Penerbit : Gagasmedia
Genre : Romance, Fiksi
Kategori : Adult, Fantasy
Terbit : 2016
Tebal : viii + 460 hlm
ISBN : 978 – 979 – 780 – 870 – 9
Harga : Rp. 95.000
Ayu, seorang penulis novel yang
melarikan diri ke London, berpura-pura ke sana untuk berburu novel-novel
cetakan pertama. Padahal, dia ingin menghindar dari rasa patah hati.
“Manusia memercayai apa yang ingin mereka percayai. Seringnya,
mereka hanya membohongi diri sendiri.” – Ayu – hlm. 368
Goldilocks – sang malaikat yang hadir
saat hujan, mempertemukan Ayu pada Pemuda lucu bernama Gilang di toko buku Dickens and More. Ayu mencari Wuthering Height cetakan pertama. Sedangkan Gilang, dia sekedar mencari peta
karena dia merasa tersesat di London.
“Sungguh? Ceritaku absurd, aku tahu. Tapi apa kau sama sekali
tidak percaya bahwa – mungkin saja – malaikat yang turun bersama hujan dan
keajaiban cinta yang dia ciptakan benar-benar ada?” – Gilang.
“Malaikat yang turun bersama hujan, keajaiban cinta, hal-hal
semacam itu tidak ada. Itu ilusi. Sesuatu yang kita ciptakan untuk mengaburkan
kenyataan.” – Ayu –
hlm. 184
Pertemuan pertama mereka memang bukan
pertemuan yang manis. Namun, pertemuan itu tidak terlupakan bagi mereka berdua.
Karena saat itu, mereka yang sama-sama menyukai buku–saling membicarakan buku
obsesi mereka, Ayu dengan Wuthering Height
karya Emily Bronte dan Gilang dengan Burmese
Days karya George Orwell.
Hujan bersama Goldilocks
mempertemukan mereka lagi, begitu seterusnya sampai mereka kembali pulang
dengan luka masing-masing ke Jakarta. Saat
itu, Gilang juga patah hati. Dia menyadari, cinta pada sahabatnya tidak
terbalas.
Kehadiran Ayu membawa obat sendiri
baginya. Begitu juga pada Ayu, Gilang menjadi pengalih rasa pedihnya terhadap
Em dan Luh yang akan menikah. Harapan muncul untuk mereka berdua. Namun,
kembalinya Ning, membuat Ayu seperti mengalami de javu.
“Dia bilang, kau selalu mencintai dengan sungguh-sungguh. Tapi..,
kalau dulu kau sungguh-sungguh mencintai Ning, bagaimana mungkin sekarang kau
sungguh-sungguh mencintaiku?” – Ayu – hlm. 367
Dia tak percaya dengan Gilang. Dia takut,
apa yang dia alami dulu dengan Em, akan
terulang lagi. Ayu tak ingin patah hati kedua kali. Jadi, dia mendorong Gilang
pergi. Ayu tak tahu, itu sebuah kesalahan.
Setiap kesalahan, bisa dibayar bukan?
Asalkan kita mau berusaha. Jadi, mampukah Ayu membayar kesalahannya untuk
kembali bersama Gilang? Goldilocks punya banyak cara untuk menyelesaikan kisah
yang dia mulai. Tinggal kamu percaya atau tidak pada keajaiban.
“Goldilocks, setiap orang punya keajaiban cintanya sendiri,
katamu? Kurasa, aku telah menemukannya. Tidak. Aku yakin telah menemukannya. Namun,
dia menolak percaya. Lebih tepatnya, dia menolak percaya kepadaku.” – Gilang – hlm. 385
Angel in the Rain, aku bisa katakan, ini novel sekuel dari London : Angel yang merupakan
salah satu seri Setiap Tempat Punya Cerita (STPC). Tapi, penulis menyebutnya sebagai
novel penyelesaian atau jawaban dari dua novel sebelumnya, London : Angel dan Walking After You.
Jika di Novel London : Angel berkisah
tentang Gilang yang mengejar cinta sahabatnya – Ning – sampai ke London. Lalu,
dia bertemu gadis gila buku – Ayu, juga Goldilocks, malaikat yang hadir ketika
hujan. Nah, di novel ini lah kisah Ayu dan Gilang berlanjut. Dan, Goldilocks
yang menjadi penceritanya.
Dia tahu segalanya tentang Ayu dan
Gilang. Dia seperti pengatur setiap pertemuan, bahkan hujan yang turunpun ada
pada skenario yang dia buat. Payung merah miliknya, yang dibawa pulang ke
Jakarta oleh Gilang pun jadi bagian dalam cerita ini.
Dulu, di London : Angel, aku sedikit
ingat tentang tokoh Ayu. Beberapa kali dia bertemu dengan Gilang. Yang aku tahu
saat itu, Ayu ke London untuk berburu buku cetakan pertama. Ternyata, saat
membaca buku Angel in The Rain, aku tahu ada hal lain yang membuat Ayu pergi.
Bukan pergi lebih tepatnya, tapi Ayu melarikan diri.
Konflik antara Ayu, kakaknya – Luh,
dan Em, ini yang membuat Ayu pergi. Dia tidak tahan melihat kakaknya bersama
Em. Ayu mencintai Em. Tapi, Em memilih Luh.
Sebenarnya, tidak sesederhana ini
jalan cerita mereka bertiga. Ada sesuatu yang membuat Em meninggalkan Ayu, dan
bersama Luh. Luh juga tahu, Ayu mencintai Em, tapi menurutnya, tak akan ada
masalah apapun jika dia bersama Em.
Untuk konflik mereka, sebenarnya aku
kurang suka jenis konflik seperti ini. Selain terasa sangat biasa dan rumit,
juga sedikit canggung meskipun nanti konflik sudah dianggap selesai.
Bagusnya, penulis mampu menyelesaikan
konflik ini dengan cara yang baik. Akhirnya, memang kecanggungan yang aku
khawatirkan tidak terjadi. Walaupun, aku merasa cara baikannya Ayu dan Luh
sedikit terlalu dipaksakan.
Ayu ini tipe cewek jutek, apalagi
dengan orang yang belum terlalu dikenalnya. Dia rapuh, dan sulit melupakan masa
lalu. Ayu sensitif dan posesif. Banyak hal yang dia takuti. Padahal, apa yang
terjadi padanya adalah akibat dia yang terlalu takut.
Gilang, aku lebih menyukai dia di
novel ini dari pada saat dia di London : Angel. Gilang lebih hidup, lebih
berwarna. Goldilocks menyebut Gilang sebagai Pemuda Lucu, ya, Gilang cukup
lucu.
Ada kalanya, Gilang bisa jadi bahan
tertawaan teman-temannya. Kebiasaan Gilang menamai teman-teman, atau orang-orang
yang pernah dia temui dengan nama tokoh di dalam buku, jadi bagian yang menarik
di novel ini.
Gilang itu lugu, menurutku. Dia cukup
tertutup, mellow, dan sensitif. Tapi, Gilang cowok setia kawan, dan
menyenangkan. Walaupun begitu, di awal pertemuannya dengan Ayu, dia harus
menerima perlakuan Ayu yang super jutek. Namun, Gilang tetap bersikap
menyenangkan. Dia memanggil Ayu dengan sebutan Bronte, karena obsesi Ayu yang
ingin menemukan cetakan pertama Novel Wuthering
Heights karya Emily Bronte.
Saat pulang ke Jakarta, Gilang
benar-benar patah hati karena Ning mencintai orang lain. Gilang tipe cowok yang
benar-benar amburadul saat patah hati. Perlu waktu yang agak lama untuk sembuh.
Atau, dia perlu sesuatu yang bisa menyembuhkannya.
Ayu adalah hal yang membuat Gilang
sadar, dia mencintai Ayu, dan perasaannya pada Ning itu berbeda dari
perasaannya dengan Ayu.
Saat buku ini menceritakan perasaan
cemburu Ayu pada Ning, tiba-tiba aku teringat pacar sahabatku. Apakah itu yang
dia rasakan saat melihat kami – jangan tanya kami itu siapa saja, yang jelas
kami itu tiga orang, bukan dua – berkumpul bersama? Sebenarnya, tak ada apapun
di antara kami, sama seperti Ning dan Gilang.
Mungkin, wajar kalau Ayu cemburu,
karena dia tahu Gilang pernah mencintai Ning. Nah, pada bagian inilah hal yang
berbeda, sejak awal kami hanya sahabat, dan selamanya seperti itu. Jadi, mohon jangan
cemburu, ya, mbak. *Duh, malah
klarifikasi, masuk masalah pribadi pula*
Tapi, aku benar-benar teringat pacar
sahabatku itu, saat Ayu dan Ning bertemu di The Fed. Maka, saat itu aku langsung
memahami perasaan pacar sahabatku. Cuma,
aku juga nggak bisa gimana-gimana, karena memang aku nggak bisa berbuat apapun.
Sudahlah, itu masalah dia dan pacaranya. Biar diselesaikan sendiri.
Saat ada book fair, penulis menyisipkan sedikit cerita tentang dua penerbit
besar yang berbeda fokus buku yang diterbitkannya, yaitu penerbit yang
menerbitkan novel fiksi populer tempat Ayu bernaung, dan penerbit yang lebih
fokus pada satra, tempat Gilang bekerja sebagai editor. Saat itu, di dalam benakku
muncul dua nama penerbit yang tidak bisa aku sebut namanya.
Di novel ini, kebetulan adalah hal
yang wajar. Hujan yang turun saat Ayu bertemu Gilang pun hal yang biasa. Gilang
yang tiba-tiba bertemu dengan Ayu pun tak perlu dianggap aneh. Ingat, di novel
ini kamu harus percaya pada keajaiban. Goldilocks, dia benar-benar sutradara
yang hebat untuk menciptakan situasi romantis, atau situasi magis yang manis.
Dan, di ending-pun, Goldilocks seperti sudah menyiapkan segala kebetulan
yang membawa Ayu bertemu Gilang.
Rating 2,8 dari 5 bintang.
Ah, aku teringat sindiran Gilang pada
Ayu :
“Ayo, Bronte. Jangan malas. Pekerjaan dan obsesi kita pada
buku sudah cukup merusak bumi. Dosaku, sih, tidak seberapa. Sastra tidak laku. Tapi,
bukumu? Kau menggunduli hutan. Jadi, paling tidak, kau bisa berjalan kaki. Mengurangi
polusi.” – Gilang –
hlm. 168
Wah, aku juga tersindir, karena aku
salah satu orang yang pekerjaan dan obsesinya juga pada buku. Dan, sampai
sekarang aku lebih suka buku cetak dari pada ebook. Maafkan aku bumi.
Jadi buku yang sempat ramai di twitter ini hanya diganjar 2,8 saja. Wah, kenapa ya romance sekarang terasa sudah sangat biasa. Tidak ada greget yang bikin menghangat.Tapi saya baru tahu mengenai malaikat Goldilock ini. Apakah diceritakan lebih detail mengenai malaikat ini.
ReplyDeleteGoldilocks malah nggak banyak muncul. Dia hadir sebagai pencerita, namun tidak mencritakan dirinya sendiri, karena tetap saja novel ini menggunakan POV 3. Kesannya, dia kayak menggantikan penulis untuk bercerita :D
DeleteAku pernah baca novelnya kak Windry yg Walking After You, London dan Orange.. Ada tokoh dari novel London yg muncul di Walking after You.. Aku suka cerita dan gaya bahasanya kak Windry.. Tp, Klo karyanya yg Angel in the Rain belum pernah baca.. Jadi pengen cepet-cepet baca cz justru penasaran kok ratingnya cuma 2.8 ya heheh😁
ReplyDeleteKlo gak salah inget, Goldilocks juga muncul di novelnya yg lain..
Eh, kok aku malah makin penasaran ya karena ratingnya 2.8 saja ,
ReplyDeleteAku sebelumnya sudah baca London : Angel (membelinya karena koleksi STPC) , dan baru tau kalau ada sejenis sekuelnya .. Buku ini tetep masuk wishlist-ku , ya buat melengkapi si London : Angel ..
ReplyDeleteTulisan bagus kak,Kami dealer motor area Tulungagung, kediri dan Trenggalek. Lihat lihat motor bisa klik disini