Sunday, August 2, 2015

Resensi – PILLOW TALK “Haruskah aku menjadi sahabatmu – saja?”

Penulis : Christian Simamora
Penerbit : Gagasmedia
Genre : Romance
Kategori : Adult, Fashion, Friendzone
Terbit : 2013 (Ketiga belas)
Tebal : x + 430 hlm
ISBN : 979 – 780 – 689 – 8
Harga : Rp. 65.000
“Gimana kalo… dia mencintainya hari ini saja dan besok semuanya itu berubah? Gimana kalo dia nggak bisa mencintai Dimas sebesar cinta cowok itu padanya?” – hlm. 64

Itulah yang dirasakan Emi setelah mendengar lamaran kekasihnya, Dimas. Emi tak terlalu suka dengan sebuah komitmen seperti pernikahan. Dia memegang prinsip hidup bebas, termasuk masalah seks. Dan, bersama Dimas, prinsip itu sedikit mengendur dan mulai tergantikan dengan hidup monogami, alias menjalin hubungan hanya dengan satu saja kekasih.
Tidak hanya itu yang membuat Emi tak pernah mantap untuk menjawab ‘ya’ untuk lamaran itu. Ada Jo, sahabat kecilnya yang sampai saat ini masih berada di sisinya. Entah kenapa, Emi mempunya perasaan tertentu dan gelenyar yang mengganggu di tubuhnya saat melihat Jo dalam keadaan tertentu. Harusnya, semua itu tidak pernah terjadi karena Jo itu sahabatnya.
“Punya sahabat itu penting, tapi kamu juga harus bisa menjaga jarak sesehat mungkin biar Emi nggak mikir macam-macam.” – Trina – hlm. 102

Jo sendiri sebenarnya punya kekasih. Namun, hubungan Jo dan Emi yang terlalu dekat membuat sang kekasih cemburu. Mereka sering kali bertengkar karena Jo selalu memprioritaskan Emi di atas segalanya.
“Aku bukan cewek yang posesif, ngelarang-larang cowoknya bersahabat dengan cewek lain, tapi jujur, Jo, kedekatan kamu sama Emi kadang – bukan, SERING – bikin aku ngerasa kayak ban serep buat hidup kamu.” – Trina – hlm. 85

Jo tahu dengan pasti, dia memang mempunyai perasaan khusus itu untuk Emi. Sayangnya, persahabatan itulah yang membuat cinta itu tampak sangat mustahil bagi mereka.
 “Crush ato nggak, lo tetep harus milih, Ems. Nggak ada tuh istilahnya, badan lo milik Dimas, tapi hati lo milik Jo. Lo nggak dikawin paksa, Ems. Jadi, putuskan benar-benar sebelum lo nyesel entarannya.” – Ajeng – hlm. 164

Pillow Talk, novel yang temanya adalah friendzone.
Aku, sih nggak masalah sama tema cerita yang udah biasa dan umum banget kayak begini. Yang penting  alurnya oke, ceritanya asyik, punya tokoh yang karakternya nendang, juga eksekusi penyelesaian yang bikin angkat jempol kaki (Jempol tangan masih kurang). Dan…. Aku nggak mendapatkan satupun itu di novel ini.
Sejak bab pertama, nafsu membaca aku, tuh kayak orang nggak doyan makan. Perlahan mengenal tokoh-tokohnya, aku merasa mereka itu kurang jadi something. Konfliknya begitu-begitu saja, nggak ngreget dan bikin boring parah.
Biasanya, tokoh cowok buatan Bang Simamora itu selalu bisa bikin panas dingin. Tapi, Jo ini terlalu kalem, lempeng pula. Sebenarnya, dari ciri-ciri fisiknya sih oke. Tapi, sikap dia yang lebih suka memendam perasaannya pada Emi dan lebih memilih mencari rebound bikin aku sebel.
Jo kurang gentle. Aku paling malas ketemu cowok yang nggak mau menerima konsekuensi dari apa yang sangat dia inginkan, yang harusnya dia perjuangkan habis-habisan. Karena nggak ada salahnya kalau Jo memang mau berusaha meraih Emi. Emi kan bukan benar-benar saudara sedarah dia. Meskipun dia menganggapnya begitu, tetap aja itu beda.
Emi juga. Aku bosan sama hubungan dia dan Dimas. Aku nggak menemukan sesuatu yang bisa membuat Emi harus kembali menerima Dimas. Cowok kayak Dimas, apalagi keluarganya itu nggak bakal menjanjikan hidup tenang dan nyaman. Dan, untuk takaran seorang Emi, harusnya dia memilih membuang Dimas ke tong sampah, dan cari yang baru.
Di novel ini Emi diciptakan sebagai cewek yang nggak keberatan untuk hubungan satu malam sama orang asing sekalipun. Bisa dinilai, Emi ini tipe cewek bebas yang kebablasan. Cuma, aku nggak mendapatkan itu dari dia. Emi masih tampak kalem.
Hubungan cinta Emi dan Jo benar-benar kurang dieksplor. Sumprit, deh, boring akut banget. Rasanya pengin baca kilat aja. Atau baca ending-nya aja gitu saking nggak betahnya.
Hah, padahal ini cover barunya udah seksi banget.
Rating untuk novel ini 1 dari 5 bintang.

1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos