Penulis : Raditya Dika
Penerbit : Gagasmedia
Halaman : viii + 254 hlm
Tahun Terbit : 2011
Harga : Rp. 42.000
ISBN : 979-780-531-x
Sebuah kehidupan selalu
punya tawa dan tangis, senyum dan sendu, semangat dan galau. Dan, buku Manusia
Setengah Salmon yang berisi 16 tulisan Raditya Dika merangkum semua itu untuk
kita.
Dimulai dari kisah
Raditya dan ayahnya dalam cerpen Ledakan Paling Merdu.
Ledakan Paling Merdu, aku
pikir akan menceritakan tentang kejutan yang mengerikan namun manis. Ternyata
benar, memang tentang ledakan, ledakan kentut maksudnya.
Ayah Raditya punya
kebiasaan senam kentut di pagi hari. Gerakannya aneh banget dan nggak
senoh-noh. Tapi, bikin ngakak. Sekalipun ceritanya berasa nggak serius, namun
ada rasa yang disampaikan dengan hati juga.
“…Lucu juga, gimana kita sebenarnya
tinggal di satu rumah, tetapi masih jarang bertemu.” Hlm. 13
Sepotong Hati Di Dalam
Kardus Coklat. Celetukan Raditya tentang kisahnya putus cinta sekaligus harus
pindah rumah. Dia mengaitkan dua kejadian tersebut pada masalah perpindahan
hati. Cara bercerita yang cerdik. Lagi-lagi aku dibuat senam perut sekaligus
dapat ilmu.
“Ada perasaan yang sama antara sehabis putus
dengan pindah rumah. Keduanya sama-sama harus meninggalkan sesuatu yang akrab
dengan kita. Keduanya sama-sama memaksa kita untuk mengingat-ingat kenangan
yang ada sebelumnya, disadari atau tidak. Dipaksa atau tidak.” Hlm. 35
Dalam Cerpen Bakar Saja
Keteknya, Raditya menyadarkanku tentang berani jujur, mengatakan yang
sebenarnya sekalipun kenyataan itu terlalu sulit diungkapkan karena takut
menyakiti. Namun, dalam praktiknya, ilmu Raditya mempan sama sopirnya yang bau
ketek. Dan karena kejujurannya, akhirnya tak ada lagi yang dirugikan. Sopirnya
nggak perlu dipecat gara-gara bau badan, dan Raditya berhasil menyelamatkan
paru-parunya dari racun mematikan dari Sugiman, sopirnya.
Juga tentang kisah
Raditya dan ibunya. Sejujurnya, aku mengalami apa yang dirasakan Raditya. Ibu
yang protektif berlebihan memang kadang terasa mengganggu. Namun, sama dengan
Raditya saat mendengar kisah hidup Perek (nama
orang, dan tidak berkonotasi negatif) yang mengaku tak punya ibu, aku sadar
kalau betapa beruntungnya punya ibu.
“Kita nggak mungkin selamanya bisa
ketemu dengan orang tua. Kemungkinan paling besar adalah orang tua kita bakalan
lebih dulu pergi dari kita… Dan kalau hal itu terjadi, sangat tidak mungkin buat
kita untuk mendengarkan suara menyebalkan mereka kembali.” Hlm. 133.
Lagi, sekalipun dalam paparan
ala Raditya yang lebih terkesan becandaan, namun fakta yang diceritakannya
lewat cerpen berjudul Jomblonology berasa benar sekali. Sangat benar, dan nggak
ada yang meleset.
Dan akhirnya Manusia
Setengah Salmon di tutup dengan cerpen yang berjudul sama. Kali ini Raditya
membawa pembaca pada rasa galau tentang perpindahan. Pindah dari rahim ibu ke
dunia, pindah rumah, pindah hati, bahkan pindah status, dan keadaan.
Disini apa yang dia
ucapkan aku rasakan juga. Aku yang masih sendiri merasa aneh melihat
teman-teman dari SD sampai teman kuliah sudah terlihat ibu-ibu dan bapak-bapak
yang sebenarnya sepantaran denganku. Mereka terlihat jauh berbeda denganku yang
masih nggak berubah, dengan penampilan ala umur 20an, padahal udah 20
plus-plus. Pemikirannya juga berbeda sekali denganku. Aku masih asik main-main.
Mereka sepenuhnya hidup untuk anak dan keluarganya sekarang. Wao!!!
Bagian berjudul Penggalaun
yang dibikin Raditya juga nyentil banget. Contohnya :
“Jatuh cinta itu musuh akan sehat.” Hlm. 205 à Benar sekali, saudara-saudara.
“Hampa itu seperti langkah tak
berjejak, senja tapi tak jingga, cinta tapi tak dianggap.” Hlm. 205 à Seratus, brow!
Namun, ada juga tulisan
dia yang absurd banget. Kayak Interview With The Hantus, Emo..Emo…Emo...Emotikon!,
dan lainnya. Ini lebih buat hiburan saja kali, ya?
Raditya juga
memperlihatkan seberapa dekat dia dengan followersnya. Dari masukin beberapa
mention followersnya yang dijawab asal sama dia. Juga saat dia sakit gigi dan
tanya ke followersnya, tanya dimana dokter gigi yang buka saat lebaran.
Sekalipun jawaban para followers itu nyeleneh abis.
Oh, ya masalah pakai
behel itu seperti menyuarakan penderitaanku saat pakai behel. Hohohoho…tapi,
masih ngerian dia. Aku, syukurlah nggak sampai sariawan seperti dia. Dan saat
cabut gigi, nggak sampai merana kayak dia, walaupun sebenarnya cenut-cenut
juga.
Intinya, buku ini nggak
cuma ditulis buat ngakak aja, tapi ada pesan yang coba disampaikan. Dan dia
berhasil menyampaikannya dengan guyonan keren khas Raditya Dika. Nggak heran
dia bisa terkenal gitu. Hebat…hebat!!!
Ratingnya 3,2 dari 5 bintang.
No comments:
Post a Comment