Penulis : Windry Ramadhina
Penerbit : Gagas Media
Terbit : 2008
Tebal : vi + 290 hlm
Genre : Young adult
ISBN : 979 – 780 – 249 – 3
Harga : Rp. 35.000
Sebuah ikatan dipaksakan
untuk tujuan-tujuan tertentu. Sayangnya, ikatan yang terjalin, ternyata masih
dicampuri masa lalu yang belum tertuntaskan di salah satu pihak. Keadaan ini
membuat seorang cowok harus memilih di antara dua cewek yang datang dari masa
sekarang, atau masa lalunya.
Diyan Adnan nama cowok
itu. Dia seorang pembisnis sukses dan masuk dalam jajaran eligible bachelor paling diidamkan banyak wanita.
Sebuah perjodohan mempertemukannya
dengan Fayrani Muid, cewek mungil yang menggemari fotografi dan buah jeruk. Putri
semata wayang keluarga Muid yang aset perusahaannya setara dengan aset
perusahaan Adnan.
Faye, biasa cewek ini
disapa, sama sekali tak berminat dengan dunia bisnis. Maka, dari itu, Mama Faye
menyetujui usulan Mama Diyan untuk mewujudkan perjodohan ini. Kenapa? Agar
Diyan bisa meneruskan mengurus perusahan keluarga Muid. Alasan yang sangat
sederhana menurutku, namun efeknya ternyata sangat besar untuk kedua belah
pihak.
“Justru bagus, bukan? Diyan bisa meneruskan bisnis kita,
Mei.” –Hlm. 31
Faye yang awalnya enggan
dengan perjodohan ini, namun tak juga mengatakan penolakan, malah jatuh cinta
pada Diyan. Sedangkan Diyan, dia menikmati kebersamaannya dengan Faye. Diyan
lebih memilih mengikuti saja arus yang membawanya tanpa mau berpikir apakah dia
mencintai Faye atau tidak.
“Konyol rasanya, bercinta dengan
Diyan di dalam kamar yang penuh kenangan mengenai Rera – siapa pun dia.” – Hlm. 166
Kemudian, masa lalunya,
Rera, wanita blesteran Perancis kembali lagi dalam putaran hidup Diyan. Dia
menyusup lewat satu-satunya kenangan yang masih mereka pertahankan meskipun
sudah satu tahun berlalu sejak pembatalan pertunangan mereka.
Sebuah ponsel dengan
nomor telepon yang tetap sama seperti satu tahun yang lalu, yang sama-sama masih
disimpan oleh Rera dan Diyan. Panggilan dari Rera menggunakan ponsel itu, membuat
Diyan meninggalkan pesta pertunangannya untuk menemui wanita yang memenuhi
hatinya. Dia lupa pada Feya, dia lupa pada segalanya.
Ternyata, saat Rera
menyebut pertunangannya, Diyan memilih berbalik, dan kembali pada Faye yang
masih menunggunya. Tidak sampai disini, kehadiran Rera adalah ancaman besar
untuk hubungan mereka yang mereka pikir tanpa cinta.
“Jika kita sudah dewasa, Diyan, saat
ambisi dan harga diri tidak ada lagi di antara kita, apakah kita bisa kembali
bersama?” – Hlm. 238
Kemudian muncul Zaki,
adik Diyan. Pria yang lebih memilih hengkang dari rumahnya demi mimpi ini, ternyata
menyimpan perasaan untuk Faye.
Bagaimana ini? Haruskah
Diyan menuruti hatinya untuk kembali pada Rera dan membiarkan merger dengan perusahaan Muid
berantakan? Jika seperti itu, mungkin Zaki bisa bersama dengan Faye.
Atau dia harus tetap
bersama Faye dan membiarkan Rera pergi karena memang sejak dulu Diyan tahu,
hubungannya dengan Rera tak akan pernah berhasil? Dan, apakah Diyan benar-benar
tak mempunyai perasaan apapun dengan Faye? Jika dia melihat Faye bersama Zaki,
benarkah dia akan baik-baik saja?
Orange, akhirnya aku medapatkanmu.
Ya, bisa dibilang, Orange
Karya Windry Ramadhina ini sudah masuk dalam jajaran novel langka karena sudah
tidak dicetak ulang. Artinya, jika kamu menginginkannya, kemungkinan kamu sudah
tak bisa mendapatkannya di toko buku.
Cerita sedikit, aku
medapatkan novel ini dari olshop online.
Asal kalian tahu, ada olshop yang menjual Orange dengan kondisi segel seharga
35-45 ribu. Sedangkan yang second
bisa sekitar 20 - 35 ribu, persis seharga dengan novel baru, kan?
Tapi, aku tak perlu
membeli dengan harga seperti itu. Aku mendapatkannya dengan harga 20 – 25 ribu.
Aku lupa tepatnya berapa. Namun, mengejar novel langka itu ternyata
mengasyikkan. Ada kepuasan tersendiri saat membacanya. Ah… jadi nggak sabar
buat baca novel Simple Lie.
Oke, kembali ke topik.
Orange dibuka dengan Intro yang
memperkenalkan empat tokohnya, Faye, Diyan, Zaki, dan Rera. Dan karena belum
mengetahui hubungan di antara mereka, aku sedikit terganggu dengan intro-nya. Aku lebih senang, tokoh-tokoh
dalam novel diceritakan dalam kisahnya saja.
Namun, aku menyukai tagline-nya, “Bagian
tersulit saat mencintaimu adalah melihatmu mencintai orang lain.” Ada rasa pahit saat membacanya.
Untuk pemilihan nama, aku juga kurang suka.
Diyan, nama yang sama denganku, hanya berbeda ejaannya saja. Mungkin, karena
itu, kalau ada nama Diyan atau Dian yang dipakai seorang cowok, aku sering tak
menyukainya.
Nama Faye cukup cantik, sesuai dengan karakter
Fayrani yang terkesan cuek pada penampilan, mungkin malah menyiratkan cewek
tomboy, dan cocok juga dengan hobi dia, fotografi. Kalau yang ini tidak ada
masalah.
Ah, nama Mama Diyan,
Indra Adnan. Bukannya Indra itu nama cowok? Jadi, saat membaca novel ini,
awalnya aku mengira mama Diyan adalah ayahnya.
Ada lagi, Rei, nama
sekretaris Diyan sekaligus sepupunya. Nama panjangnya adalah Reina Adnan. Tapi,
mereka lebih sering memanggilnya Rei. Karena itu, aku mengira dia juga seorang cowok,
di awal cerita pastinya.
Diyan bukan seorang
playboy, meskipun dia hampir – hampir
– melakukan affair dengan Rera. Hubungan
mereka lebih terasa on-off karena
cinta yang masih ada di hati mereka, dan ternyata belum ada yang benar-benar
rela untuk berpisah. Hubungan inilah yang bikin aku gemas minta ampun.
Sedangkan Faye, menurutku
dia tipe cewek naïf. Meskipun dia tahu, dia mencintai Diyan dan tak rela jika
dia bersama Rera, Faye tetap saja memberi tahu Diyan tentang kepergian Rera.
Meskipun begitu, Rera adalah cewek menyenangkan dengan kemampuan memotret yang
sangat menganggumkan. Dia juga bukan tipe cewek emosional. Terlihat sekali dari
cara dia menghadapi Diyan.
Sedangkan Rera, jangan
pikirkan dia cewek yang kalau terobsesi dengan seorang cowok, akan berubah
menjadi srigala betina. Dia jauh dari itu. Rera sangat elegan. Namun, di dalam
dirinya ada ambisi besar untuk mewujudkan mimpinya. Karena itu, dia memilih
mencampakkan Diyan untuk mengejar kariernya.
“Tidak ada akhir yang bisa ia dan
Rera miliki. Cinta mereka bukan jaminan. Bagi Rera, karier gadis itu di dunia
mode adalah segalanya dan ia sendiri tidak mungkin meninggalkan bisnis keluarga.” – Hlm. 203
Untuk keseluruhan cerita,
aku cukup menyukainya. Konflik yang dihadirkan meskipun tidak seperti ledakan
boom, namun menarik. Detail setting,
maupun seperti apa dunia fotografi dan bisnis juga tidak sekedar tempelan.
Unsur fotografi di sini,
mengingatkanku pada Novel Montase karya Windry Ramadhina juga. Meskipun unsur
di Montase adalah film dokumenter, namun kedua novel ini sama-sama menggunakan
kamera.
Dalam Orange ada tokoh
bernama Erod, juga mengingatkanku pada sosok Samuel Hardi. Dia tokoh favoritku dalam
Novel Montase.
Ending-nya manis, ya? Seperti jeruk mandarin kualitas super. Namun, aku tidak
menemukan unsur orange dalam ceritanya.
Orange memang begitu lekat dengan Faye karena cewek ini menyukai jeruk. Itu
saja.
“Tidak ada yang diuntungkan oleh
keadaan ini. Tidak dirinya, Faye, Diyan, ataupun Rera. Semua berakhir tanpa ada
pemenang.” – Hlm. 238
Oh, ya. Meskipun ada
beberapa adegan intim, namun penulis menyembunyikannya. Dia tak mengijinkan
adegan hot dalam novel ini. Berarti,
remaja usia tujuh belas tahun bebas membacanya.
Ratting dari novel ini 3,3 dari 5 bintang.
Aaaaha belum baca yang ini, nih! Panasaraaaaan! Visit back ya, kak, salam kenal ^^
ReplyDeleteSayam kenal juga :D
ReplyDeletePenamaan tokohnya menurutku tidak sesuai. Seperti mamanya Diyan, namanya cenderung seperti cowok.
ReplyDeleteIni nanti sebenarnya juga berpengaruh saat kita membaca novelnya, yang terbayang di pikiran kita pasti bayang2 cowok. Hanya penggambaran karakter menurutku yang bisa menyelamatkan :)
Iya, aku juga ngerasa nama Diyan nggak cocok banget
Delete