Friday, July 26, 2013

Resensi - Fly to The Sky "Jodoh tak akan kemana"

Penerbit : GagasMedia
Tahun Terbit : 2012
Halaman : viii + 360 hlm
Harga : Rp. 53.000
ISBN : 979-780-555-7

“Jika Tuhan memang menjadikan kita jodoh, maka ke ujung duniapun aku pergi, akhirnya aku akan bertemu lagi denganmu, dan aku akan selamanya bersamamu.”
Sepertinya ungkapanku ini sangat cocok jika disandingkan dengan novel bersampul biru dengan aksen awan yang memikat, seperti mengajak kita terbang saja. Sebuah novel tentang dua orang yang sedang mencari cinta. Namun, mereka adalah dua orang yang sangat berbeda, satu mencari cinta yang sempurna dengan banyak checklist yang harus terpenuhi,
“….aku  sedang mecari cewek yang sesuai dengan checklist yang kubuat. Aku membuat daftar khusus  hal-hal  apa saja  yang  mesti dipenuhi  seorang cewek  untuk menjadi pacarku. Dan kalau dia nggak  memenuhi  standar  cheklist ini,  no future for us  then.”   – Adrian – hal 193.

dan satunya mencari cinta tanpa kriteria, apa adanya, hanya perlu menerima kekurangannya, itu saja.
“…., aku selalu bilang kalau aku nggak mencari Mr. Righ, cukup Mr. Right-now. Toh, along the way, ia akan bisa menjadi Mr. Right dengan sendirinya….” – Edyta – hal. 19.

Suatu hari, mereka pergi ke sebuah restauran yang sama, dan memilih meja yang sama, namun mereka tidak sedang ingin bersama dan jelas bukan sesuatu yang memang disengaja untuk dilakukan bersama.
Kenangan dari sebuah restauranlah yang membuat Adrian memilih dinner sendiri di Candra Kirana. Sedangkan Edyta, dia terlalu jengkel dengan kesialannnya hari ini, mulai dari bad hair, si cowok bland datenya tidak datang, hujan, dan jalanan yang macet memaksanya untuk mampir ke tempat yang sama dengan Adrian. Dan, ternyata di tempat itu terlalu penuh. Sampai-sampai mereka dipaksa membuat waiting list.
Bagi Adrian itu bukan masalah, asal dia bisa makan di tempat yang sudah direncanakannya, di meja yang sama yang terakhir dia tempati bersama ibunya, dan pastinya, dia bisa mengenang sang ibu. Namun, bagi Edyta tidak, dia ingin segera menghambur di sebuah kursi dan memesan makanan, lalu melenyapkan kekesalannya dengan mengenyangkan perutnya.
Lalu, kejadian itu terjadi, Edyta dengan over confident duduk di kursi di depan Adrian, dan dengan ngeyelnya dia mengaku, dia yang lebih dulu memesan meja itu. Dan, kisah mereka di mulai.
Bukan kisah yang manis, tapi sebuah teka-teki untuk mencari satu sama lain di antara setumpuk kisah yang terus mereka rangkai. Sebuah pencarian yang sebenarnya mereka sendiri tidak yakin kenapa mereka mencari dan apakah mereka akan bertemu dengan yang mereka cari. Tapi, hidup siapa yang tahu. Selalu ada hal manis di ujung cerita, bukan?
Fly to The Sky, sebuah novel duet penulis kenamaan Nina Ardianti, dan Moemoe Rizal yang membuatku ketagihan untuk trus membacanya. Membuatku harus berjuang hanya untuk berhenti membaca, namun lagi-lagi aku menyerah dan terus membacanya.
Sebuah tema manis yang cukup menyentil hati, cinta tidak mencari kesempurnaan, tapi cinta menjadikan kita sempurna, itulah yang diangkat oleh dua novelis ini. Jelas jika melihat temanya, kita bisa belajar banyak bagaimana cara menemukan pasangan hidup, bukan memenuhi ego kita untuk mencari kesempurnaan dari pasangan kita. Karena, asal tahu saja, kesempurnaan itu berarti selesai, tamat.
 “Sempurna adalah Sylvester makan Tweety. Begitu Sylvester berhasil nyantap si burung kuning itu, maka perjuangan selesai, dan usahanya itu berakhir sempurna…. Saat usahanya berakhir sempurna, serial Tweety-nya tamat. Betul bukan?” – Captain Alan – hal. 329.

“Kamu, dan siapa pun itu calon istri kamu, adalah sepasang puzzle. Untuk bersatu, kalian harus saling melengkapi… satu orang punya lekukan, satu orang punya tonjolan. Kalian nggak boleh memiliki bentul puzzle yang sama, karena nanti nggak akan pernah bisa bersatu.” –Captain Alan- hal 331

Dan, agar dunia bisa saling melengkapi, Tuhan menciptakan orang-orang seperti Edyta si Miss Maker, dan Adrian the cleaner. Dua karakter berbeda yang membuat novel ini menemukan pesonanya. Bagaimana tidak? Kita disuguhi berbagai kekonyolan dari ulah Edyta yang berakhir musibah untuk orang-orang di dekatnya, karena Edyta selalu membutuhkan orang lain untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. Berbeda dengan Adrian yang perfeksionis, dan super terkontrol dalam berbagai situasi dan kondisi.
Novel ini semakin tak bisa ditinggalkan karena para penulisnya bercerita dengan cara masing-masing, namun sama-sama menggunakan pilihan kata yang enak, jalan cerita yang tidak membuat bosan, karakter-karakter yang memikat (apalagi karakter Ilham, Kakak kedua Edyta yang bikin meleleh), dan cara bercerita yang begitu luwes.
Namun, jika boleh membandingkan, aku lebih suka cerita dari sudut pandang Edyta. Karena kekonyolannya ‘lah yang membuat aku tertawa. Semangat Edyta yang tak pernah terpuruk dengan berbagai akhir cintanya pun membuat aku simpati padanya. Tak semua bisa menjadi seorang Edyta. Dia tetap tegar walaupun di tinggal mati kekasihnya karena kecelakaan pesawat, dan berbagai akhir cinta yang menyedihkan lainnya.
“Kalau kamu nggak bisa tertawa berulang-ulang untuk hal yang sama, lalu kenapa kamu terus menangis berulang-ulang untuk masalah yang sama?” – Bayu, mantan kekasih Edyta – hal. 62

Sebenarnya, sudut pandang Adrian juga memikat. Kita bisa belajar banyak tentang sisi lain dibalik penerbangan sebuah pesawat, seperti apa kehidupan seorang pilot, tahu beberapa istilah penerbangan, sampai sedikit bocoran tentang issue yang sering terjadi di kalangan pramugari.
Namun, bagiku Adrian lebih terkesan keren saat diceritakan di bagian sudut pandang Edyta. Saat Adrian bercerita tentang dirinya sendiri, aku menangkap kesan narsis, bukan kesan kalem seperti kata Edyta. Dia juga terlihat perfeksionis yang berlebihan, namun dia tipe lelaki asik, bukan pendiam seperti penilaian awalku, dia juga manis dalam persahabatan dan percintaan. Intinya, Adrian itu tipe pria sempurna untuk dijadikan pasangan hidup.
Novel ini juga mengajarkan arti sebuah keluarga, tentang keluarga Edyta pastinya. Sebuah keluarga yang sangat menyenangkan, menurutku. Sepertinya,tinggal bersama mereka hidupku akan berwarna dan tak pernah sepi. Perhatian-perhatiannya memang berlebihan, dan mendekati ekstrim, namun Edyta menyayangi mereka dan mereka adalah hal paling berharga untuknya.
Terakhir, aku memberikan 4 bintang dari 5. Dan, aku merekomendasikan dengan sangat pada semua booklovers, terutama penggila romance, wajib baca buku ini. Karena buku ini terlalu awesome untuk ditinggalkan.

No comments:

Post a Comment

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos