Sunday, January 19, 2014

Jalan-jalan (Pingin) Murah Kediri-Jogjakarta


Jika Akhir Tahun 2013 di tutup sama gunung. Ternyata, awal tahun 2014 lagi-lagi harus gunung, dan dua hari kemudian gunung lagi. Mantap nih kaki!
Anak Gunung Kelud
Yap, Januari 2014 tanpa ada rencana aku berhasil menaklukkan Gunung Kelud, Kediri dan Gunung Merapi, Jogjakarta.  Nggak ada rencana, memang begitu. Karena aku ke Kediri gara-gara nganterin barang sepupu yang kuliah di Kediri. Lanjut deh ke Gunung Kelud biar nggak rugi.
Sebelum kesana, kita mampir dulu makan di Rumah Lawas. Nasi pecelnya enak banget plus murah gilaaaa. Sayang, waktu enak-enaknya makan, mag aku kumat. Nggak papa, aku selalu siap sedia obat mag. Habis makan kita langsung lanjut ke Kelud pake mobil Avanza sewaan dari Surabaya.
Di pinggir jalan menuju kelud banyak kebun Nanas, sayang nggak ada buahnya. Oh, banyak juga para pesepedah gunung.
Sampai di parkiran pertama, si supir yang pobia tinggi langsung nyerah waktu tahu medannya nanjak tinggiiiii plus nikung. Akhirnya, kita naik ojek. Untung kita-kita ahli nawar. Harga awal ojek Rp. 30.000 PP, kena Rp. 20.000 PP.
Naik ojek ke lokasi Kelud benar-benar asik, seru, mantap banget! Kayak naik roller coster plus sopirnya welcome banget di ajak ngobrol. Jadi, yang suka tantangan, jangan naik mobil ke atasnya, naik ojek aja.
Terowongan Menuju Lokasi Wisata Gunung Kelud


Foto berlatar belakang tebing eksotis
Sampai di lokasi, angin gunung yang segar terasa sekali. Tampak hijaunya bukit, dan curamnya jurang. Dan waktu mandang ke atas, kita akan disambut tebing tinggi yang sisinya seperti dipahat. Sebenarnya tebing itu tempat favorit para pemanjat tebing. Kdari jauh kelihatan eksotis banget.
Nggak pingin buang-buang waktu, langsung deh jalan ke atas. Tampak jalan setapaknya benar-benar dirawat pemerintah, dan kita juga ngelewatin terowongan yang nggak terlalu panang. Saran saja, siapkan senter soalnya ada beberapa tempat yang gelap banget. Oh, ya terowongan itu pernah di pakai syuting Tukul Jalan-jalan. Jadi, ehem…agak serem, ya!
Sampai di atas kita ketemu anak gunung Kelud yang benar-benar ada di depan mata dan jaraknya dekat sekali. Ternyata, saat melihat foto-foto sebelum anak gunung Kelud lahir, tempat itu adalah danau yang indah sekali. Namun, perlahan muncul gumpalan yang mirip tumpukan batu bara yang masih menganga apinya. Sekarang tumpukan itu tinggal tanah hitam yang kelihatan gembur.
Monumen Arch de Triophe, Paris
Monumen Simpang Lima Gumul, Kediri
Kelar dari sana, kita menuju Simpang Lima Gumul. Di sana terdapat monumen yang desainnya mirip Arch de Triomphe di Paris. Sialnya, sampai sana gerimis mengundang. Tapi, semangat ngambil foto jelas nggak akan lenyap. Karena takut kemalaman, kita cuma sebentar di sana dan langsung pulang karena besoknya, hari Senin kita masih lanjut ke Jogja. Hemat tenaga, hemat kaki, hemat waktu. Betul?
Senin pagi jam 9 aku berangkat lebih dulu dari pada rombongan, karena aku dan adikku yang kebagian beli tiket kereta di Stasiun Madiun. Habis dapat tiket, sarapan dulu di tempat makan favorit, Glory ayam bakar di Jalan Salak, Madiun. Makan disana,  dua orang cuma habis 27 ribu padahal tambah tempe dan cah kangkung plus tambah nasi satu piring.
Setelah kenyang, jalan dulu di Matahari Mall, Madiun sambil gotong ransel lumayan berat. Mampir dulu di Gramedia beli buku Rhapsody-nya Akang Mahir Pradana, trus beli snack dan air minum di supermarket. Abis itu karena capek, nongkrong aja di food court karena kereta baru jalan jam setengah tiga sore. Masih lama banget!
Untung kereta cukup on time. Jam tiga kurang udah berangkat dan kita sampai di Jogja disambut hujan rintik-rintik yang lama-lama bisa bikin jaketku basah juga. Hal pertama yang kami lakukan cari hotel di gang Sosrowijayan.
Syukurlah, sebelum hujan beneran deras, kita udah dapat kamar di Lucy Losmen. Lokasinya gang pertama dari arah Stasiun Tugu belok kanan. Jalan terus sampai ketemu gang kecil belok kanan lagi. Kamar yang aku tempati terdiri dari dua bed besar dengan kamar mandi bersih, kipas angin dan televisi dengan harga Rp. 335.000 untuk tujuh orang. Murah kan?
Hujan makin lama makin deras, tapi aku yang emang penasaran sama suasana Malioboro di malam hari nekat keluar sebentar pakai payung. Saat itulah aku menemukan toko buku bekas yang menjual pernak pernik khas Jogja dan kartu pos. Tempatnya keren banget meski nggak luas. Bukunya sih kebanyakan buku luar dengan berbagai bahasa. Sayang banget aku nggak sempat foto tempat itu. Habis dari sana aku balik lagi ke penginapan, soalnya jalan sendiri berasa jomblo ngenes. Hehehehe
Penampakan toko buku, dapat dari  Google
Sampai penginapan aku bujukin si Manda buat nemenin. Dia yang lagi frustasi jagoannya si Persija kalah main, akhirnya mau di ajak keliling Malioboro sambil hujan-hujanan.
Malioboro di malam hari dengan suasana hujan tampak tak seramai biasanya. Lampu-lampu mobil berpendar satu arah saat aku dan Manda bergerak terus tanpa tahu mau kemana. Namun, saat melihat Mall Malioboro dan melihat tulisan Gramedia besar-besar, si Manda teringat ada bazar buku di sana.  
Kita berdua jalan dengan pedenya ngalur-ngidul bawa payung basah. Masuk Gramedia nggak ada penitipan barang, payung basah terpaksa tetep ikut masuk. Hihhi…biarin deh. Ah, iya aku jalan ke Mall pakai sandal jepit dekil punya keponakanku. Hehehehe.
Sesaat hidungku menangkap bau kopi saat keliling mall. Ternyata, ampun Tuhan ada Jico di sana!!! Dia melambai-lambai bikin kaki pingin mampir. Karena nggak bawa uang, bahkan ponsel, aku menyugesti diriku sendiri “Pura-pura nggak lihat…pura-pura nggak lihat!” Pokoknya, kita berasa gembel sok tajir saat itu. Hihihihi.
Paginya kita jalan dari penginapan sampai ke alun-alun. Gilaaa….jauh juga bo’! Kaki lumayan cenut-cenut. Balik dari alun-alun baru beli sarapan soto ayam yang semangkoknya Rp.6.000. Senangnya, soto nggak berasa manis, karena aku benci masakan manis.
Pulang dari jalan-jalan pagi, iseng tanya harga mobil kalau nganterin ke Gunung Merapi. Katanya Rp. 300.000 nanti nggak perlu sewa Jeep. Dan bodohnya kita percaya aja! Padahal kita sering browsing ke sana mesti harus sewa Jeep kayak di Bromo.
Akhirnya, kita cuzzz ke Merapi setelah mandi (Ketahuan deh jalan ke alun-alun pada belum mandi).
Dari Malioboro ke Merapi cuma butuh kurang lebih satu jam. Sampai sana kita di kagetkan karena harus sewa Jeep.  Lagi-lagi kita merasa nggak asik kalau nggak naik, jadi terpaksa bayar 350.000 dengan pilihan Jalur sedang. Masalahnya, anggota kita tujuh orang, lima dewasa, dua anak kecil. Dan, setiap Jeep hanya menampung 5 orang. Lalu gimana nasib dua lainnya? Untung ada anggota Jeep yang baik banget, dia kasihan sama kita-kita. Akhirnya dicarikan Jeep ukuran agak besar dan berhasilah kita naik ke atas. Yeeee!!!!
Museum Sisa Hartaku
Indahnya Gunung Merapi dari atas bunker
Waaahhhh…itu jalannya off road gila. Kita ngelewatin pertambangan pasir yang masih ngepul keluar panasnya. Supirnya ramah banget lagi. Rute pertama kita ke Museum Sisa Hartaku. Lalu ke bekas bunker tepat di kaki gunung. Wah, view nya paling bagus di sini. Wajib foto-foto berlatar belakang gunung.
Puas ambil foto, balik ke Jeep. Ternyata Jeep kurang sehat, jadi ganti mobil. Sopirnya makin ramah, plus di puterin lagu dangdut, seneng deh para penumpang.
Lokasi berikutnya adalah batu alien. Eh, iya lho, kalau dia amati batu besar itu emang mirip wajah manusia. Kita juga mampir ke tambang pasir yang dalamnya masih panas buat ambil foto sebentar. Lanjut ke kuburannya Mbah Marijan. Abis itu balik ke parkiran buat balik ke Jogja.
Ini Jeep kedua yang ngantrin kita
Batu Alien
Malesnya, sopir mobil itu suruh nganterin ke mana-mana nggak mau. Padahal pingin banget makan di Rumah Makan Ruminten. Jadilah kita minta di anterin ke Mall lagi. Niatnya mengulur waktu di MCD, tapi satu jam di sana bosen juga. Akhirnya kita jalan ke Stasiun Tugu. Padahal masih empat jam kereta baru berangkat.
Iseng deh kita jalan lagi, nyari becak harga Rp.15.000 sampai ke alun-alun, tapi nggak ada. Pilih naik taxi aja yang ternyata lebih murah, Rp. 30.000 sampai alun-alun Lor. Supirnya baik banget, sebenarnya dia mau dibayar Rp. 25.000. Tapi, karena nggak enak kita bayar Rp. 30.000. Nama sopir taksi itu Pak Sigit.
View kolam Taman Sari dari atas pagar
Sama Pak Sigit kita di turunin di alun-alun lor. Dari situ kita langsung jalan ke Taman Sari. Tanya satu kali, ketemu deh sama lokasinya. Sayangnya kolamnya sudah tutup. Nggak papa, kita bisa naik di atas pagar, viewnya lebih bagus.
Abis dari Taman sari nyoba nyebrang Ringin Kembar. Dan aku gagal dua kali. Hikz! Jam terus berjalan, dan nggak ada taxi lewat, harga becak mahal banget. Pilihan terakhir jalan kaki sambil nyari taksi atau becak yang harganya agak miring. Di Alun-alun Kidul akhirnya kita dapat becak seharga Rp. 20.000 sampai Stasiun Tugu. Dalam hati aku udah berdebar-debar takut ketinggalan kereta karena waktunya udah mepet banget.
Sampai di Stasiun Tugu, kita salah turun. Dikira tukang becaknya kita sudah pegang tiket jadi kita diturunin di jalan masuk stasiun lewat jalur trowongan Padahal tiket masih dibawa rombongan yang nunggu di stasiun dan waktu kita sama keberangkatan kereta makin mepet. Panik…panik deh!!!
Akhirnya lari ke arah parkiran biar bisa nyampe ke depan Stasiun. Sampai depan Stasiun diumumin keberangkatan Kereta api Madiun Jaya ditunda sampai pukul setengah delapan malam. Langsung ngakak deh kita. Syukurrrrr!!!! Terima Kasih Tuhan! Tapi, tetap kena marah karena bikin rombongan yang lain panik.
Dan, kita sampai rumah jam 1 malam. Alhamdulillah!
Dua Trip dalam tiga hari berturut-turut benar-benar pengalaman tak terlupakan, meski yang di Jogja lebih berkesan dengan kejadian-kejadian yang perlu dicatat bahwa nyari taxi di Alun-alun Lor itu susah minta ampun kecuali kamu telepon ke agennya yang berarti kamu harus bayar sesuai argo nggak pakai tawar menawar. Dan, meski asik main, jangan lupa kereta api nggak mau nunggu, dia selalu minta di tunggu. Jadi, jangan main-main sama kereta api. Oke?
Begitulah kisah perjalananku. Kita sambung lagi di perjalanan berikutnya. See you! []

2 comments:

  1. Itu yang toko buku bekas lokasinya di Malioboro ya?

    ReplyDelete
  2. Iya, itu di malioboro. Tepatnya di gang pertama malioboro dari arah stasiun tugu. Nama gangnya Sosrowijayan.

    ReplyDelete

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos