Penulis :
Nina Ardianti & Moemoe Rizal
Penerbit
: GagasMedia
Tahun
Terbit : 2012
Halaman
: viii + 360 hlm
Harga :
Rp. 53.000
ISBN :
979-780-555-7
“Jika Tuhan memang menjadikan kita jodoh, maka ke ujung duniapun aku pergi,
akhirnya aku akan bertemu lagi denganmu, dan aku akan selamanya bersamamu.”
Sepertinya ungkapanku ini sangat
cocok jika disandingkan dengan novel bersampul biru dengan aksen awan yang
memikat, seperti mengajak kita terbang saja. Sebuah novel tentang dua orang
yang sedang mencari cinta. Namun, mereka adalah dua orang yang sangat berbeda,
satu mencari cinta yang sempurna dengan banyak checklist yang harus terpenuhi,
“….aku sedang mecari cewek yang sesuai dengan checklist
yang kubuat. Aku membuat daftar khusus hal-hal apa saja yang mesti
dipenuhi seorang cewek untuk menjadi pacarku. Dan kalau dia nggak memenuhi standar cheklist ini, no future for us then.” –
Adrian – hal 193.
dan satunya mencari cinta tanpa
kriteria, apa adanya, hanya perlu menerima kekurangannya, itu saja.
“…., aku selalu bilang
kalau aku nggak mencari Mr. Righ,
cukup Mr. Right-now. Toh, along
the way, ia akan bisa menjadi Mr.
Right dengan sendirinya….” – Edyta –
hal. 19.
Suatu hari, mereka pergi ke
sebuah restauran yang sama, dan memilih meja yang sama, namun mereka tidak
sedang ingin bersama dan jelas bukan sesuatu yang memang disengaja untuk
dilakukan bersama.
Kenangan dari sebuah
restauranlah yang membuat Adrian memilih dinner
sendiri di Candra Kirana. Sedangkan Edyta, dia terlalu jengkel dengan kesialannnya
hari ini, mulai dari bad hair, si
cowok bland datenya tidak datang,
hujan, dan jalanan yang macet memaksanya untuk mampir ke tempat yang sama
dengan Adrian. Dan, ternyata di tempat itu terlalu penuh. Sampai-sampai mereka
dipaksa membuat waiting list.
Bagi Adrian itu bukan masalah, asal
dia bisa makan di tempat yang sudah direncanakannya, di meja yang sama yang
terakhir dia tempati bersama ibunya, dan pastinya, dia bisa mengenang sang ibu.
Namun, bagi Edyta tidak, dia ingin segera menghambur di sebuah kursi dan
memesan makanan, lalu melenyapkan kekesalannya dengan mengenyangkan perutnya.
Lalu, kejadian itu terjadi, Edyta
dengan over confident duduk di kursi
di depan Adrian, dan dengan ngeyelnya dia mengaku, dia yang lebih dulu memesan
meja itu. Dan, kisah mereka di mulai.
Bukan kisah yang manis, tapi sebuah teka-teki untuk mencari
satu sama lain di antara setumpuk kisah yang terus mereka rangkai. Sebuah
pencarian yang sebenarnya mereka sendiri tidak yakin kenapa mereka mencari dan
apakah mereka akan bertemu dengan yang mereka cari. Tapi, hidup siapa yang
tahu. Selalu ada hal manis di ujung cerita, bukan?
Fly to The Sky, sebuah novel duet penulis kenamaan
Nina Ardianti, dan Moemoe Rizal yang membuatku ketagihan untuk trus membacanya.
Membuatku harus berjuang hanya untuk berhenti membaca, namun lagi-lagi aku
menyerah dan terus membacanya.
Sebuah tema manis yang cukup menyentil hati, cinta tidak mencari kesempurnaan, tapi cinta
menjadikan kita sempurna, itulah yang diangkat oleh dua novelis ini. Jelas
jika melihat temanya, kita bisa belajar banyak bagaimana cara menemukan pasangan
hidup, bukan memenuhi ego kita untuk mencari kesempurnaan dari pasangan kita. Karena,
asal tahu saja, kesempurnaan itu berarti selesai, tamat.
“Sempurna
adalah Sylvester makan Tweety. Begitu Sylvester berhasil nyantap si burung
kuning itu, maka perjuangan selesai, dan usahanya itu berakhir sempurna…. Saat
usahanya berakhir sempurna, serial Tweety-nya tamat. Betul bukan?” – Captain Alan – hal. 329.
“Kamu, dan siapa pun itu calon istri kamu, adalah
sepasang puzzle. Untuk bersatu, kalian harus saling melengkapi… satu orang
punya lekukan, satu orang punya tonjolan. Kalian nggak boleh memiliki bentul
puzzle yang sama, karena nanti nggak akan pernah bisa bersatu.” –Captain Alan- hal 331
Dan, agar dunia bisa saling melengkapi, Tuhan menciptakan
orang-orang seperti Edyta si Miss Maker,
dan Adrian the cleaner. Dua karakter
berbeda yang membuat novel ini menemukan pesonanya. Bagaimana tidak? Kita
disuguhi berbagai kekonyolan dari ulah Edyta yang berakhir musibah untuk orang-orang
di dekatnya, karena Edyta selalu membutuhkan orang lain untuk menyelesaikan
masalah-masalahnya. Berbeda dengan Adrian yang perfeksionis, dan super
terkontrol dalam berbagai situasi dan kondisi.
Novel ini semakin tak bisa ditinggalkan karena para
penulisnya bercerita dengan cara masing-masing, namun sama-sama menggunakan
pilihan kata yang enak, jalan cerita yang tidak membuat bosan,
karakter-karakter yang memikat (apalagi karakter Ilham, Kakak kedua Edyta yang
bikin meleleh), dan cara bercerita yang begitu luwes.
Namun, jika boleh membandingkan, aku lebih suka cerita dari
sudut pandang Edyta. Karena kekonyolannya ‘lah yang membuat aku tertawa. Semangat
Edyta yang tak pernah terpuruk dengan berbagai akhir cintanya pun membuat aku
simpati padanya. Tak semua bisa menjadi seorang Edyta. Dia tetap tegar walaupun
di tinggal mati kekasihnya karena kecelakaan pesawat, dan berbagai akhir cinta
yang menyedihkan lainnya.
“Kalau kamu nggak bisa tertawa berulang-ulang untuk
hal yang sama, lalu kenapa kamu terus menangis berulang-ulang untuk masalah yang
sama?” – Bayu,
mantan kekasih Edyta – hal. 62
Sebenarnya, sudut pandang Adrian juga memikat. Kita bisa
belajar banyak tentang sisi lain dibalik penerbangan sebuah pesawat, seperti
apa kehidupan seorang pilot, tahu beberapa istilah penerbangan, sampai sedikit
bocoran tentang issue yang sering terjadi di kalangan pramugari.
Namun, bagiku Adrian lebih terkesan keren saat diceritakan di
bagian sudut pandang Edyta. Saat Adrian bercerita tentang dirinya sendiri, aku
menangkap kesan narsis, bukan kesan kalem seperti kata Edyta. Dia juga terlihat
perfeksionis yang berlebihan, namun dia tipe lelaki asik, bukan pendiam seperti
penilaian awalku, dia juga manis dalam persahabatan dan percintaan. Intinya, Adrian
itu tipe pria sempurna untuk dijadikan pasangan hidup.
Novel ini juga mengajarkan arti sebuah keluarga, tentang keluarga
Edyta pastinya. Sebuah keluarga yang sangat menyenangkan, menurutku.
Sepertinya,tinggal bersama mereka hidupku akan berwarna dan tak pernah sepi.
Perhatian-perhatiannya memang berlebihan, dan mendekati ekstrim, namun Edyta
menyayangi mereka dan mereka adalah hal paling berharga untuknya.
Terakhir, aku memberikan 4 bintang dari 5. Dan, aku
merekomendasikan dengan sangat pada semua booklovers,
terutama penggila romance, wajib baca buku ini. Karena buku ini terlalu awesome
untuk ditinggalkan.
No comments:
Post a Comment