Penulis
: Winna Efendi
Penerbit
: Gagasmedia
Genre
: Drama, Romance
Terbit
: 2012
Tebal
: viii + 176 hlm
ISBN
: 979 – 780 – 541 – 7
Harga
: Rp.
“Yang
mana yang lebih baik – pernah memiliki, lalu kehilangan atau tidak pernah
memiliki sama sekali?” – hlm. 159
Ini tentang pertemuan seorang perempuan dan seorang pria di sebuah
kedai wine. Kemudian, mereka mulai mengisahkan hidup masing-masing. Uniknya,
mereka tidak saling menyebutkan nama. Mereka tidak saling menuntut, tidak
saling meminta, dan tidak memaksa. Hubungan mereka berjalan dengan apa adanya.
Si perempuan, dia yang selalu sibuk menulis, tampak nyaman
bercerita tentang masa lalunya, ayahnya, dan juga tentang kecintaannya pada
wine.
Si pria yang selalu datang dengan tampang lelah, kusut dan
murung begitu terbuka tentang hubungannya dengan para wanita, tentang luka
lamanya pada masa lalu, juga kenapa dia menyukai wine.
“Kata orang, menjadi dewasa berarti harus
membuat pilihan. Baginya, menjadi dewasa berarti tidak memiliki pilihan."
– hlm. 36
Kemudian, keduanya mulai mengetahui satu hal, sebenarnya
mereka tanpa sadar sedang mencari. Namun, saat apa yang dicari sudah berhasil
ditemukan, waktu membuat semuanya jadi serba salah. Dan, mereka harus memilih.
“Hatimu tahu apakah pilihan itu benar atau
salah. Hati selalu tahu.” – hlm. 75
Unforgettable.
Ini novel Winna Efendi yang sejak pertama membaca aku langsung bisa
menikmatinya. Biasanya, aku pasti kurang sreg
sama bagian pembukanya, dan jatuh cinta di bagian intrik klimaksnya. Tapi, kali
ini beda.
"Keberuntungan
dan kebetulan adalah cara pandang manusia lemah yang mengharap keajaiban."
– hlm. 27
Penulis
memulai dengan penggambaran setting
yang sendu di bab pertama. Dan prolog yang puitis untuk pengenalan dua
tokohnya.
Novel
ini menggunakan POV ketiga, namun serasa POV pertama. Apa ini yang disebut POV
kedua? Aku tidak paham tentang ini. Yang jelas, saat cerita diambil dari sudut
pandang si perempuan, huruf tidak dicetak miring/italic. Sedangkan untuk cerita
yang diambil dari sudut pandang si pria, huruf di cetak miring.
Di
novel ini tidak menggunakan kalimat langsung dalam percakapannya. Semua
menggunakan kalimat tidak langsung. Hanya saja, bunyi percakapan itu
menggunakan format italic dan tidak, berkebalikan dengan format yang digunakan
pada sudut pandang penceritanya.
Karena
novel ini begitu lekat dengan wine, aku jadi tahu banyak tentang minuman
beralkohol yang satu ini. Ternyata, berbeda jenis, berbeda juga cara
penyimpanannya. Benar-benar rumit. Salut sama riset penulis tentang wine.
“Jangan
langsung diminum, nikmati saja aromanya. Kita bisa tahu banyak hal mengenai
sebotol anggur hanya dengan mencium baunya saja.”
– hlm. 8
Yang
jadi istimewa, sejak pertama, nama kedua tokoh disamarkan. Sehingga, hanya ada
si perempuan dan si pria. Karakter masing-masing pun tampak jelas meskipun
terkesan didominasi monolog.
Awalnya,
aku agak ragu dengan novel ini. Aku takut akan bosan. Ternyata, aku
menikmatinya. Interaksi antara kedua tokohnya sangat unik. Pembicaraan mereka
yang ringan sebenarnya menyiratkan banyak makna.
Kisah
masa lalu mereka sedikit demi sedikit mulai menjawab pertanyaanku tentang
kenapa si perempuan memilih untuk jadi bayangan di sudut Muse (nama kedai wine
tersebut) ? Lalu, kenapa si pria selalu tampak muram, lelah dan tidak
bersemangat?
Ternyata,
di novel yang tidak tebal ini menyimpan banyak misteri, dengan rasa roman yang
berbeda. Dan, aku menyukainya.
Untuk
ending, aku merasa belum puas meski
semua sudah tampak jelas. Tapi aku merasa semua belum usai. Masih ada misteri.
Ya, aku merasa hubungan mereka masih penuh dengan misteri.
Rating
untuk novel ini 3,5 dari 5 bintang.
No comments:
Post a Comment