Penulis : Winna Efendi
Penerbit : Gagasmedia
Genre : Teenlit
Seri : School
Terbit : 2014
Tebal : xiv + 362 hlm
ISBN : 979 – 780 – 732 – 0
Harga : Rp. 57.000
“Segala sesuatu itu tidak selalu
seperti apa yang kau kira. Bahkan, apa yang ada di depan mata tidak selalu
seperti apa yang terlihat.” – Tabitha – hlm. 190
Tomomi, di hari pertamanya
masuk sekolah, dia sudah sangat sebal pada Tomoki. Dan, dia semakin sebal
karena Tomoki adalah teman sebelah bangkunya. Tapi apa mau dikata, itu takdir
mereka untuk satu tahun yang akan mereka lewati.
“Mengakhiri rasa suka untuk seseorang tidak sesederhana
mengucapkan selamat tinggal; apapun yang kau katakan, perasaan yang ada tidak
akan pergi hanya karena kau menginginkannya.” – Tomomi – hlm. 123
Tomomi masuk ke Katakura
Gakuen karena ingin mengejar cinta pertamanya, Hasegawa senpai. Dia memilih menjadi manajer klub
sepak bola juga karena Hasegawa senpai.
Sayang sekali, Tabitha, teman sekelas Tomomi, yang selalu terlihat tidak ramah
itu, sudah lebih dulu menyambar posisi yang diincarnya. Dan ternyata, gadis itu
juga menyukai Hasegawa senpai.
“Orang yang kau sukai tidak selalu membalas perasaanmu. Kadang
kau jatuh cinta pada orang yang salah. Dan kadang, kau bahkan tak sadar ada
orang yang selama ini dengan tulus menyukaimu.” – Tabitha – hlm. 119
Dengan terpaksa Tomomi
beralih ke klub atletis karena tempat latihan kedua klub itu berdekatan.
Sehingga, Tomomi tetap bisa melihat Hasegawa senpai berlatih, meskipun di klub
tersebut dia harus menghadapi Tomoki yang menyebalkan. Ya, Tomoki juga berada
di klub atletis.
Namun, ternyata klub
atletis membuat Tomoki dan Tomomi yang seperti anjing dan kucing akhirnya
berteman. Di klub itu juga, Tomomi menyadari, dia suka berlari. Bahkan, Tomomi
bercita-cita bisa memenangi berbagai kejuaraan lari nasional dan internasional,
mimpi yang sama seperti mimpi Tomoki. Tomoki si Ace, yang tampak seperti punya sayap saat berlari.
“Mimpi adalah sebuah destinasi,
Tomomi. Yang harus dilakukan selanjutnya adalah mengambil langkah pertama untuk
bergerak menuju mimpi tersebut.” – Akiyama sensei –
hlm. 166
Persahabatan mulai
terbentuk antara Tomomi, Tomoki, Ryu, dan Chiyo. Kemudian, Tabitha bergabung
dengan mereka setelah sebuah kejadian yang menyadarkan Tabi, mereka memang
benar-benar teman untuknya.
“Oto-san pernah bilang, kesedihan ada untuk
dilepaskan, bukan untuk disimpan. Untuk setiap kesedihan, akan ada kebahagiaan
baru yang dapat menggantikannya.” – Tomomi – hlm. 109
Kedekatan mereka perlahan
dicampuri perasaan lain selain perasaan persahabatan. Dan beberapa pertengkaran
membuat mereka semakin dekat. Namun, ada sebuah pertengkaran yang membuat Tomoki
dan Tomomi tak lagi bicara untuk beberapa saat.
“Serumit apapun keadaannya, kau tak
seharusnya menyerah begitu saja. Perasaan bisa memudar seiring waktu, tapi ada
beberapa hal yang tak pernah hilang, perasaan yang pantas untuk diperjuangkan. Pertanyaannya
adalah, perasaanmu untuknya jatuh pada kategori yang mana?” – Tabitha – hlm. 329
Lalu, sebuah cidera
hampir merenggut mimpi Tomoki. Padahal, kejuaraan The All Japan High School Ekiden, yaitu pertandingan lari estafet
jarak jauh berskala nasional sebentar lagi akan digelar.
“Setiap kali ingin menyerah, aku selalu mengingat satu hal. Garis
akhir terbentang di hadapanku, dan satu langkah lagi akan membawaku sedikit
lebih dekat dengan tujuan.” – Tomomi – hlm. 149
Bisakah Tomoki bangkit?
Mampukah Tomomi melupakan cinta pertamanya? Apakah dia akan mulai rela menerima
berbagai hal yang mulai berubah di hidupnya? Tentang hatinya, tentang kehadiran
orang lain di hidup ibunya setelah ayahnya meninggal?
“Beranilah, Tomomi. Jangan sampai
suatu hari nanti, kau berbalik dan
berharap, segala sesuatunya berakhir dengan cara yang berbeda.” – Tabitha – hlm. 340
Tomodachi, sebuah novel karya Winna Effendi – yang lagi-lagi bertema
pertemanan – namun selalu punya rasa yang berbeda. Di seri School #2 ini, Winna
mencampurkan tema persahabatan dengan impian dan cinta diam-diam.
Sebenarnya, setiap novel
Winna Efendi, meski bertema sama, selalu ada bagian yang membuat karyanya tetap
berbeda. Dan itu membuat pembacanya tetap menunggu karya-karyanya.
Di novel ini, sama
seperti di novel Unforgettable yang aku baca beberapa waktu lalu, aku mulai
menyukainya sejak bagian pertama. Dan harus aku katakan lagi, biasanya, di
beberapa novel Winna seperti Ai, aku dibuat mati bosan di bab pertamanya, namun
menggila di bagian hampir klimaks sampai ending-nya.
Karakter Tomoki yang
menyenangkan, humoris dan seru juga sering kali jahil membuat novel ini hidup.
Sedangkan Tomomi yang kadang melankolis jadi bagian yang menimbulkan sentuhan
dramatis tersendiri.
Perjuangan mereka meraih
impian dan kisah kehidupan tokoh-tokohnya seperti bagian yang dirangkai indah
untuk membentuk sebuah cerita yang membuat pembaca tidak sekedar mendapatkan kisah,
tapi belajar banyak darinya.
Biasanya, aku selalu
kurang sreg sama penulis Indonesia
yang mencoba menulis novel dengan setting
dan tokoh luar negeri. Untuk kali ini, aku menyukainya. Winna Efendi seperti
sudah sangat mengenal kehidupan di Jepang. Hingga rasanya, yang dia tulis
begitu nyata, bukan sekedar tempelan.
Bisa dibilang, membaca
Tomodachi semakin membuat aku mengenal kehidupan orang-orang di Jepang. Termasuk
berbagai tradisinya, bahkan termasuk tentang Anime.
Bagian favoritku di novel
ini adalah saat Tomoki sampai digaris akhir perlombaan lari dan menghampiri
Tomomi. Lalu, dia mengalungkan tasuki
kuning di leher Tomomi. Itu manis sekali.
Pada dasarnya, aku
menyukai novel ini. Termasuk ending-nya, dan memang aku hampir selalu menyukai
ending yang dibuat Winna Efendi, sih.
Ratingnya, 3,7 dari 5
bintang.
Aku termasuk pengikut setia kak Winna Efendi, Tomodachi jadi novel favoritku.. Kenapa? Aku seperti menonton dorama (drama jepang) saat membacanya.. Ceritanya seputar school life dan impian, sehingga aku juga sangat menyukai quote-quote yg ada di novel ini.. 😍
ReplyDelete