Saturday, August 6, 2016

[Review] TENTANG WAKTU – Tyas Effendi



Peerbit : Gagasmedia
Genre : Historical-Fiction, Romance, Fiksi
Kategori : Time Traveler Series, Young Adult
Terbit : 2015
Tebal : viii + 268 hlm
ISBN : 979 – 780 – 790 – 8
Harga : Rp. 50.000
Granada, mahasiswa yang bekerja sambilan sebagai seorang illustrator. Dia mengidap buta warna penuh, dan dia mendapat tantangan untuk menggambarkan kisah Perang Bosnia – Herzegovina tahun 1992 yang ditulis oleh Pak Harswenda yang dulu pernah menjadi relawan Indonesia yang dikirim ke Bosnia.
Nada agak kesulitan untuk menggambarkan suasana perangnya, juga bentuk dari vas bunga yang terbuat dari mortir peninggalan perang. Karena itu, Nada menemui sang penulis buku. Pak Hars meminjami Nada vas bunga tersebut. Dan ternyata, vas bunga itu membawa Nada ke dimensi lain di masa Sarajevo tahun 1993.
“Jangan bertindak terlalu cepat, Nada. Pikirkan semuanya baik-baik sebab perjalanan yang akan kamu lakukan setiap kali selesai memutar diagramnya itu bukan perjalanan biasa.” – Pak Harswenda – hlm. 177
  
Kepergiannya membawa Nada bertemu Reksa dan Lella, seorang keturunan Indonesia-Bosnia yang terjebak di dalam suasana perang itu. Merekalah yang menolong Nada, termasuk dalam pencarian Pak Harswenda untuk menemukan vas bunga mortir yang akan membawa Nada kembali ke dimensinya.
“Mas, sewaktu Mas melewatkan begitu saja seseorang yang selama ini sudah Mas cari-cari, apa yang kemudian akan Mas lakukan? Dan, Mas tahu kalau Mas nggak akan bisa ketemu lagi dengannya. Dunia ini terlalu luas untuk pertemuan kedua kalinya.” – Nada
“Berdoa saja. Aku tahu dunia ini luas, tapi skenario Tuhan bisa membuatnya terasa sempit.” – Dhamar – hlm. 189

Pencarian tersebut bukanlah hal mudah, apalagi untuk Reksa yang turun langsung di tengah perang mencari keberaan orang yang sebenarnya dia benci, Pak Harswenda. Apalagi, keadaan Reksa semakin lama semakin sulit. Kondisi ibunya yang semakin parah, dan Lella yang menjadi korban pemerkosaan.
Mampukah Nada bertemu Pak Harsewenda dan kembali ke dimensinya? Jika memang dia berhasil, relakah Nada berpisah dari Reksa, dan tegakah dia meninggalkan Lella dan ibu Reksa yang sudah dekat dengan dirinya?
“Nada, dengarkan baik-baik. Semua yang ada di kehidupan ini berada di garis binary mindset manusia. Apapun yang ada di dunia ini pasti memiliki kebalikannya. Ada,masa lalu, ada masa sekarang. Ada kenyataan, ada khayalan. Ada pertemuan, ada perpisahan. Dan, kehidupan yang saya jalani sekarang bukan masa tempat saya harus berada.” – Reksa – hlm. 259

Tentang Waktu, novel yang membawa kita ke suasana Perang Bosnia – Herzegovina tahun 1993 yang cukup mencekam. Suara tembakan, bahkan ledakan menjadi latar dari kisah novel ini. 
Tidak hanya tentang setting tempat dan waktu yang istimewa di dalam ceritanya, namun juga kekurangan tokoh utamanya – Nada – yang mengidap achromatopsia atau buta warna sepenuhnya. Dia seorang illustrator. Tapi hebatnya, kekurangan dia bukanlah sebuah halangan untuk terus berkarya. Penggambaran sebagai seorang achromatopsia sangat berhasil diceritakan penulis. Bagian ini, seperti memberiku pengalaman menjadi seorang buta warna.
Pertama kali  kisah ini dimulai, saat Nada kehilangan kekasihnya, Arsa. Namun, rasa kehilangan itu kurang berhasil ditransfer kepadaku. Dan, kisah singkat Nada dan Arsa juga kurang diperdalam.
Mungkin, fokus penulis memang pada bagaimana cara Nada bisa melakukan perjalanan antar waktu, perang Bosnia, dan kisahnya dengan Reksa. Kalau begitu, mending nggak usah menuliskan kisah Arsa dan Nada. Biarlah kisah dimulai dengan pertemuan Nada dengan Pak Harswenda.
Novel ini diceritakan dengan POV orang ketiga. Rasanya, aku ingin mendengar kisah tentang ayah Nada dan Pak Harsewenda saat membuat mesin waktu itu, termasuk alasan apa yang membuat ayah Nada begitu semangat membuat alat tersebut. Memang, alasannya sudah sedikit dijawab. Namun, aku sangat ingin mendengar lebih. Sayang, Pak Hars cepat sekali pergi. Aku masih ingin merasakan peran Pak Hars lebih banyak sebenarnya.
Kisah perangnya pun kurang kental. Chemistry antara Reksa dan Nada pun kurang bisa dibangun dengan baik. Sebenarnya, aku merasa Reksa tidak jatuh cinta pada Nada. Reksa seperti sekedar menghargai perasaan Nada pada dirinya. Benar atau salah, itulah yang aku tangkap.
Namun, aku cukup bisa menerima penyelesaian dari novel ini. Bahkan, aku cukup terkejut dengan kemunculan Lella dimasa kini, juga beberapa kejutan lainnya.
Untuk endingnya, lumayan bagus. Aku senang penulis tidak membuat Nada terkesan egois. Untuk ratingnya, 2,5 dari 5 bintang.

No comments:

Post a Comment

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos