Penulis : Christian Simamora
Penerbit : Gagasmedia
Genre : Romance
Kategori : Adult, Fashion, Friendzone
Terbit : 2013 (Ketiga belas)
Tebal : x + 430 hlm
ISBN : 979 – 780 – 689 – 8
Harga : Rp. 65.000
“Gimana kalo… dia mencintainya hari
ini saja dan besok semuanya itu berubah? Gimana kalo dia nggak bisa mencintai
Dimas sebesar cinta cowok itu padanya?” – hlm. 64
Itulah yang dirasakan Emi
setelah mendengar lamaran kekasihnya, Dimas. Emi tak terlalu suka dengan sebuah
komitmen seperti pernikahan. Dia memegang prinsip hidup bebas, termasuk masalah
seks. Dan, bersama Dimas, prinsip itu sedikit mengendur dan mulai tergantikan
dengan hidup monogami, alias menjalin hubungan hanya dengan satu saja kekasih.
Tidak hanya itu yang
membuat Emi tak pernah mantap untuk menjawab ‘ya’ untuk lamaran itu. Ada Jo,
sahabat kecilnya yang sampai saat ini masih berada di sisinya. Entah kenapa,
Emi mempunya perasaan tertentu dan gelenyar yang mengganggu di tubuhnya saat
melihat Jo dalam keadaan tertentu. Harusnya, semua itu tidak pernah terjadi
karena Jo itu sahabatnya.
“Punya sahabat itu penting, tapi kamu
juga harus bisa menjaga jarak sesehat mungkin biar Emi nggak mikir macam-macam.” – Trina – hlm. 102
Jo sendiri sebenarnya punya
kekasih. Namun, hubungan Jo dan Emi yang terlalu dekat membuat sang kekasih
cemburu. Mereka sering kali bertengkar karena Jo selalu memprioritaskan Emi di
atas segalanya.
“Aku bukan cewek yang posesif,
ngelarang-larang cowoknya bersahabat dengan cewek lain, tapi jujur, Jo,
kedekatan kamu sama Emi kadang – bukan, SERING – bikin aku ngerasa kayak ban
serep buat hidup kamu.” – Trina – hlm. 85
Jo tahu dengan pasti, dia
memang mempunyai perasaan khusus itu untuk Emi. Sayangnya, persahabatan itulah
yang membuat cinta itu tampak sangat mustahil bagi mereka.
“Crush ato
nggak, lo tetep harus milih, Ems. Nggak ada tuh istilahnya, badan lo milik
Dimas, tapi hati lo milik Jo. Lo nggak dikawin paksa, Ems. Jadi, putuskan
benar-benar sebelum lo nyesel entarannya.” – Ajeng – hlm. 164
Pillow Talk, novel yang temanya adalah friendzone.
Aku, sih nggak masalah
sama tema cerita yang udah biasa dan umum banget kayak begini. Yang
penting alurnya oke, ceritanya asyik,
punya tokoh yang karakternya nendang, juga eksekusi penyelesaian yang bikin
angkat jempol kaki (Jempol tangan masih kurang). Dan…. Aku nggak mendapatkan
satupun itu di novel ini.
Sejak bab pertama, nafsu
membaca aku, tuh kayak orang nggak doyan makan. Perlahan mengenal tokoh-tokohnya,
aku merasa mereka itu kurang jadi something.
Konfliknya begitu-begitu saja, nggak ngreget dan bikin boring parah.
Biasanya, tokoh cowok
buatan Bang Simamora itu selalu bisa bikin panas dingin. Tapi, Jo ini terlalu
kalem, lempeng pula. Sebenarnya, dari ciri-ciri fisiknya sih oke. Tapi, sikap
dia yang lebih suka memendam perasaannya pada Emi dan lebih memilih mencari rebound bikin aku sebel.
Jo kurang gentle. Aku paling malas ketemu cowok
yang nggak mau menerima konsekuensi dari apa yang sangat dia inginkan, yang
harusnya dia perjuangkan habis-habisan. Karena nggak ada salahnya kalau Jo
memang mau berusaha meraih Emi. Emi kan bukan benar-benar saudara sedarah dia.
Meskipun dia menganggapnya begitu, tetap aja itu beda.
Emi juga. Aku bosan sama
hubungan dia dan Dimas. Aku nggak menemukan sesuatu yang bisa membuat Emi harus
kembali menerima Dimas. Cowok kayak Dimas, apalagi keluarganya itu nggak bakal
menjanjikan hidup tenang dan nyaman. Dan, untuk takaran seorang Emi, harusnya
dia memilih membuang Dimas ke tong sampah, dan cari yang baru.
Di novel ini Emi
diciptakan sebagai cewek yang nggak keberatan untuk hubungan satu malam sama
orang asing sekalipun. Bisa dinilai, Emi ini tipe cewek bebas yang kebablasan.
Cuma, aku nggak mendapatkan itu dari dia. Emi masih tampak kalem.
Hubungan cinta Emi dan Jo
benar-benar kurang dieksplor. Sumprit, deh, boring
akut banget. Rasanya pengin baca kilat aja. Atau baca ending-nya aja gitu
saking nggak betahnya.
Hah, padahal ini cover barunya
udah seksi banget.
Rating untuk novel ini 1
dari 5 bintang.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete