Penulis
: Syafrina Siregar
Penerbit
: Gramedia
Genre
: Romance, Fiksi
Kategori
: Adult, Metropop
Terbit
: 2014
Tebal
: 208 hlm
ISBN
: 978 – 602 – 03 – 1078 – 7
Harga
: Rp. 45.000
Pada dasarnya, jatuh cinta itu bisa dengan siapa saja. Bahkan,
dengan orang yang salah sekalipun.
Tapi, lain lagi jika kita ingin menjalin hubungan cinta. Dalam hal
ini, pertimbangannya bukan sekedar “Aku cinta Padamu”. Ada sesuatu yang lain.
Mungkin, persamaan prinsip yang hampir harus sama, atau kesepakatan untuk
menerima perbedaan di antara keduanya.
Yang jelas, dalam sebuah hubungan harus ada yang namanya kecocokan
untuk menciptakan sebuah kenyamanan.
Namun, dalam hubungan Mia dan Ryan, ada sesuatu yang membuat
hubungan mereka sepertinya tidak akan pernah cocok.
“In case your forget, Mia, friends don’t kiss.” – Ryan – hlm. 153
Mia Ramsy, seorang konsultan Laktasi. Dia jatuh cinta pada orang
yang salah. Seorang laki-laki yang mobilnya dia tabrak di parkiran rumah sakit.
Seseorang yang harusnya tidak boleh dia cintai.
Lalu, kejadian tabrakan itu malah menghantarkan mereka pada sebuah
makan malam. Kemudian, dengan sangat mudah mereka mulai jatuh cinta. Sayangnya,
saat Mia jatuh cinta pada Hardian Subagyo, dia tak tahu siapa laki-laki ini
sebenarnya.
“Aku
memang Hardian Subagyo, Mia. Tapi tidak akan aku biarkan namaku mempengaruhi
hubungan kita.” – Ryan – hlm. 171
Ryan adalah pemilik Prima Gold, produsen susu formula yang menjadi
musuh besar Mia dan teman-temannya yang tergabung dalam IMB (Indonesian Breastfeeding Mother).
Bagi IMB, Prima Gold sudah menyalahi aturan dalam pemasaran
produknya. Mereka dengan berani menghasut para ibu untuk lebih percaya pada
susu formula dari pada ASI.
Lalu, apa yang terjadi saat Mia mengetahui siapa sebenarnya Ryan?
Masihkah Mia berani berharap untuk menghabiskan sisa hidup bersamanya?
“Jika
kamu sungguh mencintaiku, kamu akan memberiku kebenaran, Ryan. Dan tanpa
diminta.” – Mia – hlm. 174
Mia sangat tahu, prinsip hidupnya dan Ryan saling bertolak
belakang. Bagi Mia, dia ingin semua ibu menyusui anaknya. Sedangkan Ryan, dia
ingin target penjualan naik dua kali lipat. Bagaimana caranya? Jelas dengan
membuat para ibu percaya bahwa Prima Gold adalah susu formula terbaik, bahkan
lebih baik dari ASI.
“…kalo
gue diberi kesempatan sama Tuhan untuk punya anak, apapun bakal gue lakukan,
sekalipun harus pontang-panting demi memberikan yang terbaik.” –
Mia – hlm. 71
Friend Don’t Kiss,
sebuah novel Metropop yang lahir untuk menyuarakan hak setiap bayi agar
mendapatkan ASI eksklusif. Sebuah cara sosialisasi yang menurutku sangat jenius
sekali. Penulis hanya perlu menyelipkan segala info penting tentang ASI di dalam
kisah percintaan khas novel romance.
Dan, tanpa disadari pembaca, mereka sudah menyerap segala hal yang penulis
ingin sampaikan.
“Hakikat
seorang ibu adalah perjuangannya yang maksimal untuk memberikan yang terbaik.
Dan ASI adalah hak setiap bayi.” – Mia – hlm. 122
Untuk aku pribadi, karena usiaku yang sudah cukup matang,
info-info tersebut sangat bermanfaat bagi aku meskipun untuk saat ini belum
bisa aku praktekkan. Tapi, aku bisa berbagi info tersebut jika ada orang-orang
di sekitarku yang dalam masa menyusui.
Namun, aku merasa cara penyampaian tentang pentingnya memberikan
ASI pada bayi terlalu ambisius, kurang soft.
Sehingga, ajakan tersebut terasa seperti mendikte dan – sedikit -membebani. Ini terlihat sekali saat Mia menentang keras
adiknya, Lia, memberikan susu formula pada bayinya.
Kemudian, cara menjelaskan segala hal tentang ASI juga begitu
detail, sampai-sampai aku merasa 70% fokus novel ini adalah tentang sosialisasi
ASI. Mungkin karena itu, kisah Ryan dan Mia terasa kurang dieksplor lebih. Membuat
hubungan mereka berkembang terlalu cepat.
Beberapa konflik di novel ini menurutku juga terlalu didramatisir.
Contohnya saja saat Mia gagal menemani adiknya untuk melahirkan dan melakukan
proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Mia tampak sangat-sangat-sangat bersalah
seperti baru saja melakukan sebuah kekacauan besar.
Kemudian, saat masalah ASI mulai masuk dalam hubungan Ryan dan Mia,
konflik yang terjadi memang seharusnya terjadi. Sayangnya, aku kurang suka
dengan penyelesaiannya.
Kenapa harus seperti itu? Kesannya malah tidak masuk akal.
Bagaimana bisa seorang pebisnis handal seperti Ryan begitu mudah mengambil
keputusan sebesar ini? Apakah dia tidak memikirkan nasib karyawannya? Meskipun
Ryan sudah menjelaskan akan memindahkan mereka ke perusahaan milik Subagyo
lainnya. Tetap saja, aku merasa cara tersebut tidak terlalu efektif.
Menurutku, masalahnya ada pada cara promosi dan produksi susu
untuk bayi yang baru lahir. Tak perlulah mengambil keputusan sebesar itu.
Mungkin, dengan menghentikan produksi susu formula untuk bayi yang baru lahir
saja sudah cukup. Jadi, tak perlu ada korban, kan?
Untung saja penulis menggunakan gaya bahasa yang ringan, sehingga
aku tetap menikmatinya. Pilihan diksinya juga sering kali membuat aku melting. Apalagi interaksi antara Ryan
dan Mia terkadang tampak konyol, namun masih terasa manis.
Ryan tipe laki-laki yang harus mendapatakan apapun yang dia mau.
Dia tidak terbiasa untuk menunggu jawaban ‘iya atau tidak’. Namun, Ryan tipe
laki-laki yang bisa begitu menghormati wanita, dan mampu memposisikan dirinya
dengan baik diberbagai keadaan. Dia juga orang yang menghitung segala sesuatu
dengan cermat sebelum mengambil tindakan (kecuali saat mengambil keputusan
akhir di novel ini). Dia benar-benar khas pebisnis handal yang romantis.
Sedangkan Mia, wanita satu ini tampak emosional, agak kaku, ekspresif,
ceroboh, sensitif, dan sangat idialis. Mia bukan tipe orang yang plin-plan. Apa
yang sudah dipilihnya adalah sesuatu yang harus dia jadikan prioritas. Inilah
sebabnya Mia begitu terobsesi pada ASI dan membuatnya kalang kabut saat
mengetahui siapa Ryan yang sebenarnya.
Karena novel ini termasuk dalam kategori adult dan membahas tentang dunia menyususi, aku tidak
merekomendasikan novel ini untuk remaja di bawah usia 19 tahun, atau yang masih
awam banget tentang apapun yang berhubungan dengan bayi.
Namun, untuk mereka yang usianya di bawah 19 tahun dan mengambil
sekolah kesehatan, khususnya kebidanan, sepertinya novel ini bisa jadi buku
pelajaran yang mengasyikan untuk menambah pengetahuan. Dan novel ini semakin
cocok di baca oleh ibu yang sedang dalam masa menyusui. Semoga mereka semakin
semangat memberikan ASI pada bayi mereka setelah membaca novel ini.
Untuk desain cover-nya
cukup sederhana. Tapi, gambar cap bibir merah membuatnya tampak sexy. Dan logo ibu
menyusui di pojok bawah bagian kiri mempertegas bahwa novel ini adalah sarana untuk
mensosialisasikan pentingnya memberi ASI eksklusif pada bayi.
Rating untuk novel ini 2,4 dari 5 bintang.
Tulisan ini diikutkan dalam LombaResensi yang diadakan oleh @fiksimetropop
yah aku masih 17 tahun -_- hehe tp udah terlanjur baca resensinya gimana dong -_-
ReplyDeleteWah,, g papa juga kalo terlanjur. Kali2 bisa tergerak buat jadi Konsultan Laktasi. Eh, tapi cowok emang boleh? :D
ReplyDelete