Genre : Romance
Kategori : Young Adult
Terbit : 2014
Tebal : viii + 336 hlm
ISBN : 979 – 780 – 750 – 9
Harga : Rp. 54.000

Luka yang paling sulit untuk disembuhkan adalah luka hati. Meskipun tampak baik-baik saja, luka hati tak akan pernah benar-benar hilang. Bekasnya selalu mengingatkan kita pada masa lalu. Kemudian, tanpa disadari menjadi bagian yang sangat berpengaruh untuk masa kini, dan mungkin saja masa depan.
“… Tapi kau lupa, kalau semua manusia itu sama dan semua manusia pantas dicintai bagaimanapun dia. Jadi, belajarlah mencintai dirimu sendiri dan menerima cinta dari orang-orang di sekitarmu.” – Tante Flora – hlm. 89

Erika punya masa lalu yang cukup kelam. Dia ditinggalkan ayahnya. Kemudian sang ibu harus banting tulang untuk hidup mereka berdua. Sayang sekali, ibu Erika tak bisa bertahan selamanya. Beliau meninggal, dan tersisa Erika sebatang kara.
Erika cukup beruntung karena tetangganya menawarinya tempat tinggal, bahkan menyekolahkannya. Mereka menganggap Erika seperti anak sendiri.
“Bukan karena aku ingin dibenci atau ingin disukai orang lain. Aku juga tidak bermaksud menutupi siapa aku sebenarnya karena aku yang seperti inilah diriku yang sebenarnya.” – Erika – hlm. 58

Kasih sayang keluarga barunya ternyata tidak bisa membuat Erika sembuh dari luka masa lalu. Dia terlanjur tercipta menjadi gadis yang anti sosial, ketus, dan bermulut pedas. Sehingga, meskipun Erika menjadi siswa paling pintar di sekolahnya, dia tidak punya banyak teman. Hanya ada Aro, anak laki-laki keluarga baru Erika, dan Linda, sahabat cewek Erika satu-satunya.
Dunia penuh benteng Erika perlahan diketuk oleh kedatangan Leo. Erika merasa terusik. Dia tak menyukai sikap Leo yang seperti mendekatinya.
“Ditambah kengototanmu untuk menjadi temanku serta rasa ingin tahumu tentang kehidupanku. Itu semua adalah hal yang kubenci dari seseorang dan semua itu ada padamu. Itu sebabnya aku tak mau jadi temanmu. Tidak akan pernah!” – Erika – hlm. 35

Leo tak pernah menyerah untuk mengambil hatinya. Karena Leo punya sesuatu untuk Erika. Sebuah misi, sebuah jawaban yang selama ini Erika cari.
Cinta tak pernah sederhana. Untuk Erika, kehadiran Leo sudah cukup menjadi beban. Apalagi kenyataan yang perlahan diungkap Aro, juga Linda.
Persahabatan itu sudah cukup sempurna untuk Erika. Namun, tak ada yang sempurna di dunia ini. Tuhan punya sesuatu untuk mereka.
“Apa kau takut terluka? Karena cinta memang datang dengan luka. Mereka satu paket. Itu sebabnya kita harus mencari orang atau penyebab yang layak atas luka itu.” – Aro – hlm. 275

Heart and Soul, novel bertema luka masa lalu, kemudian cinta segitiga, dibalut kisah remaja yang ringan. Membuat novel ini tidak berat. Mudah saja untukku menyelesaikannya.
Sama seperti novel Windhy Puspitadewi yang pernah aku baca Morning Light. Novel ini menawarkan tentang teladan-teladan yang sangat patut dicontoh. Bisa dibilang, novel ini seperti materi Pendidikan Kewarganegaraan dalam bentuk cerita.
Karakter utamanya, Erika, tidak dibuat sempurna. Banyak kekurangan yang dia punya. Mulai dari sikap sinisnya, dinginnya, dan kata-kata sadisnya malah membuatnya menjadi menarik.
Begitu juga dengan Aro. Tipe cowok yang kadang-kadang blo’on ini punya pesonanya sendiri. Sikapnya pada Erika membuat dia begitu manis. Sedangkan Leo, dia tercipta seperti malaikat. Dia adalah yang paling sempurna. Tapi, kehadirannya yang membawa misi – langsung sudah aku tebak apa yang ada dipikirannya, apa kabar yang dia bawa, dan bagaimana hubungannya dengan Erika kemudian.
Sebenarnya, aku tidak mengharapkan adanya cinta segitiga. Cuma, apa boleh buat, seperti itulah adanya. Dan, ending-nya, aku kurang suka. Mati. Duh, itu ending yang menurutku malah bikin cerita jadi turun setengah level. Cuma, dilihat juga sih matinya gimana dan bagaimana penulis menutupnya. Tapi, untuk yang ini, aku kurang suka. Begitu juga monolog Erika di akhir cerita. Aku berasa ingin melewatinya saja.
Menurutku, covernya juga terlalu dewasa untuk ukuran novel young adult. Kalau cover, mungkin hanya selera saja, sih. Tapi, jujur, pas pertama lihat covernya, aku pikir ini novel dengan tokoh yang sudah dewasa, bukan anak SMA.
Diksi yang dipakai memang terasa baku. Bagusnya, kebakuannya tidak membuat cerita jadi kaku. Tetap enak dan asyik, kok. Alurnya kadang bisa cepat banget, tapi ada juga yang lambat.
Ratingnya 2,9 dari 5 bintang.

Wednesday, June 24, 2015

Resensi – MENCARIMU “Tak ada yang bisa menebak alur waktu”


Penulis : Retni S.B
Penerbit : Bentang Pustaka
Genre : Romance
Kategori : Adult, Travelling
Terbit : 2014
Tebal : vi + 298 hlm
ISBN : 978 – 602 – 291 – 024 – 4
Harga : Rp. 49.000
Setiap manusia punya sejarah. Sejarah dari siapa asal-usulnya ada di dunia. Sejarah di mana dia dilahirkan. Tapi, Matahari ‘Ari’ merasa asal-usulnya seperti sebuah pertanyaan besar.
Selama ini, Matahari hanya dibesarkan oleh ibunya. Dia tumbuh tanpa seorang ayah. Awalnya, dia merasa tak ada masalah. Tapi, perlahan dia tahu, ibunya yang membuat semua tampak tak ada yang perlu dicemaskan. Ibunya yang selalu berbohong di depannya dengan menunjukkan wajah bahagianya.
“Salah. Ibu bukan perempuan biasa. Nggak ada perempuan biasa yang mau saja menjadi single parent tanpa alasan yang jelas. Jadi, sudah pasti dia itu luar biasa. Dan perempuan luar biasa nggak boleh menangisi hal-hal biasa. Itu hukumnya haram.” – Matahari – hlm. 12

Irsal Mahangka, Matahari tahu pria itulah bapak biologisnya. Dia sangat ingin menemukannya. Bukan untuk menuntut pertanggungjawaban. Hanya sekedar ingin melihat dengan matanya sendiri, seperti apa pria yang sudah meninggalkan ibu dan dirinya.
Matahari meninggalkan Yogya. Dia diterima menjadi reporter Majalah Jelajah di Jakarta. Jelajah adalah salah satu media yang dimiliki Irsal Mahangka.  Dimulai dari Jelajah-lah Matahari mengenal Rakho, sang atasan berpangkat Deputy Editor in Chief yang meragukan kemampuannya. Untuk menguji kemampuan Matahari, Rakho memintanya untuk menemui seorang backpacker handal sekaligus seorang travel writer dan photographer – Owan.
Ternyata, ujian yang diberikan Rakho menjadikan awal sebuah hubungan persahabatan antara Rakho, Matahari, dan Owan.
“Matahari…mau, nggak, kamu bersama-sama denganku membuat sebuah kisah cinta yang mudah-mudahan selamanya? Mau, nggak, kamu mengatakan hal yang sama kalau aku bilang I love you?” – Rakho – hlm. 119

Ingat, kan, persahabatan pria dan wanita biasanya selalu berbumbu cinta? Begitu juga dengan mereka. Perlahan, Rakho menyadari perasaannya untuk Matahari. Meskipun kesan pertama cinta mereka berjalan mulus, sayang sekali, ternyata semua salah.
Ada sesuatu yang mengikat mereka berdua – Rakho dan Matahari. Dan, ada sesuatu yang coba Owan sembunyikan dari mereka pula.
Semua mulai dibuka berasama jejak kaki yang mereka goreskan di tanah Anambas, Yogyakarta, Jakarta, Bogor, Bali, dan Nepal.
“Waktu tak bisa kita paksa untuk berhenti di satu titik. Ia terus bergerak, untuk memberi kesempatan pada berbagai peristiwa, baik atau buruk, suka atau tidak suka.” – Rakho – hlm. 142

Mencarimu, novel Retni SB yang awalnya membuat aku khawatir akan kehilangan keklasikan yang sangat khas darinya. Alhamdulilillah, dia masih Retni SB yang dulu, yang pernah aku jumpai di Novel My Partner, Wedding Organizer, Pink Project dan Dimi is Married.
Membaca di bagian pembuka, aku merasa temanya terlalu biasa, mencari seorang ayah dan melakukan kegilaan, yaitu meninggalkan tempat paling nyamannya, dan segala hal yang dia sukai hanya untuk menjawab sebuah pertanyaan besar dalam hatinya.
Ternyata, aku menemukan keasyikan tersendiri di novel ini. Aku dibuat mengenal sosok Rakho yang terlihat garang tapi begitu manis dan romantis. Kemudian, si Owan yang tampak kumal tapi hebat, dan spektakuler (karena berhasil menjelajahi berbagai tempat di dunia dan sangat terkenal sebagai travel writer). Dia ini tak nampak sebagai orang hebat. Padahal, Owan cukup membuat aku angkat jempol empat saat semakin mengenalnya di bab-bab setelah hubungan Rakho dan Matahari diuji. Untuk Matahari, jelas dari awalpun aku merasa dia cewek yang keras kepala, tak mau menyerah pada nasib, menyenangkan, dan menarik.
Novel ini menawarkan hal paling bikin aku ngiler. Travelling, backpacker-an ke tempat-tempat keren. Kepulauan Anambas! Ya ampun, histeris! Beneran, saat setting di sini, apalagi ada momen romantis Rakho dan Matahari – bikin tempat ini makin gila kerennya.
Pas di bagian belakang, diselipin juga cerita perjalanan Rakho di Nepal. Huaahh… novel ini udah kayak novel yang bertema travelling aja, deh.
Kisah cinta mereka nggak dibikin romantis yang bikin e’nek. Beda banget, deh romantisnya Mbak Retni sama yang lain. Romantis manis yang nggak berlebihan tapi nagih banget. Aih, jadi, bikin mau lagi…mau lagi…mau lagi…!!!
Dari novel ini, kita diajari untuk menerima takdir, memaafkan, dan mencoba hal yang terasa tak mungkin untuk dijadikan mungkin demi kebaikan semuanya. Cinta tak melulu harus dijunjung paling atas. Ada beberapa hal yang harus dipikirkan secara logika untuk mengalahkan hati. Pada saatnya, selalu ada surprise di ujung cerita.
“Cinta memang aneh, ya. Selain bisa membuat gembira ria, juga pintar membuat air mata… Tapi, meski jatuh bangun dibuatnya, manusia nggak kapok-kapoknya berhadapan dengan cinta.” – Om Dud – hlm. 217

Di novel ini, aku salut sama Om Dud yang mencintai ibu Matahari dengan caranya yang ekstrim. Dia berani berkorban dengan hidupnya. Dia rela tak mengenal perempuan satupun untuk mengabdikan cintanya yang tak terbalas.
Dan, Owan. Pria ini beneran nggak bisa ditebak. Sifat usil dan selengeannya tampak begitu berkebalikan dengan apa yang sudah dia lakukan untuk Matahari. Owan, ah…dia kayak Power Ranger Merah di novel ini.
Ratinya, 4,3 dari 5 bintang.
Satu lagi, aku suka sama ending-nya. Aku selalu nunggu karya-karya selanjutnya dari Mbak Retni.

Monday, June 22, 2015

Resensi – MARGINALIA “Keajaiban catatan di pojok buku”



Penulis : Dyah Rini
Penerbit : Romance Qanita – Mizan
Genre : Romance
Kategori : Semi-Adult,
Terbit : Februari 2013
Tebal : 304 hlm
ISBN : 978 – 602 – 9225 – 82 – 2
Harga : Rp. 49.000

Kamu percaya keajaiban? Aku percaya. Tapi, tidak pada Drupadi ‘Dru’.
“Tetapi keajaiban itu nggak ada. Semua yang kita sebut sebagai keajaiban hanyalah gejala yang belum bisa dijelaskan.” – Drupadi – hlm. 22

Sonya – istri Garda, pemilik Kafe Marginalia – menantang Drupadi untuk menulis marginalia di sebuah buku karena Dru bilang, dia tak percaya pada keajaiban.
Drupadi menerima tantangan itu kalau tidak mau usaha Wedding Organizer-nya  ‘Luna Nueva’ jadi gulung tikar. Inez ingin pernikahannya diadakan di sana. Dan, Sonya hanya memberinya ijin jika Drupadi membuat marginalia.
Drupadi mulai memilih buku di rak buku milik Kafe Marginalia. Tanpa di duga, dia memilih buku kumpulan puisi Rumi. Di sana, dia bertemu marginalia milik Padma, kekasih Aruna ‘Ren’.
“Aku tidak berdata mengikuti takdir. Takdir sudah lama memutar rodanya, jauh sebelum aku menyadarinya.” – Aruna – hlm. 13

Beberapa waktu yang lalu, sebelum Drupadi berjumpa dengan buku itu, Aruna-lah yang membawanya. Buku itu adalah buku berharga untuknya karena ada marginalia milik Padma – kekasihnya yang sudah meninggal – sekaligus buku kesayangan Padma.
Dia memutuskan mengembalikan buku kumpulan puisi Rumi agar catatan Padma bisa dibaca orang lain, dan membuat yang membacanya menemukan makna yang sama seperti Padma. Sayang sekali, buku itu jatuh ditangan seseorang yang menilai tulisan Rumi “CENGENG!”.
Aruna begitu marah saat membaca satu kata yang di tulis di bawah tulisan Padma. Dia memberi balasan dengan menulis marginalia untuk siapapun yang sudah menilai puisi Rumi Cengeng.
Ternyata, marginalianya mendapat jawaban. Akhirnya, terjadi perang marginalia. Dan Aruna sudah tidak tahan lagi. Dia harus bertemu dengan penulis ‘Cengeng!’ di buku itu. Dia bertekat akan memberinya pelajaran.
“Nggak usah milikirin omongan orang, Dru. Hidup ini bukan balapan lari.” – Aruna – hlm. 164

Aruna tidak menduga, marginalia dan puisi Rumi membawanya bertemu Drupadi, cewek yang langsung membuatnya bangkit dari keterpurukan setelah ditinggal Padma.
Namun, siapa sangka, Drupadi adalah seseorang yang membawanya pada masa lalunya, sekaligus orang yang memaksa Aruna – si vokalis Band Leskar, si Rocker yang begitu mempesona – menjadi seseorang yang harus mau memperjuangkan cintanya. Padahal, banyak cewek yang berusaha menarik perhatiannya, sekedar untuk mendapatkan senyumannya – tanpa dia harus bersusah payah.
“Hanya pecinta sejati yang rela berkorban demi cinta. Cinta tidak hanya berani memiliki, namun juga berani melepaskan.” – Aruna – hlm 269

Lalu, bagaimana dengan Drupadi? Bukan hal yang mudah untuk menerima cinta Aruna. Masa lalunya, kenangan pahitnya karena terluka oleh cinta, membuat Drupadi enggan untuk percaya pada Aruna. Juga Inez, dia selalu saja hadir untuk merebut apa yang menjadi miliknya.
“Apa kamu nggak melihat, Dru? Benang jodoh ini sudah lama ditentukan lama sebelum kita ada. Kamu hanya bagian dari takdir itu.” – Inez – hlm. 266

Marginalia, aku baru mengetahui kata ini karena membaca novel Marginalia. Marginalia berarti catatan pinggir di buku. Kalau aku, sih, aku sayang bukuku di coret-coret. Aku lebih suka menuliskan apapun tentangnya di blog atau goodreads saja. Kecuali buku pelajaran.
Novel ini diceritakan dengan sudut pandang orang pertama. Namun, dari dua tokoh yang berbeda, Drupadi dan Aruna.
Mereka punya sisi menarik yang membuat aku enggan meninggalkan novel ini sebentar saja. Termasuk eksekusinya, benar-benar diluar dugaan. Hasinya, hanya setengah hari aku berhasil menghabisinya.
Karakter Aruna menurutku melankolis, romantis, bukan tipe cowok emosional, dia malah terkesan lembut. Beda dengan Drupadi yang menurutku lebih superior, mempesona, dan tak gampang menyerah.
Aku juga suka setting Kafe Marginalianya. Sisi misteriusnya dapat banget. Aih… aku jadi penasaran sama kafe ini.
Aku nyaman sama pilihan diksinya. Nama yang dipilih untuk tokohnya pun keren. Jalan ceritanya juga mulus sampai akhir. Narasinya nggak muter-muter, jadi tambah enak bacanya.
Ending-nya juga oke. Yang paling aku suka, cara Aruna mempersatukan Inez sama Irwan. Ini cara yang tak terduga.
Ratingnya 4,4 dari 5 bintang.




 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos