Penulis : @edi_akhiles
Penerbi : Divapress
Tahun Terbit : Desember 2013
Tebal Buku : 192 hlm
ISBN : 978-602-255-397-7
Harga : Rp. 35.000
Pemahaman
hidup, arti sebuah cinta, makna kasih sayang ibu, kenangan dan pengorbanan,
semua dikemas dalam satu toples bening bermerk Penjaja Cerita Cinta yang berisi
lima belas cerita pendek dan satu tips menulis.
Penjaja
Cerita Cinta menghadirkan kisah yang berbeda, dengan cerpen pembuka berjudul Penjaja Cerita Cinta, judul yang sama
dengan judul buku.
Cerpen
ini terasa diistimewakan dari pada cerpen lainnya, karena selain jumlah halaman
yang lebih banyak, cerpen ini seperti menggabungkan beberapa kisah dan beberapa
konflik dalam satu cerita, namun tema besar yang diangkat sama, yaitu tentang
menunggu dan kesetiaan.
Bercerita
tentang seorang penjaja cerita cinta, sebuah pekerjaan yang tak biasa, harus
mendatangi sebuah rumah yang kesan pertama seperti rumah dalam setting horror.
Kemudian muncul Nyonya Sri yang punya aura ningrat, setelah itu mengalirlah
kisah Senja yang setia pada senja untuk seseorang yang bermata senja.
“Jika hati telah menyatu dengan
dirinya sendiri, tiadalah arti selainnya termasuk dirinya sendiri…” – Penjaja
Cerita Cinta – Hlm. 25
Terlihat
sekali penulis memang sangat kaya diksi, pandai mempermainkan kata, juga sangat
lihai membuat pembaca penasaran dari semua loncatan-loncatan yang dibuatnya.
Sayangnya,
alur yang terasa lamban membuat sedikit bosan, dengan beberapa diksi yang
terkadang malah terasa tak pas untuk jenis dialognya membuat sedikit mengganggu
konsentrasi, adanya adegan xxx yang tiba-tiba merusak feel cerita, juga tak ada tanda batas yang mencirikan perpindahan
antara cerita dengan tokoh Senja dan cerita dengan tokoh Nyonya Sri dan Penjaja
Cerita Cinta membuat saya tak siap menghadapi perubahan cerita. Akan lebih baik
jika diberi tanda atau sedikit narasi sebelum perubahan.
Untungnya,
ending dibuat dengan rasa yang tak mudah dilupakan. Simpel namun mengena.
Cerita
berlanjut dengan cerpen berjudul Love is
Ketek dan Cinta yang Tak
Berkata-kata. Keduanya bercerita tentang sepasang kekasih. Bedanya, Love is
Ketek diceritakan dengan gaya ABG yang ringan dan kocak, sedangkan Cinta yang
Tak Berkata-kata lebih terkesan serius.
Love
is Ketek adalah cerpen jawara dalam buku ini. Karena dia muncul sebagai
penetralisir galau karena syahdunya cerita Penjaja Cerita Cinta. Gaya bahasanya
yang simpel dengan umpatan “Oke, fine!”dan
“Lo gue end!”-nya dengan nama tokoh
deso-nya sangat menghibur, dan konfliknya tentang bulu ketek benar-benar non-mainstream.
“..Juara
banget jorokin cowok ke sudut-sudut terjal “rasa bersalah”, untuk kemudian
merasa senang bahagia, lalu punya senjata untuk di kemudian hari kembali
mengangkat masalah lama, yang intinya adalah untuk “kemenangan dia”. Kayak main
bola aja sih cinta di tangan cewek begituan…” – Love Is Ketek – hlm.
51
Dijual Murah Surga Seisinya, Cinta Cantik, dan Tamparan Tuhan. Adegan pembuka dalam ketiga cerpen ini membuat
saya tak mendapatkan gambaran awal, mau
di bawa kemana cerita ini? Namun, selangkah demi selangkah, dengan cara
bercerita yang luwes saya menemukan titik temu apa yang sebenarnya ingin
disampaikan penulis lewat cerpennya. Dan, yah…pesannya sangat tersampaikan,
sampai-sampai saya harus berhenti sebentar untuk kontropeksi diri.
Dijual
Murah Surga Seiisinya adalah favorit saya nomor dua.
Tak Tunggu Balimu, Cerita Sebuah Kemaluan, dan Cerpen Penutup Si X, Si X and God.
Cerpen yang mengulas tentang pandangan hidup, cara berfikir, dan logika.
Ketiganya diceritakan dengan penuturan yang asik. Meski di cerpen Cerita Sebuah
Kemaluan penulis bercerita dengan sangat berani, namun masuk akal.
Si
X, Si X and God diceritakan dengan teknik bercerita hanya berupa percakapan
antara dua tokohnya. Ini terasa seperti obrolan seru dua orang di warung kopi
namun maknanya benar-benar dalam. Sedangkan Tak Tunggu Balimu diceritakan
dengan sudut pandang orang pertama yang mengusung aura menggebu-gebu, namun
perlahan luruh pada kenyataan yang mulai dia temukan.
Saya
suka ketiganya karena ada kesan nyeleneh
yang asik namun tetap berbobot.
Secangkir Kopi untuk Tuhan dan Abah, I love You. Menurut saya ini dua
cerita tentang perjalanan hidup penulis. Dan, saya menaruh perhatian lebih pada
Secangkir Kopi untuk Tuhan, karena apa yang penulis rasakan kurang lebih saya
juga merasakannya, karena saya juga melihat apa yang diceritakan penulis.
Bedanya, saya tidak melihat langsung, saya hanya melihatnya di layar kaca televisi
saja.
Ini
tentang kematian seseorang karena apa yang dicintainya. Kematian mendadak dan
membuat hampir semua orang yang mengenalnya terkejut sekaligus sangat berduka,
termasuk saya.
Dari
dua kisah ini saya mengangguk, mengatakan iya, benar sekali. Dari kisah
Secangkir Kopi untuk Tuhan saya menangkap pesan, apa yang dikehendaki Tuhan
adalah apa yang akan terjadi, kita hanya harus ikhlas menjalankannya. Sedangkan
dari Abah, I love You, saya diberi petuah, tak ada orang tua yang berniat buruk
pada anaknya. Mereka hanya ingin kita berhasil. Semua yang mereka lakukan
adalah apa yang mereka pikir baik untuk hidup kita.
Munyuk! dan Lengkingan Hati Seorang Ibu yang Ditinggal
Mati Anaknya. Keduanya tentang cinta dan ketulusan. Bedanya, Munyuk! Adalah
ketulusan mencintai dari seorang istri yang sekalipun dikatai ‘Munyuk!’ tetap
mendoakan suamiya. Sedangkan, Lengkingan Hati Seorang Ibu yang Ditinggal Mati
Anaknya adalah cinta seorang ibu yang tak lekang oleh waktu. Keduanya
benar-benar menyayat hati.
Menggambar Tubuh Mama dan Aku Bukan Batu!! Lagi-lagi cerpen
dengan adegan awal yang tak bisa memberiku gambaran tentang apa yang ingin disampaikan.
Untuk cerpen Menggambar Tubuh Mama yang kisahnya cukup ekstrim ini mulai bisa
saya tangkap maknanya di pertengahan cerita. Namun, cerpen Aku Bukan Batu!!
Baru bisa saya ambil maknanya di akhir cerita. Dua cerita ini seperti
teka-teki, dan jawabannya benar-benar sulit ditemukan dengan sekali baca.
Kelemahan
dari buku ini adalah dalam penggunaan diksi yang sebagian terasa tak cocok jika
dipadu dalam kalimat tersebut. Seperti : “…Tanpa
sempat memekik, kepala mama dalam hitungan milidetik bak laju M-1 VR46
bergelinding jatuh, pas berhenti di sela sepasang kaki kecil itu.” –
Menggambar Tubuh Mama – Hlm. 73.
Setting suasana mencekam yang dihadirkan
tiba-tiba lenyap karena M-1 VR46 muncul tiba-tiba.
Kadang,
diksi yang dipilih membuat cerita terasa tak lazim dan membuat saya kesulitan
untuk memahami maknanya. Adanya beberapa kalimat tidak baku juga sering muncul dalam
narasi. Seperti nyonthong di halaman 109, macem-macem hal. 109, haru-membiru
halaman 110.
Ada beberapa penggunaan
tanda baca yang kurang pas. Seperti dalam kalimat : Kayak main bola aja sih cinta di tangan cewek begituan…” – Love Is
Ketek – hlm. 51
Di
akhir kalimat menggunakan tiga titik. Saya rasa lebih tepat menggunakan tanda
seru atau satu titik saja.
Juga
ada beberapa kalimat yang boros kata. Menggunakan kata ‘ya’ terlalu sering juga
terasa kurang enak dibaca.
Dalam
Cerpen Menggambar Tubuh Mama saya kebingungan menerjemahkan setting tempatnya.
Awalnya Penulis menuturkan si anak mencoret-coret triplek di kamar mamanya.
Namun, di akhir cerita penulis menyebutkan suasana setting tempatnya “Desau angin melengking berderik-derik penuh luka dan tangis di seantero
penjuru gurun pasir itu.”
Hlm. 80
Jadi, dimana sebenarnya
setting tempatnya? Di kamar mama di tengah gurun pasir, itu gambaranku.
Mestinya penulis lebih memperjelas setting tempat kejadiannya, apakah ini di
Indonesia atau di luar negeri.
Meski
ada kelemahan, buku ini punya banyak sekali kelebihan, diantaranya
kejutan-kejutan yang dihadirkan setiap cerita, teknik dan gaya menulis yang
bervariasi. Meski tadi saya mengkritik penggunaan diksinya, namun saya harus
aku saya mendapatkan banyak diksi baru untuk menambah pembendaharaan diksi saya
yang masih itu-itu saja.
Buku
ini juga tidak hanya bercerita, dia mampu meninggalkan bekas di akhirnya. Bagi
saya, buku ini seperti berdakwa, dan memberi kita nasihat. Dan itulah kelebihan
terbesarnya. Karena di masa sekarang ini, dimana banyak sekali hadir buku-buku
baru dengan berbagai genre, tak banyak yang bisa menuntun pembacanya untuk menemukan
nilai kehidupan.
Untuk
nilainya, saya memberikan 3,3 dari 5 bintang.
Dan
terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih pada Pak Edi atas buku Penjaja
Cerita Cinta gratis dan bertanda tangan dari beliau. Di tunggu karya
selanjutnya. Sukses, Pak! []
Tulisan ini diikutkan Indonesian Romance Reading Challenge 2014
Tulisan ini diikutkan Indonesian Romance Reading Challenge 2014
No comments:
Post a Comment