Monday, July 20, 2015

Resensi – EVERGREEN “Mencari arti menghargai”



Penulis : Prisca Primasari
Penerbit : Grasindo
Genre : Romance
Kategori : Adult, Memory, Kuliner, Jepang, Family Drama
Terbit : 2013
Tebal : 203 hlm
ISBN : 978 – 602 – 251 – 086 – 4
Harga : Rp. 43.000
“Pendapatku mengenai kenangan manis selalu berbeda dengan kalian. Kalian ingin selalu mengingat kenangan manis, sedangkan aku malah ingin melupakannya. Bahkan aku berharap kenangan itu tidak pernah ada. Dengan begitu, tidak ada yang perlu kutangisi.” – Kari – hlm. 41

Rachel Yumeko River “Rachel’ atau dalam ejakan Jepang, lebih sering dipanggil Rashieru. Dia adalah mantan editor di sebuah penerbit besar. Dia dipecat karena sebuah kesalahan yang menurut Rachel bukanlah masalah besar.
Berhari-hari dia sibuk mengeluh pada teman-temannya dan memecahkan gelas di apartemennya. Karena terlalu jenuh dengan keluahannya, teman-teman Rachel menjauh. Dia merasa dibuang, diabaikan, merasa tak lagi punya teman untuk bicara. Dan, saat itulah seorang kenalannya merekomendasikan sebuah tempat yang mungkin bisa sedikit meringankan beban hatinya, Kafe Evergreen.
“Persahabatan itu aneh. Sering kali kau tidak menyadari betapa kau sangat membutuhkan sahabatmu. Kau baru menyadarinya ketika mereka melupakanmu. Kau beruntung. Walaupun sahabat-sahabatmu kini menjauh, paling tidak mereka masih mengingatmu.” – Kari – hlm. 83

Evergreen mengingatkan Rachel pada rumah. Pemiliknya, Yuya, adalah orang yang memiliki pengalaman buruk tentang bunuh diri. Saat itu, dia melihat wajah Rachel yang tampak berantakan, persis orang putus asa dan ingin bunuh diri.
Untuk menyelamatkan Rachel dari niatnya bunuh diri, Yuya mengajaknya bergabung di Evergreen. Tentu saja Rachel menolaknya. Pekerjaan menjadi pelayan bukanlah tipikal Rachel. Namun, Yuya bukan orang yang mudah menyerah. Akhirnya, Rachel menyerah dan menurut. Padahal, Rachel sama sekali tak tahu apapun tentang dapur.
Di Evergreen Rachel belajar tentang keluarga, cinta, persahabatan, kehidupan, arti menghargai dan memaafkan. Dia bertemu dengan orang-orang yang selalu tersenyum dengan tulus padahal hidup mereka tak secerah senyuman mereka.
“Memaafkan. Sesuatu yang sulit diberikan. Padahal dengan melakukan itu, berarti kita menyelamatkan hati kita sendiri. Pernahkah kau mendengar, bahwa ketika kau memaafkan seseorang, kau membuka lagi pintu rumah yang sebelumnya kau tutup rapat-rapat, yang telah membuat dirimu terperangkap dan kehabisan napas. Ketika kau memaafkan, kau pun bisa bernapas lagi. Dan Hidup.” – Ibu Rachel – hlm. 118

Tak hanya Rachel yang punya masalah dengan hidupnya. Mereka, para anggota Evergreen juga punya masalah. Mungkin, lebih berat berpuluh-puluh kali dari Rachel. Tapi, mereka tetap tersenyum.
“Kau jangan terkejut ya Ojosan. Orang-orang di kedai ini memiliki keselitan yang mungkin tidak dialami orang lain. Tapi kami selalu berusaha untuk tersenyum. Demi semua yang kami cintai.” – Yuya – hlm. 132

Evergreen, novel kedua Prisca Primasari yang aku baca setelah Paris STPC. Novel ini seperti novel yang mengajarkan kita tentang arti kenangan, memaafkan, mengargai, persahabatan, kasih sayang, dan masih banyak lagi hal-hal positif yang penulis ingin sampaikan. Benar-benar novel yang penuh dengan ajaran moral.
Awal novel ini kurang bisa menarik nafsu membacaku. Apalagi dengan pilihan font dan ukurannya yang kurang sesuai. Pilihan font-nya membuat mata lelah. Ukurannya juga kurang besar.
Tapi, aku bertemu banyak sekali teka-teki di novel ini. Mulai dari apa masalah yang membuat Rachel dipecat? Lalu, siapa Toshi, dan kenapa dia tak lagi bekerja di Evergreen? Kenapa ayah Toshi dan Fumio pergi? Dan ada beberapa lagi yang akhirnya terpecahkan semua di akhir cerita.
“Pernahkah kau membayangkan hidup di dalam lukisan, Aniki? Menyendiri di sana? Hanya ada kau, landmark terkenal, dan bulir salju atau cerry blossoms?” – Toshi – hlm. 56

Di novel ini, aku merasa bukan Rachel saja yang menjadi tokoh utama. Ada Fumio yang juga punya bagian cukup banyak. Dia hadir dengan masalahnya yang lebih buruk dari Rachel, tentang ayahnya dan adiknya.
Karakter yang paling menarik menurutku karakter Yuya. Si cowok yang matanya selalu ber-eyeliner hitam ini punya kebiasaan membaca Ninja Hattori. Dia selalu apa adanya dan kadang bisa sangat lucu. Cara menyelesaikan masalah juga lebih santai.
Sedangkan Fumio, aku menangkap karakter kuat dan tabah meskipun pundaknya sudah sangat berat menanggung beban hidup. Dia selalu bisa tersenyum meskipun hatinya pedih setiap mengingat Toshi – adiknya – perlahan mulai melupakan kenangannya satu persatu.
“Kau tidak akan kehilangan orang yang kau sayangi kecuali kau melupakannya. Aku akan berusaha untuk tidak melupakan semua yang kucintai. Hati seseorang jauh lebih kuat dari otaknya. Penyakit ini hanya menyerang otakku, bukan hatiku…” – Toshi – hlm. 139

Alur novel ini terasa sedang-sedang saja. Pilihan diksi juga sudah oke. Tapi, untuk diksi di Bahasa Jepangnya, aku kurang paham. Ada dua sebuatan untuk ayah di novel ini. Kalau Rachel memanggil ayahnya dengan Otoosan, sedangkan Fumio dan Toshi memanggil ayahnya dengan sebutan Oyaji. Adakah perbedaan kasta di panggilan itu? Atau ini hanya sekedar panggilan, seperti di Indonesia ada yang memanggil bapak, ayah, atau papa? Begitukah?
Kebersamaan Evergreen sangat terasa setiap gathering yang selalu meminta anggotanya bergantian untuk bercerita tentang kenangan mereka. Dan, kenangan itulah yang kadang membuka hati pembaca untuk belajar tentang hidup.
Rating novel ini 2,6 dari 5 bintang.

4 comments:

  1. pengin baca buku ini belum kesampaian

    ReplyDelete
  2. Booklaza lagi ready nih. Bukunya second'an sih :D

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  4. Minat sama novel ini? Mampir aja di Instagram Booklaza atau cek updatenya di http://booklazashop.blogspot.com/

    Novel ini bisa diorder dengan harga 35.000 | Kondisi Second

    ReplyDelete

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos