Sunday, March 9, 2014

Flash Fiction - DRAMA BIG QUEEN


“Oh, susah banget, sih nih!” keluhku saat menarik bagian pinggang dress panjangku agar terlihat sedikit rapi. Tapi, kayaknya agak sia-sia karena sepertinya berat badanku naik sekilo lagi, dan…yah, dress ini terlihat sangat ketat di badanku.
Oke, ini lebih baik, batinku sebelum berjalan ke arah pintu ballroom tempat diadakannya acara ulang tahun Pak Gunadi, salah seorang pemegang saham terbesar di perusahaanku.
Pintu di buka. Wao…ternyata pesta ini cukup meriah juga. Dan, sepertinya aku termasuk orang yang telat datang.
Aku masih berdiri di ambang pintu, mengamati adakah orang yang bisa menjadi tujuanku berjalan sekarang? Ada, di sisi sayap kiri gedung terdapat segerombolan cewek dari devisiku. Yey…aku tersenyum dan langsung melangkah pasti.
“Hai, guys!”
Sapaanku membuat mereka semua menghentikan percakapannya dan memilih menyambutku dengan hangat.
“Lo, kemana aja, sih neng!” Gina menyapaku dan langsung mencium pipiku. Bau parfum Chanel nomor 5 menyeruak di hidungku.
“Masih ganti baju. Lumayan ribet pakek gaun beginian.” Jawabku dengan senyum simpul.
“Nay-Nay, makanya diet, dong biar kurusan!” selalu saran yang sama. Bosan!
“Iya, Ney. Tahu diet alasiapa itu yang pesulap itu?” tanya Kesya ke arah Nindi yang berdiri di sampingnya.
“Deddy Coubuzer.” Jawab Nindi singkat.
“Nah, itu!” lanjut Kesya. “Si Caca anak devisi marketing tahu ‘kan? Yang dulu agak gendutan itu sekarang kurus, lho. Katanya dia turun 5 kilo.”
“Serius?” beberapa cewek di kanan kiriku mulai terpancing.
“Iya, dia cerita sendiri, kok sama aku! Kamu coba aja deh, Ney!” Keysa mencubit lenganku gemes. “Kalau kurusan dikit, pasti kamu tambah cantik.” Lagi, si Kesya mencoba membuatku menuruti sarannya.
Aku hanya bisa tersenyum sok tulus dan mengangguk. Aslinya, nyesek juga jadi bahan pembicaraan, apalagi bukan sesuatu yang patut dibanggakan dariku yang mereka angkat, tapi karena berat badanku.
Memang kenapa, sih sama cewek gendut? Aku yang jalani ngerasa baik-baik aja, kok! Yah, tapi meski kadang tetep ada masa-masa dimana aku ngerasa nggak nyaman juga, kayak malam ini.
Sebenarnya, aku udah usaha buat kurusan. Contohnya, beberapa kali aku ikut senam untuk menurunkan berat badan, nggak ngaruh juga tuh! Trus minum jamu dan obat pelangsing, yang ada aku malah diare. Trus gimana, dong? Nggak usah makan? Mati dong!
“Ney, ada pelangsing herbal, kamu minat?”
Suara cowok dari arah belakangku membuatku langsung berpaling padanya. Evan, arg…dia pasti mau nyela. Kenapa sih manusia nyebelin ini bisa tiba-tiba menclok digerombolanku?
Kutatap dia dengan pandangan sebal, “Kamu pernah dilempar sepatu hak 12 centi?” tanyaku ketus.
“Kenapa? Nggak percaya? Banyak kok yang udah coba dan berhasil kurus. Mungkin, kamu emang butuh obat itu juga!” bukannya tutup mulut dan menjauh dariku, Evan memilih tak menanggapi ancamanku dan meneruskan leluconnya yang nggak lucu.
“Aku nggak mempertanyakan pertanyaan bodohmu, Van!” jawabku semakin ketus.
Dia malah tertawa terbahak, beberapa teman cewekku yang masih ada di sekitarku tampak menaikan alisnya.
“Atau mungkin kamu udah nggak ngerasa – “dia mengembungkan pipinya, mengejek pipiku yang “oke” emang tembem…banget!
“Menurutmu?” tanyaku balik.
“Menurutku makin…” dia mengembungkan pipinya lagi dan menangkupkan kedua telapak tangannya ke pipinya, seperi memberikan penekanan kalau aku itu tembem banget.
Kuputar bola mataku dengan super kesel.
Dia melangkah mendekatiku, “Trus kalau kenyataannya kayak gitu, kenapa kamu marah?” bisiknya.
Sekelebat, desah nafas Evan yang menyentuh daun telingaku membuat aku reflek menjauhinya.
“Aku nggak marah!” jawabku sedikit terlalu terburu-buru.
“Kalau nggak marah, berarti kamu lebih suka gendut!” ini bukan pertanyaan. Ini sebuah opini yang asal nyablak khas si Evan.
Oke, kali ini aku merasa sudah masuk ke dalam perangkapnya.
Aku mendengar beberapa orang di belakangku tertawa. Kucoba melirik ke sekitarku, ternyata kami sedikit menarik perhatian beberapa orang, dan mereka malah menonton perdebatan kami. Oh, God! Suatu saat aku bakalan membunuh kamu, Evan!
Kufokuskan lagi mataku ke arah pria di depanku. Sekarang, dia sedang tersenyum menang.
“Aku sudah berusaha sabar, ya Evan!” Kucoba memperingatkannya. “Tapi, kamu itu dikasih hati malah minta jantung!”
“Lho, emang kenyataannya kayak gimana, sih? Kamu lebih suka gendut atau ideal?” tanyanya lagi tanpa rasa bersalah. Sepertinya, dia malah menikmati sekali penderitaan jiwa ragaku. Sial!
Aku tersenyum, lebih tepatnya memaksakan tersenyum. “Proyek kamu yang sama perusahaan Singapura itu gimana perkembangannya?” kualihkan topik pembicaraan kami. Semoga berhasil, karena aku makin nggak tahan dengan serangannya.
“Pertanyaanku belum kamu jawab, Neyna!” dia terkekeh rendah.
Aku terpejam, lagi-lagi berusaha bersabar. “Pertanyaan yang mana?” tanyaku sok lupa.
“Kamu lebih suka, A. Gendut, B. Ideal.”
“C!” jawabku ngawur. Dan itu memancingnya untuk ketawa makin kencang, diikuti beberapa orang yang menyaksikan duel kami.
“Adakah keinginan untuk ideal? A. ada, B. Tidak.”
“Ah, di depan kantor ada yang buka restoran soto kuali. Kita wajib coba, deh kayaknya!” Aku tersenyum ke arahnya.
“Kamu mau kualinya?” pertanyaan bodoh lagi darinya.
“Trus aku lempar ke mukamu?” Kulampiaskan kemarahanku untuk terakhir kali. Lalu, aku bergerak meninggalkannya.
Dia tertawa terbahak-bahak. Erg, nggak rela rasanya melihat dia menang begitu.
Oke, cukup sampai di sini aku tetap bertahan di pesta yang sebenarnya bakalan asik, tapi ternyata kayak neraka gara-gara si Evan gila.
Damn it, Evan!

***
Terinspirasi dari salah satu percakapan

Di Aplikasi Whatsapp antar anggota

Group Gank Bodhoeh

10 comments:

  1. haaahahahaha.... :D

    ReplyDelete
  2. Ahhh.... Panjul alias si Fanfun alias si Evan....hahaha....

    ReplyDelete
  3. bagus tuch
    bisa jadi referensi

    ReplyDelete
  4. Fanfun : Aku butuh inspirasi darimu

    Pras : Referensi? Ge mendekati pan?

    ReplyDelete
  5. Tenan mbak? Oke, bagian ke 2 tak posting ah! Hehehehe *senyum iblis
    Yang kedua makin huuuooootttt

    ReplyDelete
  6. Di paragraf pertama dan beberapa kalimat selanjutnya terlalu banyak serangan "ku", yang sebenarnya kalau dihilangkan pun gak ada pengaruhnya. Ex : Kulangkahkan kakiku - bisa diefisienkan lagi jadi - kulangkahkan kaki. Sedikit share ilmu, maaf, moga berkenan. ^^

    ReplyDelete
  7. Muh. Agus. : Benar juga. Hehehehe... makasih masukannya. Seneng, nih dikasih ilmunya. Jangan kapok buat ngasih aku kritik dan sarannya, ya

    ReplyDelete

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos