Penulis :
Moemoe Rizal
Penerbit :
GagasMedia
Tahun
Terbit : 2013
Halaman :
viii + 436
ISBN :
970-780-629-4
Harga : Rp. 57.000
Tak ada rasa benci yang
mutlak di dunia ini, kecuali bagi mereka yang memang di takdirkan tak punya
hati. Benci itu hampir sama dengan debu-debu yang menutupi permukaan buku.
Namun, suatu saat selalu ada tangan yang menyingkap debu itu dan memperlihatkan
kenyataan apa yang disimpannya.
Sama seperti hati
manusia, kebencian menjadi debu yang menutupinya. Namun, dengan tangan Tuhan
debu akan disingkap suatu hari nanti. Hati yang membenci itu akan kembali
memperlihatkan apa yang disimpannya, entah sebuah kasih sayang yang mendalam
pada sesuatu yang dibencinya, atau sebuah cinta berlebihan yang membuat rasa
benci menguasainya.
Sama hal dengan Edvan.
Laki-laki yang meninggalkan ibu dan adik laki-lakinya sepuluh tahun yang lalu.
Dia berkeras untuk menjadi sukses tanpa kehadiran mereka. Namun, diam-diam dia
merasakan rindu, rasa rindu yang dia kubur dalam-dalam dan dia biarkan
terlupakan samar-samar.
Lalu kabar itu datang,
kabar kematian sang ibu memaksanya pulang. Dan itulah saat pertama kali Tuhan
menghapus sedikit debu kebenciannya. Namun, kematian ibunya buka satu-satunya
hal yang mengejutkan. Ada satu lagi, ini tentang Advin, dia bukan lagi adik
yang dia kenal dulu. Dia sekarang terkurung di tubuh seorang wanita anggun yang
sangat mirip dengan ibunya. Edvan jelas tak bisa menerima ini, dan Advin tak
akan memaksa kakaknya menerima dirinya. Sejak dulu dia tahu, kakaknya memang
tak pernah mau menerima dirinya yang seperti perempuan. Tapi karena ibunya, Advin
akhirnya menuruti hatinya, menjadi diri sendiri, menjadi wanita.
“Soal aku jadi
perempuan?” Edvin tergelak kecil. “justru ibu yang menyarankanku jadi begini.
Kata ibu, aku harus jadi diri sendiri─” hal. 48
Dan dari sana semua
dimulai, sebuah perjalanan panjang Edvan menemukan tujuh jurnal warisan ibunya.
Edvan dapat menemukan clue pertama
pada jurnal yang diberikan Advin, dan saat dia menemukan jurnal berikutnya,
berarti dia sudah mendapat clue untuk
jurnal selanjutnya, dan begitu seterusnya sampa semua terkumpul.
Salah Satu Tampilan Jurnal di Novel Bangkok |
Lalu dari jurnal inilah
dia bertemu Charm, si guide yang
mengguncang hatinya dengan cinta. Lalu Max yang menganggapnya kakak laki-lakinya,
juga mereka yang Edvan temui saat mencari jurnal-jurnal itu. Mereka yang selalu
meninggalkan kesan mendalam dalam hidup Edvan, membuat Edvan merasa warisan ibu
bukan jurnal itu, namun semua pengalaman dan nilai-nilai yang dia temukan saat
pencarian.
Novel karya Moemoe
Rizal ini adalah novel yang wajib dibaca, karena kamu akan menemukan banyak hal
yang jarang ditemukan di novel lainnya. Seperti diangkatnya problem transgender, yang untuk sebagian
kalangan mereka diasumsikan negatif. Dan, di sini kamu akan menemukan bahwa
mereka juga bisa menjadi orang-orang yang berguna, bahkan mungkin lebih berguna
dari orang-orang yang “normal” sekalipun. Syaratnya mereka harus menjadi diri
sendiri.
“… Makin lama
semua orang bisa menerimanya. Karena apa, Sayang? Karena ketika aku menjadi
diri sendiri, aku bisa menjadi orang yang berguna.”
─Waria di Wang Lang Market─ Hal. 128
Tokoh-tokohnya pun
hidup dengan cara yang mengispirasi, seperti Tokoh Khun Niran yang bersedia
menabung uangnya dalam tabungan ayam selama bertahun-tahun. Tujuannya untuk
bisa pergi ke Indonesia dan bertemu Artika, ibu Edvan. Juga kisah Chang yang
memiliki penyakit, namun dia tetap bahagia dengan hidupnya. Lalu kakak beradik
Kanok dan Monyakul yang mengajarkan Edvan tentang “family help family,” walaupun saudaranya itu waria. Oh iya, juga
ada seorang ibu yang menerima anaknya yang waria, bahkan dia mendukungnya
walaupun anaknya adalah penari striperr.
“…. Buatku waria
seperti anakku, jauh lebih baik dibanding laki-laki jantan yang berdosa
terhadap ibunya sendiri. Harusnya manusia dinilai dari apa yang dia lakukan
pada orang lain, bukan pada dirinya sendiri semata.”
─Seorang Ibu─ Hal 297
Jangan lupakan satu
tokoh lagi, tokoh yang memang tidak bergerak nyata menceritakan dirinya
sendiri, namun dia hadir dalam kisahnya di Jurnal dan dari mereka yang telah
berjumpa dengannya, Artika. Dia adalah wanita yang berbeda, yang memiliki sudut
pandang dan pemikiran yang membuat siapapun tersenyum karenanya, lalu jatuh
cinta dan tak akan pernah bisa melupakannya.
Lalu Advin, entah
kenapa aku suka dengan karakternya. Dia mencerminkan seorang transgender yang nggak lebay kayak mereka yang sering kutemui
di dunia nyataku. Bisa dibilang, Advina ini adalah contoh transgender kelas atas yang tahu menempatkan diri agar terlihat
terhormat, lebih terhormat dari wanita original.
Sedangkan Max, dia
termasuk si penyegar suasana. Ulahnyalah yang kadang membuatku tertawa. Dia ini
cowok lugu yang baik dan penuh kasih sayang. Sama seperti si Stevan, makhluk
setia kawan yang omongannya kayak calon penghuni neraka. Lupakan itu, karena
Stevanlah yang selama hampir sepuluh tahun mengingatkan Edvan tentang ibunya.
Salah satu Sketsa di Novel Bangkok |
Itu semua baru tokoh
pendampingnya, lalu bagaimana dengan para tokoh utamanya? Jelas tak kalah
menarik. Seperti Charm yang begitu kuat menanggung sakitnya, dia tetap gigih
menjalankan hidupnya, bekerja banting tulang untuk biaya pengobatannya, namun
tetap menyempatkan diri menjadi pekerja sosial. Sayangnya, dia selalu
menghindar dari Edvan yang tergila-gila padanya.
Sekarang, Edvan. Yap,
benar! Dia adalah si narsis, si King Julian. Dia juga keras kepala, pekerja
keras, seorang yang punya target dalam hidupnya, dan enggan menjadi nomor dua.
Tapi, dia adalah seorang penyayang yang punya cara sendiri untuk menyayangi.
Kayaknya Edvan ini agak-agak mirip si penulisnya, ya?! *Ups
Kalau ngomongin tentang
pilihan kata, ya cukup mudah diterima sama otakku, lah! Tapi, pas di awal
cerita, saat interaksi Edvan dan Stevan yang menggunakan berbagai jenis pilihan
kata yang bikin aku mengulang tiga kali baru “ngeh” sama yang dimaksud.
Detail settingnya juga sempurna, kayak
penulisnya pernah ke Bangkok aja, padahal berdasarkan beberapa sumber, si abang
ini belum pernah ke sana sama sekali. Wao…hebat! Gimana cara risetnya ya?
Adegan yang aku suka di
novel ini adalah adegan-adegan saat Advin bertemu Edvan. Walaupun Edvan
ngomongnya benci sama Advin, sebenarnya Edvan menyayangi Advin, jadi rasa yang
ingin disampaikan benar-benar terbangun nyata. Aku juga suka kekonyolan Advin
di pesawat saat flirty sama
pramugara, dan saat Edvan gantian yang flirty
sama pramugari bernama Laila. Tapi, entah kenapa cara flirty’nya berkelas Advin ya?
Kalau adegan yang
menyentuh dan bikin ‘nyes’? Banyak!
Salah satunya saat Khun Niran bercerita tentang ibu Edvan, dan yang benar-benar
hampir saja bikin aku nangis itu di halaman 399, ini bagian saat Advin cerita
kebiasaan ibunya mendoakan kakaknya sekalipun kakaknya tak peduli pada mereka.
Aku juga mau komentar
masalah notefoot’nya. Awalnya, aku merasa
terganggu sama notefoot yang kayaknya
nggak perlu dijadikan notefoot. Tapi,
ternyata aku salah. Inilah salah satu keistimewaannya. Notefoot disii bukan cuma untuk menjelaskan arti, tapi juga
menjelaskan beberapa adegan yang terjadi dalam cerita, dan notefoot itu bukan sembarang copi-paste
dari google, notefoot langsung
dijelaskan oleh Edvan sendiri yang berperan sebagai pencerita, alias novel ini
bersudut pandang orang pertama.
Kalau ngomongin yang
nyebelin. Di novel ini banyak kalimat berbahasa Thai, tapi, sebagian besar
nggak dijelasin artinya di notefoot.
Apa penulis berfikir, jika Edvan nggak tahu artinya pembaca juga nggak perlu
tahu artinya? Erg!
Oke…oke…oke… Stop!
Sebanarnya masih banyak
dari detail novel ini yang ingin aku paparkan. Tapi, nanti kebanyakan, bikin yang
mau baca ogah! So, biar kalian tahu nikmatnya mengunyah novel ini segera beli
dan dibaca. Nggak akan nyesel deh beli novel ini, serius! Tapi, nanti bacanya
pelan-pelan saja, resapi setiap nilainya biar kamu dapat semua ilmunya.
Untuk nilainya aku
kasih 4,7 dari 5 bintang. Tapi, nanti di Goodreads aku kasih 5 deh.
Maaf-maaf, satu lagi!
Novel ini salah satu novel kesayanganku. Kenapa? Karena novel ini bersignature asli penulisnya. Ya walaupun
yang dapat adikku si @mandandaaa. Tetap aku ngerasanya ini milikku. Boleh dong?
:D
No comments:
Post a Comment