Baginya,
nggak ada hidup yang paling menyedihkan selain hidupnya sendiri. Dia memang
gendut, memang kenapa? Dia dipaksa untuk diet, itu menyiksa! Dia selalu dihina
Cinderella gembrot kenapa mereka yang sewot, itu tubuh dia ‘kok! Dia ingin
orang di sekitarnya menerimanya apa adanya, bukan berusaha menghinanya dan
memaksa untuk berubah.
Dan
hidup Cinderella alias Cindy makin sengsara karena satu cowok bernama Romeo.
Cowok paling ganteng dan populer di sekolah, tapi neyebelinnya amit-amit,
apalagi kalau sama Cindy. Romeo sering mengganggunya, sampai Cindy stress dan
akhirnya Cindy gagal diet karena dia selalu melampiaskan kekesalannya pada
makanan.
“ROMEO!!!!”
teriak Cindy saat baru saja membuka kotak bekalnya. Dia sama sekali tak tahu
kalau cowok itu sudah memasukkan kecoa ke dalamnya.
Romeo
tertawa terpingkal-pingkal di depan pintu. “Itu terapi biar lo kurusan. Bilang
makasih, dong!” ucapnya dengan wajah puas karena berhasil membuat Cindy
megap-megap saking sebalnya.
Cindy
bangun dari duduknya dan menghampiri Romeo. “Lo tahu ‘kan, Tuhan nggak pernah
tidur?” Romeo mengernyit menengar kalimat Cindy. “Jadi, gue mau bilang sama
Tuhan, semoga lo punya cewek gendut kayak gue!”
Romeo
tampak terkejut, namun sekejap kemudian dia terbahak-bahak sambil memegang
perutnya. “Lo ngutuk gue?” tanyanya disela tawa yang masih berderai. “Emang
mempan?”
Cindy
meremas kedua tangannya, “Lihat saja!” jawabnya.
***
Cindy
masih meneruskan langkahnya ke belakang sekolah untuk menghindari Romeo.
Rasanya nggak aman menikmati makan siangnya di kelas. Cindy takut tiba-tiba
Romeo muncul di depannya dan merusak selera makannya seperti kemarin.
“Hai…siapa
di situ?” Cindy mulai mendekati pintu gudang. “Ada ‘kah orang di dalam?”
“To…tolong!”
Cindy
terperanjak mendengar suara lirih di balik pintu.
“To…tolong
gue! Apapun yang lo minta bakalan gue kabulkan kalau lo nolongin gue!” suara di
dalam terdengar terbata-bata namun cukup jelas. “Gue nggak bisa di ruangan
sempit, gue mengidap Claustrophobia. Please,
tolong gue!” Cindy seperti kenal suara itu.
“Tungguin
gue!” Cindy langsung lari ke ruang penjaga untuk mencari pertolongan. Dia nggak
ngerti kenapa cowok menyebalkan itu bisa terkurung di sana.
Sepuluh
menit kemudian, Pak Gunawan penjaga sekolah dan Cindy sudah kembali ke gudang
dan membukakan pintu untuk Romeo yang sudah pingsan. Dan mereka langsung
membawa Romeo ke UKS secepat yang mereka bisa.
***
Romeo
sudah kembali masuk sekolah setelah ijin sakit karena kejadian itu. Dan, satu
hal yang dia cari setelah sampai di sekolah adalah Cindy. Dia harus menemukan
cewek itu, mengucapkan terima kasih, dan menepati janjinya untuk mengabulkan
permintaannya.
Cindy
sedang sarapan dan ada di pojok kantin saat Romeo menemukannya.
“Morning!”
Romeo sudah duduk di depannya saat Cindy menyadarinya. “Enak ya?”
Cindy
menghentikan kegiatannya dan menatap Romeo curiga. “Apa?”
Romeo
berdehem, “Gue cuma mau bilang makasih dan mau tanya apa permintaan lo ke gue.”
“Ha?”
Cindy tampak bingung.
Romeo
menghela nafas dan menatap cewek di depannya. “Kemarin gue inget, gue bakalan
ngabulin apapun permintaan lo kalau lo nolong gue. Sekarang, gilirian gue
menepati janji. Lo minta apa?”
Cindy
melupakan sarapannya. “Aku minta apa?” Romeo mengangguk yakin. “Gue minta….”
Cindy teringat kutukannya untuk Romeo, dan dia langsung menjawab, “Gue mau lo
jadi pacar gue!”
Romeo
seperti tersengat strum ribuan volt, “Pacar lo?”
“Kalau
nggak mau, nggak papa!”
“Gue
mau!” jawab Romeo terpaksa.
***
Romeo
melakukan apa yang harus dia lakukan sebagai pacar Cindy. Mulai dari nemenin
Cindy jalan-jalan, makan siang di kantin, sampai nganter jemput ke sekolah. Dan
hari ini mereka sedang lunch di sebuah kafe.
Sebenarnya
beberapa hari ini Cindy merasa keterlaluan. Dia teringat kata-katanya sendiri,
Tuhan nggak tidur, dan Tuhan pasti tahu apa yang sudah dia lakukan.
“Romeo!”
Cindy membuat Romeo menoleh dari ponselnya.
“Apa?”
tanyanya.
“Kita
putus aja,” jawab Cindy pelan.
Romeo
mengerutkan alisnya dan menatap serius pacarnya. “Kenapa?”
“Masih
tanya kenapa?” tanya Cindy kesal. “Karena ini cuma main-main!”
“Gue
nggak pernah nganggep ini main-main!”
“Bohong!”
“Serius!”
“Kita
pacaran cuma karena lo nepatin janji lo sama gue.”
“Iya!
Dulu!” Senyum Romeo membuat Cindy membuang muka. “Tapi, gue udah kena kutukan
dari lo!”
Cindy
tertawa jengah, “Bullshit?!”
Romeo
menggeleng, “Nggak! Gue serius!” Dia mengangkat tangannya membentuk huruf V
dengan jarinya. “Gue beneran suka sama lo!”
“Tapi
lo, kan…” Cindy tak bisa berkata-kata karena jantungnya berdetak terlalu cepat.
“Gue
kenapa? Suka nyela lo? Iya memang! Itu sebelum gue ketagihan ngerasain asiknya
jalan sama lo. Lo beda sama cewek-cewek yang biasa jadi pacar gue. Lo special
edition.”
“Emang
gue barang apa?!” Cindy langsung manyun.
Tawa
Romeo mulai terdengar, “Sorry…sorry! Bukan gitu, intinya gue serius!
Terserah, deh lo percaya apa nggak!”
Cindy
masih menatap Romeo tak percaya, tapi dia menutup mulutnya. Dia memilih melihat
kenyataannya, dan Romeo memang tak bohong, mereka tetap menjadi sepasang
kekasih sekalipun badan Cindy tetap gendut, dan setiap kali mereka jalan,
mereka seperti angka 10. Romeo tetap cinta sama Cindy apa adanya.
Saya suka ceritanya. Ringan, sederhana, dan mengalir.
ReplyDeletehihi ceritanya lucu :)
ReplyDeleteSuka :)
ReplyDeleteBudhi, Tanti, Lia : Terima kasih sudah suka. Terima kasih juga sudah mau mampir :D
ReplyDelete