Penulis : John Green
Penerjemah : Poppy D. Chusfani
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
(GPU)
Genre : Romance
Kategori : Young Adult, Terjemahan,
Matematika
Terbit : 2014
Tebal : 320 halaman
ISBN : 978 – 602 – 03 – 0527 – 1
Harga : Rp. 60.000
Colin Singleton, dia baru
saja lulus SMA. Namun, dia harus mengalami patah hati karena Katherine –
kekasihnya ke sembilan belas – mencampakkannya.
“Di mana-mana manusia menyalahkan
alam dan takdir, namun takdir seseorang adalah gema dari karakter dan gairahnya
sendiri, kesalahan dan kelemahannya.” – Kutipan Yunani – hlm. 43
Colin frustasi
berat. Sahabatnya, Hassan Harbish
mencoba menghiburnya dengan mengajukan ide untuk melancong ke mana saja.
Bersama Kereta Jenasah
Setan – nama mobil Colin – mereka menyusuri jalanan tanpa tujuan. Di sepanjang
jalan itu pun, ingatan Colin tentang Katherine XIX terus saja muncul.
“Kau bisa sangat mencintai seseorang.
Tapi kau tidak bisa mencintai sebesar kau merindukan mereka.” – hlm. 153
Sebagai pelampiasan,
Colin yang dikenal sebagai anak ajaib karena mempunyai kemampuan mengingat yang
menakjubkan, juga sangat pandai dalam bermain anagram, dan hal-hal lainnya – mencoba
membuat sebuah rumus tentang hubungan terjampak dan pencampak untuk meramalkan
sebuah hubungan.
“Karena hubungan cinta mudah ditebak,
bukan? Yah, aku menemukan cara untuk menebak. Sebut saja dua orang, dan bahkan
jika mereka belum pernah bertemu, formulanya akan menunjukkan siapa yang akan
mencampakkan siapa jika mereka berkencan, dan persisnya berapa lama hubungan
mereka akan berlangsung.” – Colin – hlm. 63
“Mustahil,” – Hasan
“Tidak mustahil, karena kau bisa
melihat masa depan kalau kau punya pemahaman dasar tentang bagaimana orang akan
bersikap.” – Colin
Sebuah papan iklan
pemakaman Archduke Franz Ferdinand di Gunshot, Tennessee, membawa mereka ke
sebuah toko klontong. Di sana, Colin dan Hassan bertemu Lindsey Lee Wells yang
bersedia menjadi pemandu mereka ke tempat pemakanan Archduke Franz Ferdinand.
Setelah mengunjungi pemakaman, mereka bertemu pacar Lindsey, yang ternyata
bernama Colin juga. Lalu, mereka bertemu ibu Lindsey, Hollis.
Saat Hollis tahu Colin
adalah anak ajaib, dia menawari pekerjaan dengan upah cukup besar pada mereka.
Pekerjaan itu adalah mewawancarai penduduk Gunshot bersama Lindsay. Karena
tawaran itu cukup menarik, mereka menerimanya.
Dan, petualangan
sebenarnya di Gunshot baru saja dimulai. Petualangan tentang bagaimana
menghargai diri sendiri, tentang arti persahabatan, cinta, kesetiaan dan kasih
sayang sesama manusia.
“…Kurasa bagian-bagian yang hilang
dari dirimu takkan pernah bisa masuk dengan pas lagi. Seperti Katherine. Inilah
yang kusadari : kalau aku mendapatkannya lagi, dia takkan bisa menggantikan
lubang yang terjadi akibat kepergiannya.” – Colin – hlm. 283
An Abundance of Kathrines, novel pertama John Green yang aku baca, dan aku
terpukau.
Menurutku, dia jenius.
Aku sangat tahu, cinta selalu bisa diceritakan dalam bentuk apapun. Dan, dia
punya cara bercerita yang unik tentang cinta. Cinta untuk Colin adalah geometri,
teori dan rumus Matematika.
Novel ini adalah novel
romance. Tapi, kamu akan bertemu banyak rumus-rumus matematika, kurva, bahkan
kamu akan menemukan ilmu pengetahuan umum tentang para tokoh-tokoh terkenal di
dunia – di dalam buku ini. Juga catatan kaki yang ditulis tak kalah seru dari
isi novelnya. Kadang, aku bisa tersenyum saat membacanya.
Bisa dibilang, John Green
ingin pembacanya tidak sekedar menikmati kisah cinta para tokohnya, tapi juga
belajar tentang ilmu sesungguhnya.
Colin, si cowok ajaib
yang jatuh cinta pada sembilan belas cewek bernama Katherine. Uniknya, semua
Katherine ini punya ejakan yang sama K-A-T-H-E-R-I-N-E. Ini memang terasa
terlalu kebetulan, tapi kebetulan memang banyak ditemukan di dunia. Sebenarnya,
bukan sembilan belas Katherine, tapi delapan belas Katherine. Karena Katherine
I adalah juga merupakan Katherine XIX.
Uniknya lagi, kesembilan
belas Katherine itu semua mencampakkan Colin. Wao… ini mengenaskan. Dan, Colin
yang digambarkan sebagai cowok dengan otak brilliant namun punya jiwa lemah dan
tubuh kurus yang gampang ditindas pun akhirnya patah hati parah.
Patah hatinya inilah yang
menjadi dasar Colin menuliskan teori hubungan tercampak dan pencampak. Dia
ingin menjadikan rumus ini sebagai cara untuk memprediksi kapan cintanya akan
tercampakkan lagi.
“...terpisahnya Colin Singleton
dengan kacamatanya membuat dia menyadari apa masalahnya selama ini : myopia.
Dia rabun jauh. Masa depan terbentang di hadapannya, tak terhindarkan namun tak
kasat mata.” – hlm.
52
Berbagai kurve dia buat.
Bahkan, akhirnya kurve itu berubah menjadi rumus cantik dengan berbagai
variable tambahan. Lindsay termasuk orang yang membantu Colin untuk
menyelesaikan rumus itu. Dia memberikan beberapa hal yang awalnya tak pernah
dipirkan Colin.
Tokoh menarik di novel
ini adalah Hassan. Dia muslim. Dan, dia muslim yang rajin menjalankan solat
lima waktu meskipun dia tetap melanggar beberapa aturan Islam. Hassan ini
konyol. Dia menjadi bagian yang segar di antara kelempengan Colin.
Sedangkan Lindsay, dia
gadis yang menyenangkan. Walaupun, dalam dirinya ada beberapa hal yang dia coba
untuk disembunyikannya. Dia merasa tidak menjadi dirinya sendiri. Dia malah
kagum pada Colin yang bisa menjadi dirinya sendiri. Padahal, Colin merasa dia
ingin menjadi orang lain karena dia merasa tak berarti.
Kedekatan Lindsay dan
Colin membuat mereka belajar banyak tentang menjadi diri sendiri, dan bagaimana
memperlakukan dirinya sendiri. Hollis juga mengajarkan mereka tentang arti
pengorbanan untuk orang lain.
Novel ini punya banyak
sekali makna, benar-benar banyak. Aku nggak bisa mengurainya satu persatu.
Hanya orang-orang yang mau memahami novel inilah yang akan mendapatkan ilmunya.
Ending-nya, adalah sebuah jawaban dari segala rumus Colin. Colin menemukan
hal-hal yang tak pernah dia pikirkan. Bisa dibilang ending-nya adalah “Eureka”
yang sebenarnya – dalam bahasa Yunani berarti ‘Aku Menemukannya!’ – dari Colin.
Rating 3,3 dari 5
bintang.
No comments:
Post a Comment