Penulis : Retni S.B
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Juli 2009
Tebal : 264 hlm
Genre : Metropop
ISBN : 978 – 979 – 22 – 4771 – 8
Harga : Rp. 40.000
Puti Ranin, cewek yang
dongkol setengah mati gara-gara artikelnya yang dimuat di surat kabar
yang berisi tentang kekaguman Puti terhadap lukisan karya Pring ─ mendapatkan artikel balasan dari kritikus seni bernama
Sangga Lazuardi.
“Dalam artikel itu penulis jelas-jelas menyebut bahwa Puti
Ranin adalah seorang tanpa pengetahuan memadai tapi berani memberi penilaian.
Plus embel-embel tak sopan seperti kalimat katak dalam tempurung yang mencoba
berceloteh tentang dunia!” Hlm. 5
Kedongkolannya lah yang akhirnya
membuat dia menghadiri sebuah Talk Show
yang salah satu pembicaranya adalah Sangga Lazuardi. Puti benar-benar penasaran
seperti apa tampang cowok sombong, otoriter, eksklusifistis, anarkis itu. Dan,
di sanalah mereka pertama kali berkenalan. Namun, Sangga belum menyadari bahwa
Puti yang baru saja berjabat tangan dengannya adalah Puti yang dia hina di
surat kabar. Dan di pertemuan kedua, Puti akhirnya terang-terangan
memperlihatkan sikap tak senangnya pada Sangga.
Bukannya Sangga merasa
bersalah, dia malah sangat senang, karena rencananya berhasil. Yep, artikel
balasan Sangga beberapa waktu lalu itu memang dimaksudkan untuk memancing Puti
Ranin keluar. Sehingga, Sangga bisa tahu seperti apa sosok pengagum Pring,
sobatnya.
Setelah itu, Pink Project
dimulai. Maksudnya, Sangga ingin menjodohkan Puti Raning dengan Pring. Dia
ingin sahabatnya ini merasakan sebuah cinta yang tulus. Namun, perlahan Sangga
menyadari bahwa dia punya perasaan spesial untuk Puti.
Bagaimana ini? Padahal
niat awalnya Sangga ingin Puti bersama Pring. Apakah dia tega merebut wanita
yang sudah membuat sahabatnya itu jatuh cinta? Atau Sangga akhirnya mengalah
dan melupakan Puti Ranin?
Aku ngotot nyari novel
langka ini, sampai-sampai ngubek-ubek semua Online Shop di internet gara-gara
Bang Ijul FiksiMetropop bilang novel ini bagus. Syukurlah, aku bisa
mendapatkannya meski barangnya second dan kertasnya udah kuning. Tapi, kondisi
masih oke punya. Dan, aku sependapat sama Bang Ijul, novel ini memang bagus dan
punya daya sedot tinggi.
Yang paling bikin aku
jatuh cinta jelas karakter Sangga. Si cowok bermulut pedas yang paling bisa
banget bikin Puti tersulut emosinya ini ternyata begitu so sweet saat menunjukkan cintanya pada Puti, bahkan aku suka
caranya memaksa Puti untuk menerimanya lamarannya.
Aku juga sempat salah
faham sama Sangga, aku pikir dia hanya sekedar pengamat dan kritikus lukisan.
Ternyata dia terlahir sebagai seorang berotak cukup encer, karena saat dia
kuliah, dia mengambil arsitektur dan seni rupa sekaligus. Bahkan, Sangga itu
bukan cowok kere, dia ternyata kaya dan mapan.
“Dan Sangga itu bukan kritikus ala
kadarnya lho, Put! Dia punya tiga galeri, di Jakarta, Bali, dan Yogya. Pikirmu,
siapa pemilik Galeri Wolu? Ya si Sangga kampretmu ini…. Kamu pasti lebih kaget
lagi. Mau tahu, nggak? Ternyata… dia itu petani sekaligus tauke tembakau di
Temanggung sana!”
Ina – Hlm. 212-123
Sedangkan Puti sendiri menurutku bukan tipe pemarah.
Dia terkesan ceria dan jahil. Tapi, khusus sama Sangga, dia jadi cewek jutek
dan pemarah. Woooaa....
Sedangkan karakter Ina
sobat Puti dan rekan bisnis dalam menjalankan bisnis toko bukunya ini agak
punya karakter plin plan. Awalnya Ina dijelaskan sebagai cewek serius yang
selalu berfikiran teratur. Tapi, nggak ada angin, nggak hujan dia bisa
berpindah ke lain hati dan memutuskan pertunangannya. Gila ini orang!
Dan Pring, cowok
misterius yang dikenal Puti lewat lukisannya ini sejak awal tidak muncul secara
nyata. Dia lebih sering berinteraksi lewat dunia maya dengan Puti. Dan, senang
sekali saat Pring muncul secara nyata di pameran lukisannya.
“Makasih, Puti, untuk segalanya.”
“Makasih,Pring, untuk misterimu.” Hlm. 177
Aku juga suka cara
bercerita Mbak Retni, nyastra namun
masih enak dinikmati. Alurnya juga ngalir dan aku sering tergelak saat Puti
bercanda dengan adiknya, Imo. Menurutku, Imo itu cewek ajaib dan menyenangkan.
Satu lagi yang aku suka, panggilan Kampret untuk Sangga itu lucu banget, bikin
gemes sendiri.
“Nilai sepuluh akan membuatmu nggak manusiawi. Kalau kamu
sampai punya nilai sepuluh, kamu justru akan sengsara. Kamu akan mencari
malaikat untuk dicintai. Padahal, mana mau malaikat mencintai manusia, kan?” – Pring – Hlm. 175
Kayaknya Mbak Retni ini
juga pinter mendiskripsikan sesuatu. Karena lukisan-lukisan yang dilihat Puti
pun bisa dia jelaskan sampai-sampai aku bisa membayangkan seperti apa bentuk
lukisan itu.
Soal cover, menurutku
covernya cantik. Warnanya pink nggak norak. Yang jelas, covernya menggambarkan
seni sesuai apa yang menjadi bagian cukup besar di novel ini.
Untuk typo, memang ada beberapa. Tapi, aku
nggak terlalu menghiraukan karena novel ini hampir keseluruhannya aku suka.
Dan untuk ratingnya aku
kasih 3,7 dari 5 bintang.
Tulisan ini diikutkan
dalam Indonesian Romance Reading Challenge 2014
No comments:
Post a Comment