Saturday, February 1, 2014

Resensi “VERSUS – Selalu ada harapan di atas perbedaan”



Pengarang : Robin Wijaya
Penerbit : GagasMedia
Tahun Terbit : 2013
Tebal : viii + 400 hlm
ISBN : 979-780-670-7
Harga : Rp. 55.000

Tiga sahabat dari latar belakang hidup yang berbeda, dipertemukan oleh takdir yang sama, sama-sama harus menjadi pejuang untuk kampungnya, Kampung Bayah.
Permusuhan yang mendarah daging, akhirnya dianggap sebagai tradisi yang turun temurun, membuat Amri, Chandra dan Bima sering kali harus berurusan dengan anak-anak Kampung Anyar. Kampung yang menjadi musuh bebuyutan Kampung Bayah sejak bertahun-tahun lamanya.
Sebenarnya, tak ada yang tahu apa yang membuat mereka bertarung. Hanya sebuah titel ‘harga diri’ yang membuat mereka tak peduli pada apapun, termasuk nyawa yang hanya tunggal dianugrahkan Tuhan untuk umatNya.
“Kalau waktu tak pernah berhenti, maka cara kita untuk bertahan adalah dengan terus bergerak.” – Kalimat Bima dikutip oleh Chandra – Hlm. 23
“Kalau tak pernah ada solusi, maka cara kita bertahan dari masalah adalah dengan mencoba mengurangi.” – Amri – Hlm. 23

Amri adalah anak seorang polisi. Dia dididik dengan keras. Namun, Amri malah terbentuk sebagai seorang pemberontak. Membuat dia harus rela tersisih dari hati ayahnya, dan selalu diperlakukan tidak adil.
Chandra, si sipit keturunan Tionghoa yang selalu mendapatkan bullying dari teman-teman sekolahnya, bahkan hampir setiap hari dia menjadi korban palak para preman. Kejadian-kejadian tak menyenangkan itulah yang membuatnya menyesal dilahirkan sebagai orang keturunan.
Dan Bima, si pengambil keutusan di antara mereka. Si pemberani yang tidak kenal takut. Dia hanya tinggal dengan kakaknya yang transgender, Arya, karena meski orang tuanya masih lengkap, namun mereka seperti tak pernah dianggap ada.

VERSUS, seperti kebanyakan pendapat pembaca, novel ini punya nafas berbeda jika di banding karya Robin Wijaya yang lain. Dalam Roma, aku menemukan banyak kalimat romantis. Namun, dalam Versus gaya bahasanya benar-benar khas lelaki. Keras, penuh semangat namun kadang melankolis.
Yang menjadi poin paling menarik adalah temanya, perbedaan dan fenomena paradoks yang terus berakar dalam lingkungan masyarakat.
“Paradoks, kita berkutat dalam lingkaan yang nggak punya ujung.” – Chandra – hlm. 21
“…Sepanjang peraturan berubah, sepanjang itu pula bentuk pelanggaran juga berubah.  Polanya masih sama cuma caranya aja yang berbeda.” – Chandra – hlm. 20

Dengan sudut padang yang dibagi dalam tiga fragmen, Amri, Chandra dan Bima mempunya bagian masing-masing untuk langsung bercerita. Membuat pembaca bisa menyelami perbedaan karakter, dan lebih dalam mengetahui perasaan di antara mereka.
Sayangnya, kadang penulis terlalu fokus pada jalan pikiran dan penggambaran hidup tokohnya. Inilah yang membuat alur terasa datar dan membuat aku khawatir semua pertanyaan dalam benakku tidak terjawab.
Setting novel ini dibagi menjadi 2 bagian, saat sekarang dan flashback ke belakang di tahun 97-an. Bagian Amri dan Chandra menurutku lebih fokus pada setting tahun 97-an. Dan, Bima lebih punya setting yang berimbang, dengan alur maju mundur yang saling terkait.
Konflik dalam novel inipun tak selamanya sama dalam setiap fragmen, namun penyelesaian masalah antar fragmen lebih sering dituntaskan di fragmen berikutnya. Setiap fragmen tidak hanya fokus pada tokohnya saja, karakter dan konflik tokoh lainnya ikut dipaparkan meski tidak gamblang. Bagian inilah yang membuat pembaca penasaran dengan fragmen lain yang menunggu di belakang.
Untuk konflik dan karakter dari ketiga tokohnya, aku paling suka tokoh Bima. Dan yang paling datar menurutku berada di fragmen Chandra. Penggambaran emosi yang sangat terasa terdapat pada tokoh Amri.
Saat penulis bercerita di era saat ini, dia begitu cerdik memasukkan fenomena yang sedang terjadi sekarang, mulai dari acara yang menjual hinaan, banjir, sampai pada kisah kontrofersi seorang pengacara. Ini juga jadi poin menarik untukku.
Sedikit yang membuat kecewa, kisah romannya sangat sedikit, bisa dibilang nggak ada. Padahal, aku ini penggila cerita romance. Tapi, saat aku menemukan banyak sekali nasihat hidup, aku anggap semua terbayar.
Untuk covernya memang kurang menggambarkan isinya, namun aku menangkap aura masa lalu yang penuh kenangan di dalam visualnya. Jadi, bukan masalah besar juga. Dan sejujurnya, karena covernya aku tertarik dengan novel ini.
Menurutku, novel ini paling pas direkomendasikan kepada para cowok semua usia yang tak menyukai kisah cinta sebagai bagian utama novel, atau cowok-cowok yang menggemari kisah-kisah maskulin. Tapi, bisa juga untuk para cewek yang lebih suka cerita penuh inspirasi atau kalian yang mencari bacaan berbeda. Yap, novel ini membawa kisah yang jarang dijadikan fokus utama.
Karena itu aku memberikan bintang 3,3 dari 5 bintang untuk Versus.
Bermodal 5 ribu perak, jadilah ini dan aku ikutkan kuis
Oh, iya, novel ini juga salah satu hadiah dari kuis di twitter. Sebenarnya bukan “Versus” hadiahnya, tapi Novel “Tokyo” STPC karya Sefryana Khairil. Sayang, novel bersetting Tokyo ini tidak sampai tujuan dan karena pengalaman, aku mengikhlaskannya saja daripada berlarut-larut dalam kekecewaan
Tapi, beruntungnya aku di sms sama Bang Robin Wijaya dan ditawari novel terbarunya. Kenapa tidak? Tak bakal ditolak!
Dari sini, aku tahu, Bang Robin tipe orang bertanggung jawab. Padahal, jelas bukan beliau ini yang harusnya bertanggungjawab, tapi pihak pengiriman barangnya.
Jadi, spesial big thanks buat Bang Robin Wijaya. Ditunggu karya berikutnya, berharap ada kejutan lain untuk yang akan datang.
Ah, terakhir, ada satu saran untuk Bang Robin, bikin novel maskulin seperti ini lagi, tapi lekat dengan aroma cinta dan dunia pria. Sepertinya bakal menarik, deh! []

4 comments:

  1. Kayanya seru, deh. Aku pengen baca :3
    Oh, ini yang hadiah kuis yang harusnya dapet Tokyo itu ya, Kak? Novel satunya lagi apa, Kak? Temenku yang menang kuis itu juga dapet Versus, sama Kata Hati juga :D

    ReplyDelete
  2. Hai Lajeng. Iya...hadiah kuis yang itu hehehehe... Yang satunya novel Harlequin karya Diana Palmer. Bagus juga ini, tapi belum sempat baca. :D
    Makasih udah berkunjung :)

    ReplyDelete
  3. Harlequin itu genre, semacam metropop, teenlit tapi dia novel terjemahan yang kisahnya sering kali masuk novel dewasa. Novelnya itu romance banget pokoknya. Salah satu contohnya, karya2 Diana Palmer.

    ReplyDelete

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos