Penulis : Akiyoshi Rikako
Penerjemah : Andry Setiawan
Penerbit : Haru
Genre : Thriller, Horor
Kategori : Young Adult, Terjemahan,
Novel Jepang
Terbit : Agustus 2015
Tebal : 252 hlm
ISBN : 978 – 602 – 7742 – 57 – 4
Harga : Rp. 55.000
Koyama Nobuo, Siswa SMA
yang dibunuh pada malam pembukaan semester baru. Dia didorong dari tepi tebing
hingga tewas. Namun, ternyata hanya raganya yang meninggal. Jiwanya tetap hidup
dan merasuk di dalam raga orang yang berniat menolongnya, Takahashi Shinji.
“Sebenarnya, aku adalah orang yang
seharusnya tidak ada. Dan entah karena ulah siapa, sekarang aku hidup seperti
ini. Tapi, hal ini tidak normal. Pasti semua orang lebih bahagia tanpa diriku,
kan? Apakah arti hidup ini? Bahkan sampai membuat repot orang lain…” – Koyama Nobuo – hlm. 155
Takahashi mempunyai
perawakan yang tampan, dan sangat berkebalikan dengan Nobuo. Ini membuat dia
dikagumi oleh para cewek, dan lebih mudah bergaul dengan teman-temannya.
Nobuo yang berada di
dalam tubuh Takahashi memutuskan untuk pindah ke sekolah lamanya. Dia ingin
menemukan pembunuhnya. Nobuo mencurigai teman satu kelasnya. Dengan menggunakan
wajah Takahashi, dia mulai menyelidiki kasus pembunuhan atas dirinya sendiri.
“Aku tidak ingin mereka merasakan
adanya hubungan antara ‘aku yang dulu’ dengan ‘aku yang sekarang’, Takahasi
Shinji. Karena… Aku dibunuh oleh salah satu murid kelas ini.” – Koyama Nobuo – hlm. 28
Bukan hal yang mudah
ternyata menemukan pelakunya. Meskipun beberapa alibi teman-temannya mulai
terungkap, Nobuo malah semakin bingung. Bahkan, orang yang mulanya tak ada
dalam daftar tersangkapun ikut-ikutan terseret masuk sebagai orang yang mungkin
membunuhnya.
“Mulai hari ini,
selama aku hidup pasti akan ada banyak hal yang menyusahkan. Pasti juga ada
rintangan tinggi yang menghalangiku.” – Koyama Nobuo – hlm. 244
The Dead Returns, bisa dibilang aku sangat ingin membaca novel ini karena
jatuh cinta pada karya Akiyoshi Rikako yang lebih dulu diterbitkan Penerbit
Haru, Girl in the Dark. Di novel GiTD, menurutku cara bercerita Akiyoshi Rikako
sangat unik. Aku berharap, di novel ini pun begitu.
Apakah TDR berhasil
membuatku puas seperti GiTD?
Mau tidak mau, aku memang
membandingkan dua buku ini. Dan, GiTH menurutku masih lebih unggul dari TDR.
Di Novel GiTH, hampir
semua tokohnya mempunyai kesempatan untuk menceritakan langsung alibinya.
Sedangkan di TDR, hanya Nobou yang bercerita. Dia sebagai tokoh yang mencari
pembunuhnya, hanya bisa menyebutkan dugaan-dugaan sebagai clue. Membuat – kita pembaca – ikut mencurigai beberapa tokohnya.
Namun, entah bagaimana aku merasa tidak yakin dengan pemikiran Nobuo. Aku yakin
ada seseorang yang diluar daftar itu sebagai pelakunya.
Karena pemikiran Nobuo
yang berputar-putar, novel ini terasa agak lambat. Kurang memberikan unsur
tegang yang lebih, dan kurang membuat pembaca – aku – merasa dibuat amat
penasaran.
Namun, novel ini punya
nilai moral yang bagus. Pembaca diajak belajar tentang pentingnya mempunyai rasa percaya diri dalam
pergaulan.
“Namun, dalam artian tertentu, diabaikan secara tak sadar dan
tanpa alasan rasanya lebih menyakitkan dari pada diabaikan karena di-bully.” – Koyama Nobuo – hlm. 98
Nobuo yang karakternya
terlalu introvert tidak bisa menyatu
dengan teman-teman sekelasnya. Dia tampak seperti orang yang diabaikan. Sebenarnya,
dia diabaikan karena dirinya sendiri. Dia yang terlalu tertutup membuat
siapapun jadi enggan untuk dekat dengannya. Coba kalau dia lebih terbuka,
mungkin teman-temannya juga akan welcome
padanya.
Nobou baru menyadari hal
itu saat dia hadir kembali sebagai Takahashi. Dengan tubuh Takahashi, Nobuo
mulai mengenal seperti apa teman-temannya yang sebenarnya. Ternyata, mereka tak
seburuk yang dia kira.
“Rasanya aku juga harus minta maaf,
termasuk pada Sasaki-kun dan Arai-kun, karena aku menghakimi sifat mereka hanya dari penampilannya, bahkan
sebelum aku berbincang dan mengenal mereka dengan baik.” – Koyama Nobuo –
hlm. 95
Dulu, Nobuo tak punya
nyali untuk menyatu dengan mereka. Andai saja sejak dulu Nobuo lebih percaya
diri, dia pasti tak semenderita dan tak merasa tidak dipedulikan seperti ini.
Awalnya, saat membaca dua
paragraf terakhir, aku merasa tidak puas. Dalam otakku, aku merancang sebuah ending yang kuinginkan sendiri.
Aku berpikir, akan lebih
bagus kalau Nobuo tetap menjadi Takahashi sampai akhir. Namun, karena penulis
punya pendapat lain, tentu ending-nya
suka-suka penulis.
Dan, di akhir cerita,
ternyata aku cukup suka. Aku tak jadi kecewa. Ada poin yang bagus di ending-nya. Kayaknya, Akiyoshi Rikako
termasuk ahli dalam membuat ending.
Lain kali, aku tak akan meragukan ending yang
dia buat.
Ratingnya 3,3 dari 5
bintang.
No comments:
Post a Comment