Penulis : Netty Virgiantini
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : November 2013
Tebal : 224 halaman
ISBN : 978-602-03-0017-7
Harga : Rp. 45.000
Niwa, perempuan pemilik
“Niwatasari Modistre” harus mengalami karma akibat kesalahannya sepuluh tahun
yang lalu. Bermula dari perkenalannya dengan seorang siswa SMK
bernama Yamadipati, mereka merajut cinta
yang makin lama terasa sempurna. Sayangnya, saat Niwa ditinggal Yama ke Jakarta
untuk mengikuti pelatihan, Niwa tak mampu menjaga hatinya. Seorang mahasiswa PPL
di sekolahnya yang bernama Arvin membuat Niwa membutakan hati nuraninya dan
memilih mendua dari Yama.
Hasilnya, selama sepuluh
tahun Niwa dihantui bayangan tatapan terluka Yama saat memergokinya selingkuh
darinya, membuat dia menanggung rasa bersalah yang tak kunjung hilang. Sebagai
pelampiasan, Niwa sering kali bergonta ganti pacar untuk menghilangkan
perasaannya pada Yama. Ya, Niwa sadar, dia masih sangat mencintai pria itu
sampai sekarang.
Dan suatu hari, pria itu
muncul di depan matanya, menyerahi tugas membuatkan kebaya pengantin untuk
calon istrinya. Kebimbangan muncul di hati Niwa. Sempat dia ragu untuk
menyetujui permintaan itu karena dia belum bisa terima akhirnya Yama menikah dengan
wanita lain. Niwa mengalami siksaan batin tak terkira. Namun, Niwa menerima
tugas itu, dia menganggap apa yang terjadi padanya saat ini sebagai hukuman
dari masa lalunya.
“Mengapa setiap mendengar suara
lembut calon istri Yama hatiku terasa sakit? Padahal kelihatannya dia perempuan
yang baik. Dia tidak memarahi atau memaki-maki. Tapi mengapa efeknya jadi
menyedihkan seperti ini?” – Niwa – Hlm. 180
Yamaniwa adalah salah
satu finalis lomba novel Amore terbitan Gramedia. Bersampul orange
bergambar seorang penjahit wanita yang menyulam gambar hati, tampak manis dan
langsung menyiratkan salah satu keunikannya, latar belakang pekerjaan salah
satu tokohnya.
Dengan prolog yang
membuat penasaran, penulis berhasil menarik minat pembaca untuk membuka bab
berikutnya yang ternyata tak kalah punya daya tarik karena gaya bahasa dan cara
bernarasi penulisnya yang khas sekali cara bertutur masyarakat Semarang, latar
tempat dalam novel ini. Inilah yang membuat novel Yamaniwa terasa segar dan
berbeda.
Belakangan ini, banyak
bermunculan novel dengan rasa metropolis yang kental. Bahasa yang digunakan
adalah bahasa gaul seperti gue elo
atau kamu aku yang yang diucapkan dengan nada bicara masyarakat kota besar
seperti Jakarta. Namun, Yamaniwa punya gaya bahasa yang berbeda. Gaya bahasa
inilah yang kadang membuat saya tertawa, karena saya orang jawa yang sering
bertemu istilah-istilah seperti ‘ngekek
dalam bahasa Indonesianya tertawa terbahak’, ‘pasrah bongkokan atau bahasa Indonesianya terima jadi’, ‘Jos gandos atau bagus sekali’, ‘sak karepmu atau terserah kamu saja’, dan
masih banyak lagi istilah-istilah seperti itu. Sayangnya, istilah-istilah di atas
tidak dilengkapi footnote. Padahal,
tidak semua pembaca tahu arti istilah-istilah tersebut.
Yamaniwa mempunyai alur
cerita cepat yang dimulai dengan prolog pertemuan kembali Niwa dengan Yama. Bab
berikutnya bercerita dengan setting waktu mundur saat Yama dan Niwa masih SMK,
lalu dilanjut dengan setting maju sampai dengan ending.
Ada tiga hal yang membuat
saya menghitung waktu. Pertama, masalah pemakaian ponsel saat Niwa SMK. Yang
menjadi pertanyaan, jika sekarang tahun 2013, sesuai tahun terbit novel ini, dan
dikatakan kejadian perselingkuhan terjadi sepuluh tahun lalu, maka
perselingkuhan itu terjadi tahun 2003. Maka, satu tahun yang lalu saat Niwa
bertemu dengan Yama pertama kali adalah tahun 2002, dan saat itulah ada adegan
Niwa menelfon Era dengan ponselnya di halaman 11.
Mengingat masa itu,
bukannya ponsel belum seumum sekarang? Rasanya agak aneh siswa SMK dari
keluarga biasa-biasa saja seperti Niwa dan Era sudah pegang ponsel sendiri. Sepengetahuan
saya, untuk daerah Madiun, Ngawi, Magetan yang standar kotanya hampir sama
dengan Semarang, ponsel di jaman tersebut masih terasa sangat mewah, hanya
orang-orang tertentu yang memilikinya
Yang kedua, masalah
Citraland. Saya meragukan tahun 2002 tempat pembelanjaan ini sudah berdiri. Dan
saat saya cek di google, ternyata Citraland sudah berdiri sejak tahun 1993.
Satu lagi, penggunaan
kata ‘Lebay’ yang saya temukan di
halaman 12. Setelah menanyakan pada beberapa orang, kata ini juga masih asing di tahun 2002.
Tema yang dipilih,
tentang perselingkuhan memang tak lagi baru. Namun, cara pengemasan cerita tetap
terasa segar karena konfliknya berhasil dibangun sangat hidup dengan cara
penyelesaian yang menarik. Disinilah bagian yang menunjukkan mutu penulis, dan
saya tak segan-segan memberikan jempol dua untuknya.
Karakter-karakter
tokohnyapun berhasil menempati fungsinya masing-masing. Tampak hidup dan
membawa cirinya sendiri-sendiri. Mereka terasa konsisten sampai akhir. Dan aku
sangat suka dengan karakter Yama yang terlihat tenang, sabar juga punya
pembawaan mengayomi terhadap wanita.
Untuk karakter Niwa dapat
dilihat dari cara dia menghadapi masalahnya. Buat saya, Niwa wanita yang kuat. Saya
juga tidak menganggap Niwa wanita tidak setia. Jika Niwa memang wanita yang
gampangan, dia dengan mudah melupakan cintanya untuk Yama dan tak lagi ambil
pusing dengan kesalahan di masa lalunya.
Untuk saya pribadi, novel
Yamaniwa mengajarkan banyak hal, tidak hanya tentang pentingnya saling setia,
tapi juga bagaimana cara menghadapi sebuah rasa bersalah yang menggelayuti
hati. Yamaniwa juga memberitahu saya, sebuah kesalahan sebesar apapun tetap harus
mendapat kesempatan kedua, karena dia yang bersalah mungkin saja benar-benar
menyesalinya. Mungkin saja kesalahan itu membuat dia berubah lebih baik. Seperti
Agas yang menghianati Era. Setelah melakukan kesalahan itu, Agas berubah
menjadi pria yang menyadari kesalahannya dan dia berubah menjadi pria yang
lebih baik untuk istri dan anak-anaknya.
Juga pada Niwa, setelah
menghianati Yama, akhirnya dia sadar, cintanya hanya untuk Yama. Dan Niwa
menjadi wanita yang selamanya yakin, Yama adalah satu-satunya penghuni hatinya.
“...hukuman terberat dari orang yang menyakiti perasaan orang lain, apalagi menyakiti orang
yang sangat dicintai, justru datang dari diri sendiri.” – Niwa – Hlm. 187
Ending dari novel ini
membuat saya gemes. Rasanya ingin sekali tahu setelah Yama berkata, “Niwa…” apa
yang selanjutnya terjadi? Tapi, tenang saja. Novel ini diakhiri tanpa rasa
menggantung sedikitpun. Semua tuntas diceritakan tanpa ada lagi yang
disembunyikan.
Kado Manis dari sang Penulis, spesial bercap jempol dan cap tiga jari |
Akhirnya, saya
mempersembahkan 3,7 dari 5 bintang untuk Yamaniwa, novel dengan ciri khas yang
mungkin tak bisa anda temukan di novel lainnya. Novel ini saya rekomendasikan
bukan hanya untuk pembaca dewasa, namun juga para remaja agar bisa belajar
banyak dari kisah Yama dan Niwa, belajar untuk menjadi pasangan yang setia.
No comments:
Post a Comment