Tuesday, May 19, 2015

Resensi – DIVORTIARE “Melepas masa lalu, tak mudah ternyata”

Penulis : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia
Genre : Romance, Metropop
Kategori : Adult
Terbit : Desember 2008 (Cetakan ketiga)
Tebal : 328 hlm
ISBN : 978 – 979 – 22 – 3846 – 4
Harga : Rp. 45.000
Alexandra, akhirnya dia menjalani hidup tanpa Beno. Mereka BER-CE-RAI. Yah, sudah tiga tahun dia menjanda, tapi dia belum bisa benar-benar lepas dari Beno.
“It’s time to move on, to open up yourself again.” – Wina – hlm. 58

Setiap sakit, Alex masih mencari Beno. Dan, tato bergambar nama Beno di dada kirinya pun belum dia lenyapkan. Juga hatinya, sosok Beno masih di sana, meskipun Alex tak pernah mengakuinya. Alex membenci Beno, itulah yang coba dia perlihatkan pada semua orang, dan dirinya sendiri.
“Jadi, kalau bisa memutar waktu, aku akan memilih membencinya dari awal… Karena kalau aku membencinya, ia tidak akan bisa menyakitiku. Kita hanya bisa disakiti oleh orang-orang yang kita cintai, ya kan?” – Alexandria – 62

Memang, setiap mereka bertemu, mereka selalu bertengkar dan bertengkar, meskipun pertemuan itu sekeder lewat telepon. Pertengkaran itu membuat Alexandra tak habis pikir, kenapa dia dulu mau saja menikah dengan Beno – dokter bedah yang begitu hebat, namun tak pernah ada untuknya, yang menganggap semua pasiennya lebih penting dari pada istrinya. Oh, God! Alex selalu merasa gila setiap memikirkan masa lalunya saat masih bersama Beno.
“Opposite, attracts, but two people who are so much alike are just like magnets with the same pole.” – Alexandra – 60

Denny, cowok yang pernah mampir di beranda hatinya muncul. Dia menawarkan apapun yang Alex mau saat bersama Beno dulu. Kasih sayang, cinta yang begitu tergambar jelas, cowok romantis dan perhatian, semuanya ada di Denny. Dia sosok yang begitu sempurna untuk menggantikan Beno.
Tapi, mampukah Denny menggeser laki-laki yang kata Alex cowok brengsek, menyebalkan, egois, arogan dan sombong – dari hatinya?
“Kalau tujuan gue mencari pengganti Damar, sampai kapan pun gue nggak akan nemu. Damar ya Damar, cuma diciptakan Tuhan satu di dunia ini, nggak ada yang bakal nyamain. Yang harus gue cari itu laki-laki yang menyayangi gue, mencintai gue, dan bisa bikin gue percaya cinta lagi.” – Wina – 258

Divortiare, novel lanjutan Twivortiare. Sayangnya, aku tak membaca Twivortiare sampai tamat – catat, tak sampai tamat – karena aku memilih menutup bukunya sebelum menghabiskan seperempat halaman. Kenapa? Aduh, aku pusing baca tweet bahasa inggris yang hampir mendominasi separuh lebih isi novel.
Kalau tweet aja sih, nggak masalah. Tapi, bahasa inggrisnya itu, lho. Bukannya aku nggak bisa. Aku bisa dikit-dikit. Sekedar Bahasa Inggris kelas SMA-lah. Nah, ini bahasa Inggrisnya kelas S1 jurusan Sastra Inggris. Puyeng kalau suruh ngartiin semuanya. So, aku langsung loncat ke Divortiare.
Dulu, Antologi Rasa bikin aku nggak bisa berhenti baca. Dan, untuk kali inipun aku juga sangat menikmatinya. Meskipun, aku nggak tahu cerita awalnya (Twivortiare), aku nggak ada masalah.
Alexandra, si cewek workaholic banker yang hidupnya bisa tiba-tiba harus nyungsep di pedalaman antah berantah untuk sekedar meninjau perusahan nasabahnya. Dia juga begitu mencintai berbagai merk branded yang menguras kocek, dan penikmat kopi.
Alex tipe cewek keras kepala, nggak mau ngalah, kadang bisa begitu emosional, tapi Alex bukan tipe cewek gampang jatuh cinta. Meskipun sudah berlalu lebih dari dua tahun, nyatanya dia belum bisa move on dari mantan suaminya.
“Gue sadar kenangan nggak bakal bisa dihapus. Anggap aja kenangan itu bagian dari hidup gue yang dulu, yang juga membuat gue yang sekarang. Gue cuma perlu mengalami kenangan-kenangan baru yang indah. Hidup kita nggak harus ditentukan masa laku kan, Lex?” – Wina – 258

Alexandra ini cewek pintar, modis dan cantik pula. Dia begitu ingin dicintai dan diperhatikan. Tapi, itu tidak dia dapat dari Beno. Yah, itulah yang bikin dia bercerai.
Sedangkan Beno, tipe cowok yang tak kalah workaholic dan tak romantis. Dia sangat mencintai Alexandra – aku tahu itu. Tapi, dia tak pintar memperlihatkan itu.
Sekelebat, aku dibuat takut akan kesibukan Beno yang super gila. Ya ampun, kalau jam kerjanya kayak begitu, dari pagi sampai entah jam berapa, dan bisa tiba-tiba dipanggil ke rumah sakit untuk operasi padahal lagi asyik mesra-mesraan. Aku bisa ngertilah, ya, apa yang dirasakan Alex. Namun, kalau melihat kayak apa argent-nya semua itu, sebagai istri yang baik harusnya sih bisa nerima.
Sayangnya, di Divortiare ini Beno tak banyak menampilkan dirinya. Dia kadang muncul dengan karakter yang dingin, sinis, dan menyebalkan. Tapi, waktu dia hadir untuk nolong Alex, semuanya tampak berbeda. Beno…oh, so cute, so gentleman, so apalah-apalah! Siapa sih yang bisa menolak dokter keren macam dia? Pantes aja si Alex nggak move on-move on.
Dan, saat aku ngelihat Denny. Sosok dia ini sebenarnya keren, manis pula. Namun, dia tak menantang. Dia hadir di hidup Alex sekedar untuk menguji Alex, atau untuk menyadarkan Alex bagaimana sebenarnya hati dia.
Divortiare dibalut dengan alur yang segar, dan nggak ketinggalan kehidupan khas banker benar-benar tercipta sempurna. Di novel ini, aku juga menyukai persahabatan Wina dan Alexandra. Karakter Wina yang ceplas-ceplos, juga gokil itu bikin aku kadang ketawa waktu menemukan percakapan mereka yang asal nyablak.
Si Ryan teman sekantor Alexandra juga nggak kalah sableng. Dia dan Wina lah yang jadi kompor buat Alex segera melupakan Beno, dan menerima Denny.
Banyak hal yang bikin aku paham tentang hubungan pernikahan karena novel ini, bahwa menikah itu gampang, guys. Tapi, untuk mempertahankannya itu, lho, yang super sulit. Saling mengerti dan komunikasi, juga sesekali memperlihatkan cinta kasih itu sangat penting. Menjadi workaholic boleh-boleh saja. Namun, keluarga kadang juga harus jadi prioritas. Dan, banyak lagi ilmu yang aku dapatkan.
Marriage counselor kami – yes, we want to one – pernah bilang ketika salah seorang mulai menarik diri, seharusnya pasangannya mengalah, meraih pasangannya supaya ia tidak menarik diri lebih jauh.” – Alexandra – 60

Aku menyukai pilihan diksi yang dipilih Ika Natassa, kecuali bahasa inggrisnya. Namun, kalau seperti ini mah, masih oke buat aku. Asal nggak separuh lebih aja, kayak baca novel bahasa Inggris aja.
Yang membuat aku sedih, kenapa ending-nya kayak begitu. Oke, fine, aku tahu Beno balik lagi sama Alexandra. Tapi, aku kan juga pengin tahu si Beno itu bilang gimana sama Alex saat minta balikan. Jangan-jangan harus baca di Twivortiare 2, enggak deh, kalau suruh baca yang Twivortiare 2. Dia sama aja kayak yang Twivortiare 1, full bahasa Inggris.
So, aku kasih 3,4 dari 5 bintang buat novel ini.

No comments:

Post a Comment

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos