Kesempatan liburan kali
ini–setelah semester kemarin nggak ke mana-mana–kita memilih Pacitan untuk
menikmati liburan di tengah sibuknya aktivitas masing-masing.
Pacitan itu sebutannya memang
kota seribu satu gua. Tapi menurutku, Pacitan itu juga cocok kalau disebut
seribu satu pantai. Sebelas-dua belas-lah sama Gunung Kidul, Yogyakarta. Karena
itu, kita sempat galau mau memilih mengeskplor pantai-pantai Pacitan di timur
atau barat. Karena waktu tempuh dari Kota Pacitan sama-sama sekitar dua jam-an.
Jadi, nggak mungkin semua bisa selesai hanya dalam satu hari.
Karena beberapa pertimbangan,
sesi kali ini kita memilih pantai Pacitan di sisi Barat. Dan hasilnya
benar-benar nggak mengecewakan.
Kita berangkat dari Ngawi
sekitar jam setengah empat pagi, dan sampai di objek wisata pertama, yaitu
Pantai Banyu Tibo sekitar jam delapan-an.
Kalau mau ke pantai ini,
ikuti saja jalur ke Pantai Klayar. Karena Pantai Banyu Tibo berada di jalur
yang sama dengan Pantai Klayar. Sayangnya, karena pantai ini belum banyak
dikenal, petunjuknya pun hanya sebatas tulisan tangan yang tak terlalu
terlihat. Jalanannya juga hanya cukup untuk satu mobil. Retribusi masuknya saja
seiklasnya.
Kanan-kiri jalan menuju ke
sana dihiasi ladang dan kebun pohon kelapa. Kesannya kok biasa saja, kan? Tapi,
dibalik itu ada hamparan birunya air laut dan bunyi ombak bergulung-gulung.
Meskipun tempat ini
memang belum mendapat perhatian dari pemerintah, namun jangan khawatir, di sini
tersedia toilet dan warung-warung makan.
Yang menjadi bagian
istimewa dari pantai ini adalah terdapatnya air terjun yang airnya langsung
jatuh ke pantai. Kalau laut sedang pasang, airnya akan jatuh ke laut.
Belum lagi ombaknya yang
biru dan ada warna hijau jika dilihat dari atas karang di sisi kirinya, dan
bukit dari sisi kanannya.
Wilayah Banyu Tidak
terlalu luas. Namun, jika benar-benar mengesplornya, kamu akan mendapatkan foto
seperti sedang mengunjungi 3 pantai.
Tempat kedua yang kita
kunjungi adalah Pantai Buyutan. Medannya hampir mirip Banyu Tibo. Tempat ini
juga belum mendapatkan perhatian dari Pemerintah Pacitan, namun sudah dikelola
oleh Pemerintahan Desa. Di pantai ini, kita ditarik biaya masuk untuk dewasa
Rp. 3.000, anak-anak Rp. 1.000. Biaya parkir untuk motor Rp. 2.000 dan Mobil
Rp. 3.000.
Buyutan tersembunyi di
balik bukit. Keindahannya sudah bisa kita lihat dari tempat parkir. Tampak beberapa
buah karang di laut. Di sekitar karang-karang itu, warna air lautnya lebih hijau
dari pada warna air laut di bagian lain. Pasirnya pun putih bersih.
Di pantai ini, ada sebuah
karang yang punya bentuk karang seperti spin di ujungnya. Kita bisa melihatnya
jika kita berjalan menuju bagian pantai yang terdapat batu-batu besar. Dari
sana coba lihat bagian ujung karang itu, benar-benar seperti spin bukan?
Penduduk sekitar Pantai
Buyutan cerita, kita bisa menuju karang-karang di tengah laut itu saat jam 2
siang karena air laut mulai surut. Tapi, karena masih ada dua pantai lagi, kita
memutuskan untuk meninggalkan momen ini.
Oh, iya, kalau mau turun
ke pantai jangan lupa bawa air minum. Karena saat kita kembali naik ke atas,
cukup membutuhkan tenaga dan bikin cepat haus.
Pantai ketiga medan
jalannya lebih ekstrim. Lebih baik bawa motor kalau ke sini, karena mobil
mungil ala Jazz atau Yaris nggak akan bisa. Paling nggak mobil jenis SUV
seperti Fortuner atau Pajero masih bisa melaluinya.
Saat itu, kami bawa
Innova. Kesannya maksa banget buat melintasi medan untuk menuju ke Pantai
Karang Bolong. Memang bisa, tapi masih kurang 200an meter, Pak Sopirnya nyerah.
Akhirnya kita jalan kaki menuju Pantai Karang Bolong.
Pantai ini mirip banget
sama Pantai Ulu Watu di Bali. Kita hanya bisa menikmati air laut dari atas
bukit. Namun, pantai ini tak kalah keren dari yang lain.
Asal tahu saja, di sini
nggak ada apa-apa. Hanya ada ilalang dengan bunyi deburan ombak yang damai
sekali. Kalau hobi camping, kayaknya
asyik banget mendirikan tenda di sini sambil bakar ikan.
Pantai Karang Bolong bisa
dibilang berada satu lokasi dengan Pantai Klayar. Kalau mau ke sini, setelah
bertemu pos retribusi Pantai Klayar, kita langsung belok Kanan. Atau tanya saja
pada petugas tiket.
Kalau kita bawa mobil,
mereka pasti bilang, mobil nggak bisa masuk. Tapi, kalau orangnya nekatan,
pasti tetap pilih maju terus, kayak kami.
Oh, iya, masuk kawasan Klayar, tiket masuk satu orang Rp. 3.000. Lebih murah di sini dari pada di Buyutan.
Di Pantai Karang Bolong,
jika berjalan ke sisi kiri tebing, kita akan melihat ada tiga lubang dari
sebuah tebing yang menjorok ke laut. Itulah kenapa disebut Karang Bolong.
Dari sini, kita juga bisa
melihat Pantai Klayar. Wah, kelihatan ramai sekali di sana. Nggak kayak 3,5
tahun lalu saat kami pertama kali mengunjunginya.
Oke, setelah dari Karang
Bolong, kita menuju Pantai Klayar. Melihat mobil segitu banyaknya, bikin kita
pesimis untuk ke sana.
Sama seperti yang aku katakan
tadi, 3,5 tahun lalu kami sudah ke sana. Dan, kita benar-benar jatuh cinta
padanya. Sampai-sampai, kita memberikan title
pantai terindah yang pernah kita lihat. Sayang sekali, sekarang mau ke sana
saja, kita harus berjuang menuruni bukit. Nggak seperti dulu, mobil langsung
bisa masuk dan parkir di dekat pantai. Jadi, mending kalau ke sana pagi sekali
saja. Biar bisa dapat parkir dekat dengan pantai.
Sepanjang mata memandang,
banyak yang berubah dari tempat ini. Mulai dari banyak sekali warung-warung,
lalu pengunjung yang super banyak, sungai yang dulu langsung tersambung ke laut
juga sudah tak ada. Tempat kita memanjat tebing agar bisa melihat seruling laut
sekarang sudah dipasang tangga.
Tapi, kita tetap mencoba
menikmatinya. Meskipun kita nggak bisa menengok seruling laut dari dekat
seperti dulu. Kalau mau coba-coba melangkahkan kaki di karang yang
menyembunyikan seruling laut di belakangnya, penjaga pantai pasti langsung
memperingatkan dengan suara peluitnya.
Meskipun pantai ini ramai
sekali, kita tetap menemukan spot yang bagus banget, yang bisa melihat
keganasan ombak Pantai Klayar, sekaligus melihat gemricik air terjun dari
karangnya. Kalau seperti ini, Klayar
masih setampan dulu, meskipun tetap tak sama.
Di Klayar kita yang
kelaparan memutuskan membeli mie ayam di salah satu warung pinggir pantai.
Jangan tanya rasanya, ya? Erg… Tapi harganya cukup mahal kalau di tempat biasa,
namun kalau untuk di tempat wisata cukup murah. 1 porsi mie ayam Rp. 7.000 dan
1 es kelapa muda Rp. 6.000. Lumayan, dari pada kelaparan.
Saat ingin kembali ke
mobil, melihat tanjakannya kita sudah ngeri. Apalagi stamina mulai habis.
Akhirnya kita pilih naik ojek dengan biaya Rp. 5.000. Nggak apa-apalah dari
pada kaki gempor.
Berita gembira buat yang
ingin ke sana naik mobil. Jalan menuju Pantai Klayar mulai diperlebar. Meskipun
pembangunan jalannya belum selesai. Keadaan ini jelas mempermudah sekali. Beda
banget saat pertama kali kami ke sana. Jalan menuju Klayar hanya cukup untuk
satu mobil walaupun jalanannya sudah di aspal.
Kalau di tanya pantai
mana yang menurutku paling mempesona untuk kunjungan kali ini, aku paling suka
Buyutan. Yang kedua Klayar masih tetap punya daya tarik.
Kita masih belum puas
mengeksplor Pacitan, karena masih ada sisi timur yang pantainya tak kalah
keren. Kapan, ya bisa ke sana lagi? Kapan, guys?!
Terakhir, ini, nih moment manis liburan kita.
top markotop :D
ReplyDeleteAaaakkk baguuss mba.. Keren
ReplyDeleteIni emng bagus tempatnya, pinter yg foto nya, apa dua duanya?? Hehehe
waah, ngiri banget mbk. pantainya msh belum kotor dan msh sepi, blm trjamah bnyak orang :))
ReplyDeleteWIH! Keren banget view nya AAAAAAAAAAAAK :")
ReplyDeleteHai! kamu dapat Liebster award dari aku! check ya http://hiddentulips.wordpress.com/2014/08/03/liebster-award/ thanks :3
ReplyDeleteMarlin : Dua-duanya, Nda. Tempatny keren, yang foto oke. Tuh, fotografernya komen di atasmu :D
ReplyDeleteLucky : Rekom banget buat pecinta traveling ;D
Mita : Hahahaha
aku besok mau ke klayaar, kebetulan banget nih kamu udah ngereview :D
ReplyDeleteBTW, klayar ke Buyutan berapa lama yaa?
Wah...asik, dong!!! Deket, kok, G sampai 45 menit. Itu searah. Buyutan tulisannya kecil.
ReplyDeletePacitan Timur menunggu kalian semua
ReplyDeleteVigo : Kasih rekom pantai yang keren dong :D
ReplyDelete