Wednesday, May 27, 2015

Resensi – IN A BLUE MOON “Sesendok krim pahit dari masa lalu”

Penulis : Ilana Tan
Penerbit : Gramedia
Genre : Romance
Kategori : Adult, Metropop
Terbit : 2015
Tebal : 320 hlm
ISBN : 978 – 602 – 03 – 1462 – 4
Harga : Rp. 70.000
Jika ada pertanyaan, ‘adakah sesuatu yang paling kau sesali dari masa lalu?
Maka, Lucas Ford akan menjawab, ‘ya’ dengan sangat yakin. Apalagi saat dia menemukan sebuah wajah yang tak asing lagi di sebuah pesta pernikahan cucu teman kakeknya. Sebuah wajah yang langsung menyiratkan kebencian yang amat sangat – saat membalas tatapannya.
“Lagi pula, permintaan maaf tidak akan mengubah apa yang sudah terjadi. Tidak akan menjadikan semuanya baik-baik saja.” – Sophie – hlm. 41

Sophie Wilson, dialah gadis yang sangat membenci Lucas, dan semakin membencinya saat dia tahu, kakek Lucas menginginkannya untuk menjadi pasangan cucunya.
Ini mustahil! Bagaimana bisa, pria paling dia benci tiba-tiba menjadi tunangannya?
“Dia hanya salah satu anak populer menjengkelkan di sekolah yang hanya merasa bahagia apabila melihat orang lain menderita.” – Sophie – hlm. 41

Namun, Sophie sendiri tak menyangka, hatinya perlahan luluh pada pembuktian diri Lucas. Ya, Lucas membuktikan dirinya sudah berubah. Tapi, apakah luluhnya hati Sophie juga pertanda dia mulai menerima perasaan Lucas? Apalagi ada Miranda, si model cantik yang selalu menempel pada Lucas.  Miranda dia diam-diam mengharapkan Lucas menjadi kekasihnya.

In a Blue Moon, sebuah novel yang jadi fenomenal sebelum novel ini nongkrong di toko buku. Beberapa temanku begitu excited sekali saat tahu Ilana Tan melahirkan novel baru, sampai-sampai mereka rela ikut PO novel ini. Aku? Ah, aku mah santai saja. Cari novel yang harganya miring-miring mantap dong.
Novel ini mengangkat dunia kuliner sebagai latar belakang pekerjaan dua tokohnya. Lucas adalah koki hebat pemilik Ramses, Restoran yang sangat terkenal di New York. Dan, Sophie adalah Patissier juga pemilik toko kue A Piece of Cake, yang tartle-nya sangat terkenal kelezatannya
Hubungan Lucas dan Sophie memang sudah di awali dengan tidak mulus gara-gara kesalahan Lucas di masa lalu. Sebuah kisah bulling saat masa SMA yang dialami Sophie akibat mulut Lucas.
Tapi, novel ini membuktikan pada kita semua, manusia selalu bisa berbuat salah, namun selalu ada kemungkinan manusia tersebut mau berubah dan menjadi sosok yang lebih baik. Dan, akan sangat lebih baik jika kita selalu memberikan kesempatan kedua untuk mereka yang ingin berubah.
Karakter Lucas itu tipe cowok yang serius, tak terlalu suka bercanda, professional dalam bekerja, namun satu yang tidak aku suka dari dia, Lucas tidak tegas pada Miranda. Masak, sih dia nggak tahu Miranda suka padanya? Dan, kenapa dia tidak mempertegas hubungannya dengan Miranda agar cewek ini tidak mengharapkannya?
Oh, kalau aku jadi Sophie, aku bakalan takut sama cowok yang nggak tegas begini. Bisa-bisa, di belakang hari, dia melakukan hal yang sama pada cewek lain, memberi harapan palsu.
Sophie sendiri tercipta untuk menjadi cewek yang menyenangkan, berjiwa sosial tinggi, ramah, sayang pada keluarga, dan bukan tipe pecemburu. Sophie termasuk jenis cewek yang berpikiran positif. Tipe cewek seperti Sophie ini, tipe cewek yang menyenangkan sebagai teman dan kekasih.
Dalam membaca novel ini, aku membuat beberapa catatan yang menurutku harus dikoreksi lagi.
“Namun, setelah ia melihat sendiri apa kompleks apartemen yang dimaksud, terlebih…” – hlm. 40.
Coba rasakan penggunaan kata ‘apa’ dalam kalimat tersebut. Aku merasa penggunaan kata ‘apa’ tidak tepat. Bandingkan jika ‘apa’ dirubah menjadi ‘seperti apa’, mungkin kalimat akan lebih terasa enak.
Kasus terjadi kembali di kalimat berikut :  
“Sophie melepaskan jaket dan syal dan menggantungnya di dalam lemari penyimpanan.” – Hlm. 43
“Dan” dan “Dan”, jika digunakan secara berurutan seperti itu, aku merasa nggak nyaman saat membacanya. “Dan” yang aku tebalkan sepertinya akan lebih tepat jika diganti “Lalu”.
“Penarikan kesimpulan yang menarik.” – Hlm. 90
Yah… ini kenapa kayak nggak ada pilihan diksi lainnya, ya? Dari pada kalimatnya seperti itu, kayaknya cukup dibuat begini aja, deh, “Kesimpulan yang menarik.” Nah, lebih oke, kan?
Novel In a Blue Moon punya alur yang cepat. Konflik yang disajikan juga tidak terasa berat dan berputar-putar kayak benang kusut. Novel ini tidak banyak membuat pembaca berpikir, sehingga pembaca sangat rileks saat membacanya.
Awal novel ini juga menyajikan sesuatu yang mengundang selera, dan ending-nya berhasil menutup dengan baik, juga cukup manis.
Ratingnya 3,2 dari 5 bintang.

Thursday, May 21, 2015

Resensi – CRYING 100 TIMES “Kaki terus melangkah, meski hati mau mati”

Penulis : Nakamura Kou
Penerjemah : Khairun Nisak
Penerbit : Haru
Genre : Romance
Kategori : Terjemahan, Novel Jepang
Terbit : Juni 2013
Tebal : 256 hlm
ISBN : 978 – 602 – 7742 – 19 – 2
Harga : Rp. 49.000
Setiap orang di dunia ini, selalu berharap hidup bahagia bersama semua yang dia sayangi. Begitu juga dengan Fujii.
Awalnya, harapan itu tampak baik-baik saja. Namun, jalan hidup tak pernah benar-benar mulus. Anjing kesayangannya – Book – mulai sakit-sakitan. Tak ada yang tahu sampai kapan dia akan bertahan.
“Mimpi adalah sesuatu yang sedikit berbeda dengan hal-hal yang dipikirkan maupun dirasakan, bukan? Dia memang sesuatu yang juga keluar dari dalam diri kita, tapi seperti sesuatu yang diperlihatkan di bioskop atau televise, kan?” – Yoshimi – hlm. 123

Di antara perasaan cemas itu, Fujii berusaha memberikan semangat pada Book dengan mengunjunginya menaiki sepeda motor lamanya yang – sebenarnya – sudah tak bisa berjalan lagi hampir empat tahun. Sepeda motor tua itulah yang menjadi saksi pertemuan Book dengan Fujii. Karena itulah, Book menyukai suara berisi motor tua Fujii.
Berkat semangat dari pacar Fujii, dia berhasil memperbaikinya dan membawa motor tua itu pulang ke rumah. Dia berharap, saat mendengar suara motornya, Book akan berlari dan menyambutnya. Dan, berkat motor tua itu pulalah, Fujii berhasil melamar kekasihnya meskipun lamaran itu jauh dari kata romantis.
Kisah Book beberapa kali membuat pacar Fujii merasa tersentuh dan menangis. Gadis itu ingin suatu saat bertemu dengan Book. Sayangnya, pacar Fujii-lah yang selanjutnya tiba-tiba sakit.
“Di dunia yang dipenuhi dengan mimpi seperti itu, jika ditelusuri kebalikannya, akan sampai ke mana? Pernahkah kamu memikirkannya?” – Yoshimi – hlm. 125

Harapan untuk hidup bahagia bagi Fujii tiba-tiba berubah semu. Apalagi saat mengetahui penyakit apa yang diderita pacarnya.
Fujii yang sedang sibuk dengan pekerjaannya menjadi begitu dilema antara harus berada di samping pacarnya, atau menyelesaikan pekerjaannya yang tampak tidak akan selesai dengan cepat.
Fujii hanya bisa berharap, pacarnya akan bertahan dan bisa sehat kembali. Dia berharap, rencananya untuk menikahi kekasihnya bisa terlaksana.
“Pengetahuan bercerita kepadaku. Dalam semua hal, akhir adalah hal yang paling penting. Tak terkecuali kehidupan dan cinta, semuanya ada akhirnya. Itulah kenyataannya. – Fujii – hlm. 85

Crying 100 Times, novel yang dari judulnya saja sudah ketahuan bakalan bikin menangis.
Mengangkat tentang kehidupan pria Jepang, novel ini terasa seperti diary. Apalagi POV yang dipilih adalah orang pertama yang diceritakan oleh Fujii.
Awal cerita, aku menyukai kisah Fujii dan anjingnya, Book. Book tampak begitu menggemaskan. Dan, saat Book sakit, aku merasakan begitu cemasnya perasaan Fujii. Book, ya ampun, aku berharap anjing itu akan sembuh. Tapi, pada manusia saja, penyakit ginjal sulit disembuhkan, apalagi pada hewan.
Karakter Fujii ini tipe pria lembeng dan nggak romantis. Dia bercerita tentang dirinya sendiri mulai masa-masa sekolah hingga bekerja. Fujii bukan tipe pria yang gampang menggambarkan perasaannya. Dia tipe pria yang tidak akan meledak-ledak dalam menghadapi sesuatu. Dan, dia juga sedikit tertutup.
Mungkin itu-lah yang membuat novel ini juga terasa lempeng, kurang bergairah juga monoton. Ah, dan tidak ada tantangannya.
Konflik di novel ini disebabkan oleh penyakit. Semua diluar itu tampak dibuat begitu mudah, dari saat lamaran yang langsung dijawab ‘iya’ oleh pacar Fujii, dan kehidupan Fujii yang awalnya tampak sangat luar biasa ‘biasa aja’ karena terlalu berjalan dengan mudah.
Duh, serius, aku butuh sesuatu yang horror di novel ini. Tapi, ya…nothing. Termasuk ending-nya yang jelas-jelas semua orang tahu akhir kisahnya tanpa membacanya.
Alurnya, jelas monoton, karena memang 75% itulah aura yang disajikan. Yah, mau bagaimana lagi, aku harus membaca novel ini loncat-loncat. Setidaknya, aku bisa menyelesaikannya. Gitu aja.
Rating untuk novel ini 1,3 dari 5 bintang.

Tuesday, May 19, 2015

Resensi – DIVORTIARE “Melepas masa lalu, tak mudah ternyata”

Penulis : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia
Genre : Romance, Metropop
Kategori : Adult
Terbit : Desember 2008 (Cetakan ketiga)
Tebal : 328 hlm
ISBN : 978 – 979 – 22 – 3846 – 4
Harga : Rp. 45.000
Alexandra, akhirnya dia menjalani hidup tanpa Beno. Mereka BER-CE-RAI. Yah, sudah tiga tahun dia menjanda, tapi dia belum bisa benar-benar lepas dari Beno.
“It’s time to move on, to open up yourself again.” – Wina – hlm. 58

Setiap sakit, Alex masih mencari Beno. Dan, tato bergambar nama Beno di dada kirinya pun belum dia lenyapkan. Juga hatinya, sosok Beno masih di sana, meskipun Alex tak pernah mengakuinya. Alex membenci Beno, itulah yang coba dia perlihatkan pada semua orang, dan dirinya sendiri.
“Jadi, kalau bisa memutar waktu, aku akan memilih membencinya dari awal… Karena kalau aku membencinya, ia tidak akan bisa menyakitiku. Kita hanya bisa disakiti oleh orang-orang yang kita cintai, ya kan?” – Alexandria – 62

Memang, setiap mereka bertemu, mereka selalu bertengkar dan bertengkar, meskipun pertemuan itu sekeder lewat telepon. Pertengkaran itu membuat Alexandra tak habis pikir, kenapa dia dulu mau saja menikah dengan Beno – dokter bedah yang begitu hebat, namun tak pernah ada untuknya, yang menganggap semua pasiennya lebih penting dari pada istrinya. Oh, God! Alex selalu merasa gila setiap memikirkan masa lalunya saat masih bersama Beno.
“Opposite, attracts, but two people who are so much alike are just like magnets with the same pole.” – Alexandra – 60

Denny, cowok yang pernah mampir di beranda hatinya muncul. Dia menawarkan apapun yang Alex mau saat bersama Beno dulu. Kasih sayang, cinta yang begitu tergambar jelas, cowok romantis dan perhatian, semuanya ada di Denny. Dia sosok yang begitu sempurna untuk menggantikan Beno.
Tapi, mampukah Denny menggeser laki-laki yang kata Alex cowok brengsek, menyebalkan, egois, arogan dan sombong – dari hatinya?
“Kalau tujuan gue mencari pengganti Damar, sampai kapan pun gue nggak akan nemu. Damar ya Damar, cuma diciptakan Tuhan satu di dunia ini, nggak ada yang bakal nyamain. Yang harus gue cari itu laki-laki yang menyayangi gue, mencintai gue, dan bisa bikin gue percaya cinta lagi.” – Wina – 258

Divortiare, novel lanjutan Twivortiare. Sayangnya, aku tak membaca Twivortiare sampai tamat – catat, tak sampai tamat – karena aku memilih menutup bukunya sebelum menghabiskan seperempat halaman. Kenapa? Aduh, aku pusing baca tweet bahasa inggris yang hampir mendominasi separuh lebih isi novel.
Kalau tweet aja sih, nggak masalah. Tapi, bahasa inggrisnya itu, lho. Bukannya aku nggak bisa. Aku bisa dikit-dikit. Sekedar Bahasa Inggris kelas SMA-lah. Nah, ini bahasa Inggrisnya kelas S1 jurusan Sastra Inggris. Puyeng kalau suruh ngartiin semuanya. So, aku langsung loncat ke Divortiare.
Dulu, Antologi Rasa bikin aku nggak bisa berhenti baca. Dan, untuk kali inipun aku juga sangat menikmatinya. Meskipun, aku nggak tahu cerita awalnya (Twivortiare), aku nggak ada masalah.
Alexandra, si cewek workaholic banker yang hidupnya bisa tiba-tiba harus nyungsep di pedalaman antah berantah untuk sekedar meninjau perusahan nasabahnya. Dia juga begitu mencintai berbagai merk branded yang menguras kocek, dan penikmat kopi.
Alex tipe cewek keras kepala, nggak mau ngalah, kadang bisa begitu emosional, tapi Alex bukan tipe cewek gampang jatuh cinta. Meskipun sudah berlalu lebih dari dua tahun, nyatanya dia belum bisa move on dari mantan suaminya.
“Gue sadar kenangan nggak bakal bisa dihapus. Anggap aja kenangan itu bagian dari hidup gue yang dulu, yang juga membuat gue yang sekarang. Gue cuma perlu mengalami kenangan-kenangan baru yang indah. Hidup kita nggak harus ditentukan masa laku kan, Lex?” – Wina – 258

Alexandra ini cewek pintar, modis dan cantik pula. Dia begitu ingin dicintai dan diperhatikan. Tapi, itu tidak dia dapat dari Beno. Yah, itulah yang bikin dia bercerai.
Sedangkan Beno, tipe cowok yang tak kalah workaholic dan tak romantis. Dia sangat mencintai Alexandra – aku tahu itu. Tapi, dia tak pintar memperlihatkan itu.
Sekelebat, aku dibuat takut akan kesibukan Beno yang super gila. Ya ampun, kalau jam kerjanya kayak begitu, dari pagi sampai entah jam berapa, dan bisa tiba-tiba dipanggil ke rumah sakit untuk operasi padahal lagi asyik mesra-mesraan. Aku bisa ngertilah, ya, apa yang dirasakan Alex. Namun, kalau melihat kayak apa argent-nya semua itu, sebagai istri yang baik harusnya sih bisa nerima.
Sayangnya, di Divortiare ini Beno tak banyak menampilkan dirinya. Dia kadang muncul dengan karakter yang dingin, sinis, dan menyebalkan. Tapi, waktu dia hadir untuk nolong Alex, semuanya tampak berbeda. Beno…oh, so cute, so gentleman, so apalah-apalah! Siapa sih yang bisa menolak dokter keren macam dia? Pantes aja si Alex nggak move on-move on.
Dan, saat aku ngelihat Denny. Sosok dia ini sebenarnya keren, manis pula. Namun, dia tak menantang. Dia hadir di hidup Alex sekedar untuk menguji Alex, atau untuk menyadarkan Alex bagaimana sebenarnya hati dia.
Divortiare dibalut dengan alur yang segar, dan nggak ketinggalan kehidupan khas banker benar-benar tercipta sempurna. Di novel ini, aku juga menyukai persahabatan Wina dan Alexandra. Karakter Wina yang ceplas-ceplos, juga gokil itu bikin aku kadang ketawa waktu menemukan percakapan mereka yang asal nyablak.
Si Ryan teman sekantor Alexandra juga nggak kalah sableng. Dia dan Wina lah yang jadi kompor buat Alex segera melupakan Beno, dan menerima Denny.
Banyak hal yang bikin aku paham tentang hubungan pernikahan karena novel ini, bahwa menikah itu gampang, guys. Tapi, untuk mempertahankannya itu, lho, yang super sulit. Saling mengerti dan komunikasi, juga sesekali memperlihatkan cinta kasih itu sangat penting. Menjadi workaholic boleh-boleh saja. Namun, keluarga kadang juga harus jadi prioritas. Dan, banyak lagi ilmu yang aku dapatkan.
Marriage counselor kami – yes, we want to one – pernah bilang ketika salah seorang mulai menarik diri, seharusnya pasangannya mengalah, meraih pasangannya supaya ia tidak menarik diri lebih jauh.” – Alexandra – 60

Aku menyukai pilihan diksi yang dipilih Ika Natassa, kecuali bahasa inggrisnya. Namun, kalau seperti ini mah, masih oke buat aku. Asal nggak separuh lebih aja, kayak baca novel bahasa Inggris aja.
Yang membuat aku sedih, kenapa ending-nya kayak begitu. Oke, fine, aku tahu Beno balik lagi sama Alexandra. Tapi, aku kan juga pengin tahu si Beno itu bilang gimana sama Alex saat minta balikan. Jangan-jangan harus baca di Twivortiare 2, enggak deh, kalau suruh baca yang Twivortiare 2. Dia sama aja kayak yang Twivortiare 1, full bahasa Inggris.
So, aku kasih 3,4 dari 5 bintang buat novel ini.

Friday, May 15, 2015

Resensi – MONSOON "Apa Maksud Setuang Air Teh"



Karya : Syahmedi Dean
Penerbit : Gramedia
Genre : Romance, Metropop
Kategori : Adult
Terbit : Juli 2013
Tebal : 304 hlm
ISBN : 978 – 979 – 22 – 9776 – 8
Harga : Rp. 55.000

Mereka adalah sahabat,  Alif, Raisa, Didi, dan Nisa. Dan, mereka disatukan oleh dunia fashion. Keempatnya begitu mencintai fashion dengan caranya masing-masing. Dan, mereka juga diuji oleh dunia yang mereka cintai, fashion.
Raisa dan Alif, kedua orang ini harus rela kehilangan pekerjaan karena kecerobahan mereka sendiri. Buat Raisa, ini bukan masalah, karena meskipun menganggur, dia tetap bisa hidup mewah karena orang tuanya. Sedangkan Alif, dia jelas luntang-lantung karena menganggur. Hidupnya bergantung pada tabungannya.
Yang menjadi motifasi Raisa untuk mencari pekerjaan adalah Alif. Raisa diam-diam mencintai Alif, meskipun Raisa tahu Alif sudah menikah dengan Saidah, dan walaupun akhirnya Alif menjadi duda. Tapi, meski Alif sudah berubah status, Raisa tetap memendam perasannya.
“Ustazah gue bilang… langkah awal gue salah. Dia bilang kalau mau berbuat sesuatu, cari cara yang sesuai kemampuan diri.” – Raisa – hlm. 190

Sebagai usahanya, Raisa mencoba membujuk seorang wanita kaya raya bernama Yvone untuk memberinya modal sebagai awal membangun sebuah majalah fashion baru yang akan menjadi ladang pekerjaan untuknya dan Alif, juga Nisa dan Didi yang mulai tak tahan dengan tempatnya bekerja.
Majalah itu akhirnya lahir. Maga, dia menjadi bagian yang menyatukan kembali empat sahabat di tempat yang sama. Tapi, dunia ini bukan surga. Ada banyak hal yang menjadi rintangan mereka. Dari teman kantor yang menyebalkan, Yvone, tekanan batin Alif tentang keinginannya bersatu kembali dengan Saidah, Raisa yang masih diam-diam mencintai Alif dan ketakutannya pada apa yang sedang dia pegang sekarang, dan Didi, yang tiba-tiba dihadapkan pada masalah yang dibuat ayahnya, juga Nisa yang hamil diluar nikah.
“Jadi saya harap semua bisa memanfaatkan kesempatan ini semaksimal mungkin. Yang terbukti nggak kreatif, have nothing to say to people” – Raisa – hlm 109

Maga, apakah dia tetap bisa bertahan dalam ketatnya persaingan? Bisakah keempat orang ini bertahan dalam cobaan? Apakah Raisa akhirnya mendapatkan Alif, atau Alif malah kembali pada Saidah?
Di dunia ini, ada beberapa hal yang tak bisa ditebak. Termasuk akhir dari sebuah kisah.                                         
Monsoon, novel Syahmedi Dean kedua yang aku baca setelah Pangeran Kertas. Novel ini mengusung dunia fashion dan majalah yang begitu kental dengan para tokohnya.
Sebenarnya, novel ini novel seri. Ada empat seri – lebih tepatnya. Namun, aku baru dan mungkin hanya akan membaca novel seri terakhirnya, ya novel ini.
Pada dasarnya,  aku suka dengan karakter para tokohnya. Alif, si wartawan alim yang berjalan lurus pada prosedur agama. Sampai-sampai, meskipun dia berada di antara para manusia dengan gelas bir, dia tetap tak akan menyentuh minuman itu. Punya idialisme yang tinggi di bidangnya. Meskipun tak pernah menggunakan merk-merk top dunia – walaupun dia adalah wartawan fashion – Alif tak perlu diragukan dalam membuat sebuah karya.
Raisa, bisa dibilang, dia kebalikan dari Alif. Semua yang melekat padanya benar-benar menunjukkan siapa dirinya, si cewek yang begitu mengerti fashion dan bekerja di dunia fashion. Kenyataannya, Raisa tak terlalu bisa menunjukkan kepahamannya tentang fashion dalam bentuk tulisan di majalah. Dia paham fashion untuk diri sendiri.
Raisa bisa dibilang cewek yang hebat. Dia masih mau berusaha dan belajar untuk lebih baik di bidangnya, dan dia akhirnya berhasil. Keberhasilannya itu berkat Alif juga. Alif selalu menjadi pahlawan Raisa di saat genting.
Didi, si cowok yang punya kelainan penyuka sesame jenis. Tapi, Didi ini kompeten banget di dunia fashion. Dia yang paling sempurna, dalam bidang fashion maksudku. Didi si ceplas-ceplos dan sering kali komentar fashionnya menohok hati yang jadi sasarannya. Tapi, Didi ini unik. Dia bikin hubungan persahabatan mereka terasa lebih fresh.
Kalau Nisa, jujur aku kurang bisa mengenal dia dengan baik di novel ini. Nisa yang menurutku cukup labil dalam menghadapi kisah percintaan, sampai-sampai dia hamil di luar nikah. Nisa si cengeng dan mudah tersentuh. Tapi, Nisa ini begitu peduli pada teman-temannya.
Banyak hal yang bisa aku ambil dari novel ini. Salah satunya, tentang adab berhijab. Tentang begitu sulitnya merubah diri dari yang selalu berpenampilan seksi – em, minimal tak berhijab – kemudian berubah memakai hijab. Yap, aku tahu perasaan Raisa karena aku bisa merasakannya. Memang nggak keseluruhan konflik batin kami sama, tapi adalah beberapa yang sama.
Kemudian, tentang seperti apa kita melihat seseorang, seperti apa kita mengenal seseorang, belum tentu kita benar-benar sudah 100% mengenalnya dengan baik. Lalu, peringatan untuk lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. Dan, mau menerima sahabat kita bagaimanapun keadaannya. Novel ini juga menyinggung tentang-carut marut dunia politik di Indonesia, dan begitu rumitnya sebuah kehidupan glamor itu sebenarnya.
Novel ini sebenarnya sangat bergizi tinggi. Tapi, aku kurang suka narasinya. Kurang setuju dengan pilihan POV yang berubah-ubah, kadang POV 1 dari sudut pandang Alif, kadang POV 3.
Endingnya, auh…menurutku terlalu tragis. Kenapa harus begitu, rasanya menyakitkan.
Rating untuk novel ini, 2,8 dari 5 bintang.

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos