Sunday, May 18, 2014

Resensi – London “Angle” Keajaiban Cinta



Penulis : Windry Ramadhina
Penerbit : Gagasmedia
Terbit : 2013
Tebal : x + 330 hlm
ISBN : 979 – 780 – 653 – 7
Harga : Rp. 52.000
Terkadang, cinta punya jawabannya sendiri untuk setiap kisah yang dimulainya. Dia bisa saja muncul dengan mengejutkan dan tak terduga. Atau membuatkan kita kisah yang penuh misteri atau penuh dengan keajaiban. Yah, inilah London, kisah Gilang yang mencari cinta di antara muramnya London dan hujan yang akhirnya menjawab cintanya.
“Oke, teman-teman. Sudah kuputuskan. Aku akan mengejar Ning ke London.” – Gilang – Hlm. 28

Itulah yang diracaukan Gilang saat sebelum dia teler karena bergelas-gelas Jack Daniel’s di Bureau. Dan perjalanannya mengejar cinta Ning, dimulai.
Ning adalah sababat Gilang sejak kecil. Mereka selalu bersama sampai-sampai Gilang perlu waktu cukup lama untuk menyadari perasaannya pada Ning─bukan lagi perasaan sekedar persahabatan, namun sudah berubah menjadi cinta. Sayang, Gilang tak juga berani mengatakan perasaan itu meski dia tahu Ning akan pergi ke London, dan entah kapan dia punya kesempatan menyatakan perasaannya.
"Maka, atas nama cinta yang membebaskan, aku membiarkan gadisku terbang mengejar mimpinya." – Gilang – Hlm. 87

Sekarang, setelah Ning jauh di bagian dunia lain, Gilang benar-benar ingin Ning tahu perasaannya, bukan lewat Yahoo! Messenger, telepon, atau bahkan sekedar email. Dia ingin mengatakan langsung di depan Ning.
Sayang, setalah melakukan penerbangan berjam-jam, Ning tak bisa langsung dia temui. Tetangganya bilang, dia membawa koper kecil dan sudah tiga hari tidak pulang.
Tak menemukan Ning, membuat Gilang menjelajahi London sendirian. Dan, saat di London Eye, dia bertemu Goldilocks, gadis hujan yang memberikannya payung merah. Gadis yang membuat Gilang terpesona dengan tidak wajarnya.
"Entah siapa gadis itu sebenarnya dan mengapa kami terus-menerus bertemu tanpa sengaja, tetapi aku tidak bisa memungkiri bahwa dia luar biasa memikat. Masih ingat apa yang kukatakan tentang malaikat? Indah dan terlalu sempurna untuk menjadi manusia. Seperti itulah gadis di hadapanku ini." – Gilang – Hlm. 187

Selama di London, Gilang tinggal di Medge, penginapan milik Madam Ellis, wanita paruh baya yang selalu muram. Dia juga mulai berteman dengan Mister Lowesley, pemilik toko buku di seberang penginapan Madge dan Ed, pekerja penginapan yang ramah dan sedikit cerewet.
Kemudian dia juga bertemu Ayu, gadis asal Indonesia yang terobsesi dengan buku Wuthering Heights cetakan pertama. Dan anehnya, ia pun terus-menerus bertemu dengan Goldilocks dan selalu berpisah dengan cara yang aneh.
“Barangkali, Goldilocks adalah malaikat. Mendadak, aku menemukan ide absurd itu dalam benakku. Goldilocks selalu muncul bersama hujan, bukan? Apakah itu juga kebetulan? Apakah ini masuk akal?” – Gilang – Hlm. 315

Saat akhirnya Gilang bertemu dengan Ning, cewek ini membawanya berkeliling London, dan bagi Gilang ini kencan. Beberapa kali dia ingin menyampaikan perasaannya, namun dia ragu. Dan, keraguan Gilang diperparah karena kemunculan seorang seniman yang sangat dikagumi Ning.
Meski perasaan Gilang kacau karena pria itu, dia cukup menikmati London karena kota ini mempertemukannya dengan keajaiban-keajaiban hujan dan cinta dari orang-orang di sekitarnya. Lalu, apakah Gilang juga menemukan keajaiban cintanya sendiri?
"Tidak ada yang terenggut. Setiap orang punya keajaiban cintanya sendiri. Kau hanya belum menemukannya." – Goldilocks – Hlm. 320
 
Gilang, cowok melankolis yang terjebak dengan friend zone. Dia tipe cowok yang berpikir panjang, membuatnya memendam cinta selama bertahun-tahun dengan sahabatnya. Meskipun begitu, Gilang sangat menyenangkan, humoris, dan perhatian.
Ning tipe perempuan yang pintar, dan ramai. Dia mencintai seni lebih dari dia mencintai apapun di hidupnya. Makanya, dia begitu menikmati hidupnya di London. Ning bukan orang yang sensitive pada perasaannya. Dia tak akan tahu kalau dia dicintai oleh seseorang, sebelum orang itu menyatakannya. Atau, dia tipe cewek yang mencoba menetralisir perasaan cinta lawan jenisnya untuk dirinya dengan pura-pura tak mengenali sinyal dari mereka.
Dalam novel ini, aku sangat menyukai kisah Mister Lowesley dan Madam Ellis. Mereka bisa dibilang kisah lain yang serupa dengan kisah Ning dan Gilang.
“Menunggu cinta bukan sesuatu yang sia-sia. Menunggu seseorang yang tidak mungkin kembali, itu baru sia-sia.” – Gilang – Hlm. 247

Kisah Gilang dan Goldilocks, perempuan yang tiba-tiba muncul di hadapan Gilang saat hujan turun dan menghilang saat hujan reda. Dia tampak menakjubkan dan menyebut namanya Angle. Dia bahkan memberikan Gilang Payung merah─senada dengan warna kotak telepon di London─yang berhasil menyatukan cinta beberapa orang yang meminjam payung itu.
Bagiku, novel ini sangat detail dalam penyampaian setting, karakter, bahkan ekspresi tokohnya. Karena begitu detailnya, rasanya London begitu nyata. Muramnya, gerimisnya, hebusan anginnya, digambarkan dengan kata-kata dan kiasan yang… hem, bikin aku ngiri, kok bisa bikin diskripsi monolog, namun tidak membosankan seperti diskripsi yang disampaikan reporter?
Aku menyukai semua karakter dalam novel ini. Meski banyak sekali karakternya, meski tokoh tersebut tidak mempunyai peran besar, tokoh-tokoh tersebut tetap diciptakan dengan sangat detail, dan dengan karakter yang unik, seperti Ed, atau penjaga Toko Jemes Smith & Son.
Satu lagi yang menarik, kebiasaan Gilang memberikan nama pada orang-orang asing sesuai dengan nama tokoh dalam novel yang pernah dibacanya─saat melihat mereka. Seperti seorang pria yang ditemuinya di pesawat saat berangkat Ke London. Dia menamainya V, karena dia berdagu runcing dan senyumnya penuh muslihat mengingatkan Gilang pada topeng Guy Fawkes yang dikenalkan oleh Hugo Weaving dalam V for Venttena.
Hanya ada satu kelemahan dalam novel ini, kurang memacu adrenalin pembacanya, sedikit datar, dan terasa aman.  Namun, mampu membuat pembaca tersenyum bahagia di akhir cerita dan belajar banyak hal tentang cinta. Salah satunya, merelakan cinta memilih jalan kebahagiannya sendiri, dan berbalik untuk mencari cinta yang lain adalah pilihan yang bijak daripada memaksakan cinta yang akhirnya hanya akan menimbulkan luka.
Aku suka dengan ending London. Seperti sebuah keindahan pemandangan dari potongan puzzle yang berhasil disatukan
Over all, aku menyukai novel ini. Tentang temanya yang begitu manis, London, angle, sahabat, dan cinta. Juga sketsa-sketsanya. Yah, sebenarnya, sih setiap sketsa di Novel STPC sebagian besar aku suka. Warna merah cover-nya pun cukup memikat. Jadi, aku tidak ragu untuk menghadiahinya 3,7 dari 5 bintang.

Tulisan ini diikutkan dalam Indonesian RomanceReading Challenge 2014

Friday, May 16, 2014

May Giveaway by Biondy

Udah pernah ketemu novel dengan cover ini?
Ini novel karya terbaru Emilya Kusnaidi, Orinthia Lee, dan Ayu Rianna.
Ini sinopsisnya :
Jumlah penonton yang semakin menyusut membuat Erin berjuang keras membuat cerita-cerita baru untuk dimainkan di teater boneka yang ia warisi dari sang kakek. Tapi ini bukan pekerjaan mudah. Erin merasa tak ada yang memahami cita-citanya, termasuk Robert, kekasihnya. 
Hingga Erin bertemu Awan, lelaki dengan latar belakang misterius yang memaksa bekerja di Poppenkast tanpa meminta bayaran. Dukungan lelaki itu terhadap kelangsungan teater boneka membuat Erin jatuh hati. 
Namun Awan ternyata menyimpan rahasia masa lalu yang membuatnya harus bersembunyi di Poppenkast. Saat rahasia lelaki itu terungkap, ternyata dia bukan orang yang selama ini dikira Erin. Hingga Awan akhirnya harus memilih antara menyelesaikan persoalan masa lalunya atau terus bersama Erin.
 Nah, yang penasaran dan pingin novel ini secara gratis, bisa langsung kunjungi link ini sekarang juga >> http://kireinasekai.blogspot.com/2014/05/may-giveaway.html
Ada 1 buah novel Teater Boneka lengkap dengan tanda tangan ketiga penulisnya dan Clara Ng, selaku konseptor GWP kali ini.


Monday, May 12, 2014

Resensi – Mahogany Hills “Ijinkan aku membalas cintamu”



Penulis : Tia Widiana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Mei 2013
Tebal : 344 hlm
Genre : Amore
ISBN : 978 – 979 – 22 – 9584 – 9
Harga :Rp. 58.000

Menikah, sebuah tahapan baru yang menuntut kita untuk lebih dewasa dan lebih sabar menghadapi segala cobaan dari langkah yang sudah kita pilih. Namun, meski sangat mudah mengatakannya, ternyata sangat sulit mewujudkannya, walaupun kita melakukannya bersama orang yang kita cintai.
Nah, kalau dengan orang yang kita cintai saja sesulit itu. Bayangkan jika kita menjalankannya dengan orang yang baru kita kenal beberapa hari, dan beberapa hari kemudian, dia tiba-tiba sudah bertitle suami atau istri untuk kita. Seberapa sulitkah hidup itu nanti?
Jagad Arya Arnawarma dan Paras Ayunda Bakhtiar, pasangan pengantin baru yang dituntut sabar dan lebih dewasa untuk menghadapi satu sama lain. Namun, Jagad dan Paras menikah bukan karena cinta, tapi dijodohkan.
Paras bisa menerima dengan lapang dada keadaannya sekarang. Namun Jagad berbeda. Dia menentang pernikahan ini, bahkan dia sudah hampir membatalkannya. Namun, karena tak ingin membuat ibunya sakit lagi, Jagad akhirnya menikahi Paras.
“Kenapa aku? Kau membuatku berada di posisi yang sulit. Dan aku bisa jamin, pernikahan ini tak akan mudah bagimu.” –Jagad– Hlm. 39

Dan setelah pernikahan itu mereka memutuskan tinggal di sebuah rumah bernama Mahogani Hills, karena Jagad harus mengurus pembangunan resort-nya. Kemudian, permainan yang sudah direncanakan Jagat dimulai.
Dia ingin Paras meminta cerai darinya dengan terus membuat Paras tersiksa dengan hubungan mereka, dengan sikapnya yang terus-terusan sinis pada Paras, dengan membuat Paras kesepian tinggal di kaki gunung Halimun, bahkan dengan menunjukkan terang-terangan kalau Jagad mencintai Nadia dan sama sekali tidak punya perasaan apapun pada Paras.
“Semoga kau puas, setelah kau tahu kau telah menghancurkan hidup kami berdua. Hanya untuk memuaskan keinginanmu dan keluargamu.” –Jagad– Hlm. 102

Namun sebenarnya, di dalam lubuk hati Jagad yang paling dalam, Jagad sudah jatuh cinta pada Paras sejak pertama kali melihat sosok wanita lembut di hari pertunangannya. Tapi, Jagad tak bisa mengakuinya karena janjinya pada Nadia, menikahinya suatu hari nanti.
Perlahan Jagad menyadari cintanya pada Paras mulai tak bisa ditahan. Dia menginginkan istrinya yang selama ini dihindarinya, diacuhkannya, tak dipedulikannya. Dia benar-benar tersiksa karena hanya bisa menahan segala yang bisa dia lakukan pada Paras selayaknya suami-istri, namun tak bisa dia lakukan pada istrinya sendiri.
Paras bisa menerima segala perlakuan Jagad padanya. Namun, saat dia tahu dia mengandung, dia memutuskan meninggalkan Jagad, suami yang dia kira tak pernah mencintainya. Sayang, saat diperjalanan Paras mengalami kecelakaan dan akhirnya amnesia.
“Ingatan dan kenangan memang tidak pernah abadi. Jika ingatanmu tentangku hilang, kenanganmu tentangku tidak berbekas, kita bisa selalu membuatnya lagi.” –Jagad– Hlm. 287
Lalu, apakah keadaan Paras saat ini membuat Jagad pergi meninggalkan istrinya untuk Nadia? Dan sebenarnya apa alasan Paras memilih Jagad sebagai suaminya? Juga siapa Adrian yang membuat Paras ketakutan saat melihat pria ini muncul di Mahogany Hills?
“Lupakan saja. Aku yang naif berpikir kau punya potensi untuk menjadi suami yang baik, hanya karena apa yang kau lakukan selama lima belas menit, tiga belas tahun yang lalu.” – Paras – Hlm. 213

Mahogany Hills, Pemenang pertama Lomba Penulisan Novel Amore Tahun 2012 yang diadakan Gramedia, sekaligus novel debut Tia Widiana dalam dunia sastra Indonesia.
Mendengar tema yang diangkat, yaitu tentang perjodohan, jujur aku agak underestimate. Perjodohan itu masalah klise, guys! Apalagi ada adegan amnesia. Oh, My God, nggak ada trik lain, ya? Ini kayak sinetron aja!
Tapi, aku mencoba mengenyahkan bisikan setan di telingaku. Kucoba menikmati setiap bagian novel ini, dan aku sudah mulai tertarik sejak membaca paragraf pertamanya.
Detail perjalanan mereka menuju Mahogany Hills bisa diuraikan dengan manis dan tidak membosankan. Setting rumah yang menjadi tujuan merekapun tampak sangat menarik dan artistik. Belum lagi gambaran lingkungan tempat tinggal mereka yang bikin aku pingin melihat dengan nyata.
Aku suka karakter Paras yang terkesan sederhana dan sama sekali tak terlihat kalau dia ini lulusan luar negeri, bahkan hampir menjadi kandidat Ph.D. Sikap sabarnya dan tabahnya, juga caranya berinteraksi dengan orang lain membuat aku jatuh cinta dengan karakter Paras. Menurutku, Paras adalah gambaran sosok perempuan sempurna.
Sedangkan Jagad, meski di awal dia tampak seperti monster bagi Paras. Tapi, saat Paras amnesia, aku merasakan Jagad adalah pria gantleman meski dia perlu waktu cukup lama untuk mengakui kesalahannya dan perasaan cintanya pada sang istri.
“Setelah menikah denganmu, cinta jadi tidak terlalu rumit. Denganmu, cinta menjadi sangat sederhana. Cinta adalah memberi, menerima, dan memaafkan. Aku bukan malaikat, aku lelaki brengsek yang pernah menyia-nyiakanmu. Tapi aku tahu aku tidak akan meninggalkanmu hanya karena kau terlalu baik untukku. Aku akan selalu bersamamu, dan terus belajar mencintaimu, agar aku bisa sebaik kau.” –Jagad– Hlm. 329

Untuk tokoh yang lainnya, seperti Nadia, Andrian, teman-teman Jagad dan para pekerja resort hanya berperan sebagai pemicu konflik semata. Penulis lebih fokus pada Jagad dan Paras.
Dalam novel ini masih ada beberapa typo. Contohnya di halaman 55 – 60. Jika diamati dengan cermat, nama wartawan dan kameramennya tidak konsisten.
Dan epilognya, aku kurang sreg. Karena epilog dalam novel ini seperti menampilkan cerita baru yang di dalamnya terdapat Jagad dan Paras. Meski pada dasarnya epilog tersebut masih menggabarkan bagaimana akhir ceritanya, tetap saja ada yang terasa janggal dalam sambungannya.
Namun, aku suka gaya bercerita penulisnya. Berhasil membuat aku bersimpati, terharu bahkan bahagia karena merasakan apa yang dicurahkan para tokohnya. Dan, novel ini cukup punya daya sedot kuat yang bisa memaksaku terus membacanya sampai-sampai dalam satu hari aku sudah menghabiskan setengah bukunya.
Jadi, aku memberi 3,6 dari 5 bintang untuk novel ini.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Indonesian Romance Reading Challenge 2014

Sunday, May 11, 2014

No!!! Please…. Don’t You!


Pernah merasa seperti ini?
Kamu seperti ingin mengungkapkan sesuatu, tetapi nggak ada suara yang keluar.
Atau,
Semua tampak sangat jelas, namun kamu bingung gimana menjelaskannya.
Sebentar, rasanya mudah sekali mengatakannya. Tapi, kamu merasa ini konyol, ini nggak mungkin, atau lebih tepatnya nggak mau. Benar-benar nggak mau sampai-sampai kamu harus membohongi dirimu sendiri kalau kamu nggak bisa mengungkapkan atau menjelaskan semua yang ada di hatimu.
Rasanya menohok. Sedikit nggak nyaman, dan pingin banget ngeluarin hati kamu sendiri trus di cuci di mesin cuci biar bersih, biar nggak ada apapun yang memenuhinya.
Arg,
Serius, saat seperti itu kayak ngelihat jalan gelap yang dulu pernah kita lalu dan kita berhasil keluar dari keadaan tersebut. Tapi, sayang sekarang kita balik lagi ke tempat itu. Kita tahu jalan keluarnya, tapi kita juga tahu apa yang akan kita rasakan saat menapakan kaki kita di sana.
Aku nggak siap? Serius, aku perlu rambu-rambu U-Turn tepat di sampingku.
Hah, aku ingin lari dari apapun yang ada di depanku, yang sebenarnya aku sadari tapi nggak ingin aku akui. Aku nggak ingin apapun yang menyangkut bla..bla..bla itu terbuka jelas di mataku.
Tidak, ini konyol. Iya, ini terlalu konyol!!!
Tuhan, terima kasih telah memberiku roller coaster yang membuatku pening. Yah, aku mulai benci dengan keadaan ini. Keadaan yang harus kuakui karena aku pantang membohongi diriku sendiri.
Membohongi diri sendiri. Hohohoho… membohongi orang lain tentang apa isi hati kita masih bisa dimaafkan, tapi membohongi diri sendiri berarti membuat sebuah rasa sesak menjadi dua kali lipat lebih menyiksa. Percayalah, aku benci mengakuinya meski hanya untuk diriku sendiri.
Kenapa harus kamu? Banyak pria di depanku, kenapa harus kamu? Ini bulshit! Maybe, ini yang aku harapkan. Hatiku sedang mengalami error sampai-sampai bisa memunculkan namamu di sini, di hatiku.
Shit!!!

Thursday, May 8, 2014

Resensi – After D-100 “Kisah Sebuah Laci yang Terbuka”



Penulis : Park Mi Young
Penerjemah : Putu Pramania Adnyana
Penerbit : Haru
Tebal : 382 hlm
Terbit : Juni 2013
Genre : Dewasa
ISBN : 978 – 602 – 7742 – 18 – 5
Harga : Rp. 63.000

Menikah pada dasarnya adalah hidup bersama dengan orang yang kita cintai, orang yang membuat kita nyaman, aman dan bahagia. Untuk menjadikan tujuan pernikahan itu bisa terwujud, kita hanya perlu saling percaya dan terbuka kepada pasangan kita. Namun, rumus sederhana itu sepertinya sangat sulit diterapkan dalam rumah tangga Kang Gyung Hee dan Lee Jung Chul.
Selama pernikahan, Lee Jung Chul bukanlah Lee Jung Chul yang sebenarnya. Dia menyembunyikan dirinya dari istrinya karena sebuah alasan yang hanya dirinya yang tahu. Tapi, akhirnya setelah dua tahun menikah, Kang Gyung Hee menemukan rahasia besar suaminya yang tersimpan dalam laci meja kerjanya.
Dalam laci tersebut terdapat foto dan dokumen yang membuat Gyung Hee terkejut. Ternyata, selama ini dia tak mengenali siapa sebenarnya suaminya itu. Karena kenyataan tersebut, Kang Gyung Hee terpaksa mengambil keputusan, dia akan menceraikan suaminya setelah seratus hari.
Selama ini, Gyung Hee merasa bahagia dengan pernikahannya. Pernikahan yang terjadi begitu cepat karena para orang tualah yang mengambil keputusan tanpa meminta pertimbangan darinya maupun dari Lee Jung Chul. Dan selama ini pula, Gyung Hee sudah memberikan segalanya dan menuruti semua permintaan Jung Chul.
“…aku tidak pernah mendefinisikan bahwa suamiku adalah orang seperti ini dan seperti itu. Aku menerima sikapnya apa adanya. Ibaratnya seperti spons yang menyerap air, begitulah aku hidup selama ini. Menerima semuanya begitu saja.” – Kang Gung Hee – hlm. 79

Sekarang, Kang Gyung Hee sudah berubah. Dia bertekat membalas sakit hatinya pada Lee Jung Chul. Apalagi, setelah kemunculan Mina, mantan kekasih Jung Chul yang sepertinya berniat menggoda Jung Chul kembali. Gyung Hee semakin yakin, keputusannya sudah tepat.
Kang Gyung Hee benar-benar mempersiapkan dirinya sebelum perceraian itu terjadi. Dia membuka sebuah toko tas dengan bantuan sahabatnya, Jung Woo. Dia berharap, semoga toko itu bisa membuatnya hidup mandiri tanpa membebani siapapun.
Namun, sepertinya Tuhan sedang mengujinya. Dia semakin sering bertemu Mina. Mina bukan tipe wanita yang diam-diam merayu suami orang di belakang istrinya. Mina memperlihatkan niatnya, bahkan dia seperti sengaja membuat Gyung Hee marah dengan memintakan ijin Jung Chul untuk bertemu dan mengenang kembali cinta mereka.
Perubahan sikap Gyung Hee mulai disadari Jung Chul. Namun pria ini malah semakin dingin dengan istrinya. Dan, perlahan rahasia Jung Chul mulai diketahui banyak orang, termasuk kedua orang tuanya. Rahasia bahwa Jung Chul pernah menjalani pengobatan karena masalah kejiwaan dan kebohongan Jung Chul bahwa dia madul, membuat Kang Gyung Hee diminta pulang ke rumah orang tuanya. Dan, masalah perceraian itupun semakin menguat untuk segera diwujudkan.
Sebenarnya, Lee Jung Chul menyembunyikan masalahnya karena dia takut istrinya meninggalkannya. Diam-diam dia sangat mencintai istrinya meskipun sikapnya sangat dingin, bahkan dia pernah bilang, dia menikahi Gyung Hee bukan karena cinta.
“Cinta, tidak bisakah kau mengajariku tentang hal itu? Karena aku tidak tahu apa-apa tentang hal itu, tidak bisakah kau yang lebih tahu ini mengjariku?” – Lee Jung Chul – Hlm. 282

Lalu bagaimana Lee Jung Chul menjalani hidupnya tanpa Kang Gyung Hee? Apakah dia menerima saja dengan keputusan Gyung Hee?
Kemudian, bagaimana dengan Kang Gyung Hee? Apakah dia tetap kokoh tak akan kembali pada Lee Jung Chul yang masih membuatnya rindu, meskipun Kang Gyung Hee tahu dengan pasti suaminya ternyata sangat mencintainya dan juga menderita karena keadaannya?
“Kisah cintaku dimulai dari diriku seorang dan pada akhirnya pun, aku sendiri yang mengakhirinya. Cinta bertepuk sebelah tangan memang biasanya mudah hancur dan sulit untuk bangkit kembali saat jatuh dengan keras seperti ini.” – Kang Gyung Hee – Hlm. 172
After D-100 adalah novel yang bercerita tentang pernikahan tanpa keterbukaan. Sebuah keadaan rumah tangga yang awalnya tampak menyenangkan─walaupun hanya dari sudut pandang Gyung Hee─dan sangat menyedihkan saat mulai diuraikan.
Cerita mulai berjalan mengalir dengan gaya bercerita yang enak. Perlahan misteri kenapa Lee Jung Chul bersikap sebegitu dingin dengan istrinya dan kenapa dia menikahi Gyung Hee perlahan terurai. Dan, Jung Chul di awal cerita dengan Jung Chul yang sebenarnya sangat berbeda seratus delapan puluh derajat.
Inilah bagian menariknya, penulis memberikan gambaran awal yang berbeda, lalu mulai menuturkan kenyataan-kenyataan membuat aku terus tersedot misterinya. Lalu, aku mulai menaruh simpati pada Lee Jung Chul. Apalagi, di bagian akhir cerita, karakter Jung Chul yang hangat membuatku menyadari, banyak alasan seorang pria bersikap dingin pada wanita. Mungkin ada seribu alasan yang menuntutnya seperti itu.
“Gyung Hee, aku ingin kita hidup seperti air yang mengalir. Gejolak itu ‘kan ada di bawah air. Kita hidup sambil melihat permukaan air saja. Ya?” – Lee Jung Chul – Hlm. 115

Karakter Kang Gyung Hee yang sebenarnya ceria sepertinya tidak banyak terlihat dalam cerita. Mungkin karena situasi yang dia hadapi. Namun, aku merasa Gyung Hee adalah wanita kuat dan tabah, meski dia adalah wanita plin plan akut.
Dalam cerita, banyak karakter yang bermunculan, mulai dari Jung Woo, sahabat Gyung Hee, In Sik si pemilik bangunan tempat Gyung Hee mendirikan toko, Mina mantan kekasih Jung Chul yang menyebalkan, dan tentu orang tua Gyung Hee dan Jung Chul, juga orag tua Lee Jung Chul dan kakak-kakak Gyung Hee.
Namun, karakter itu hanya semacam bumbu semata. Seperti In Sik yang sebenarnya menyukai Gyung Hee. Dia hanya muncul di awal, dan satu kali di bagian akhir. Tak ada sebuah konflik yang lebih greget yang bisa dibangun antara Gyung Hee dan In Sik.
Lalu, Mina. Walaupun dia hanya muncul di awal, namun dia bisa memanaskan keadaan. Sedangkan Ayah dan Ibu Gyung Hee berhasil menjalankan tugasnya sebagai orang tua yang berusaha melindungi anaknya dari suami yang telah melukainya.
Secara keseluruhan, aku menyukai cerita ini. Tema tentang kemandulan, ketidakterbukaan, dan perceraian memberiku ilmu baru dalam kehidupan. Yaitu, keterbukaan dan memperlihatkan apa adanya diri kita sejak awal, ternyata menjadi bagian yang utama untuk menjadikan sebuah kehidupan lebih baik. Setidaknya, kita tidak menyimpan boom waktu yang kapanpun bisa meledak.
“Awalnya aku tidak sanggup mengatakannya padamu. Aku sudah berencana memberitahumu saat kau mengatakan akan menikah denganku. Tetapi, aku berharap, siapa tahu kau bisa memberikan 1% kemungkinan itu padaku. Jadi, kuputuskan untuk menyembunyikannya darimu. Hingga sampai saat ini. Maafkan aku.” – Lee Jung Chul – Hlm. 190

Meski cover novel ini manis, tapi sebenarnya novel ini bergenre dewasa. Ada beberapa adegan 17+ yang bisa dipahami kenapa dia hadir disana, karena novel ini memang bercerita tentang sebuah hubungan suami istri. Jadi, buat adik-adik, skip dulu novel ini, tunggu umur mencukupi, ya?
Aku ingin memberikan acungan jempol untuk Penerbit Haru, karena lagi-lagi berhasil memuaskanku dengan cerita yang manis, dan gaya penerjemahan yang nyaman dan luwes.
Nilai untuk novel ini 3,6 dari 5 bintang.
Buku ini bisa langsung kalian order ke aku dengan harga Rp. 40.000 saja (Exc ongkir). Minat? Langsung kontak BBM 74D81B01 atau Whatsapp : 085736100626. 

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos