Liburan lebaran pada
ngumpul, nih. Kayaknya rugi banget kalau nggak dimanfaatkan dengan sebaik
mungkin. Jadi, kita memilih salah satu destinasi – dari beberapa destinasi yang
sudah direncanakan sejak entah kapan itu.
Trenggalek, Jawa Timur,
kita memilihnya untuk liburan kali ini. Trenggalek yang berbatasan dengan
Tulungagung, Ponorogo dan Pacitan ini punya cukup banyak tempat wisata. Yang
paling jadul sih Pantai Prigi. Tapi, yang lagi nge-hit itu Mangrove di
Kecamatan Watulimo.
Karena motto kita adalah
mengeksplor apa yang belum banyak dikenal orang, dan mampir kalau ada waktu di
tempat yang udah terkenal tapi belum pernah ke sana – Jadi, kita memilih Pantai
Pelang sebagai sasaran utama.
Pelang letaknya di
perbatasan Pacitan-Trenggalek. Jadi, kalau dari Ngawi cukup jauh juga.
Rencananya, mau lewat Pacitan aja. Ternyata driver-nya kali ini oke banget. GPS
nya pakai ilmu kebatinan kali, ya? Bermodal Innova tahun 2010 (kayaknya), kita
melalui jalan makadam, masuk ke desa-desa pinggiran antara Ponorogo-Trenggalek,
melewati hutan pinus, dan sawah, trus tiba-tiba aja gitu udah masuk Trenggalek.
Jangan tanya rute, aku nggak hafal.
Dari Ponorogo –
Trenggalek, kita cuma sesekali doang menikmati Jalan halus. Lainnya, berbatu,
rusak menanjak, menikung, dan menurun. Kalau pakai hartop si aku slow aja. Ini
mobil zemox yang dirancang untuk jalanan yang halus, mulus, atau paling nggak
tak sek-esktim ini, lah.
Hampir memasuki Pelang,
kita disambut jalan halus. Plang petunjuk Pantai Pelang juga sudah dibuat
sangat jelas di pertigaan menuju ke wisata pantai.
Sampai di sana, nggak
terlalu banyak juga pengunjungnya. Oh iya, tiket masuk ke sini Rp. 8.000 per
orang. Di sini sudah ada warung makan, mushola dan kamar mandi umum. Jadi,
aman.
Di Pelang, ada dua tempat
wisata yang bisa kita nikmati. Ada air terjun yang perlu berjalan -/+ 300-an
meter. Air terjunnya cukup bagus, airnya seger dan jernih, bebatuannya nggak
licin tapi harus tetap hati-hati. Sayang, sampai di sana pengunjungnya cukup
banyak. Beberapa malah asyik mandi dan main air. Jadi susah banget ngambil foto
yang bagus. Duh, andaikan bisa datang lebih pagi mungkin masih bisa
menikmatinya sendiri.
Puas di air terjunnya,
kita ke Pantai. Di sini nggak terlalu banyak pengunjungnya. Dan, yang mantap
banget adalah, spot incaran nggak ada orang. Nikmat benar, dah! Sayangnya,
tulisan peringatan untuk tidak mandi di pantai ditulis besar-besar di atas batu
yang akan lebih indah jika tulisan itu nggak ditorehkan di sana. Kenapa nggak
pakai papan aja, sih? Merusak!
Pasirnya memang nggak
putih ala Pantai Pacitan, tapi pantainya masih bersih banget. Cukup alami meski
sudah mulai dikenal, tapi nggak terlalu terkenal.
Setelah selesai di
Pelang, kita lanjutkan perjalanan. Eh, tapi ke mana Pak Sopir? Duh, di telepon
nggak nyambung pula. IM3 di sini tak ada jaringan. Telkomsel oke, cuma nomor
Pak Supir yang pakai AS tetap tak bisa dihubungin. Kenapa pakai petak umpet
segala, coba!
Hampir setengah jam
pencarian di mulai. Ternyata dia ada di daerah air terjun. Nyari batu akik kali
ya. Soalnya di sana ada juga yang jualan batu akik.
Pantai yang kedua ini
jalannya 3 kali lebih ekstrim dari pada jalan saat berangkat menuju Pantai
Pelang dari Ponorogo – Trenggalek. Jalannya cuma cukup dilewati satu mobil.
Nggak cuma rusak, menanjak, turun, dan menikung, juga agak berbatu. Beberapa
kali terdengar suara bagian bawah mobil beradu dengan tanah. Rasanya, perutku
mules mikirin jalan, kasian sama driver-nya
dan kasihan juga sama mobilnya. Itu mobil pasti nangis meratung-raung dan
memar-memar kalau dia itu diibartakan makhluk hidup.
Menuju ke sini nggak ada
plang sama sekali. Kita juga harus turun melewati bawah sungai karena
jembatannya rusak. Harus rajin tanya. Untung orang Trenggalek baik dan ramah
semua. Karena bantuan mereka, Pantai Ngulungwetan ditemukan. Pantai ini kayak
pantai pribadi. Sepi, nggak ada pengunjungnya. Cuma ada satu mobil yang
ternyata dari Sumatra. Mereka ternyata penduduk sini yang lagi mudik.
Kaki udah nggak sabar
buat ke Pantai. Dan, walah… ombak yang cukup tenang dengan udara panas yang nggak
terasa karena sejuknya angin laut, membuat kita makin semangat menjelajahinya.
Di pantai ini, kalau kita
jalan ke kanan, kita akan ketemu sungai yang menghubungkan dengan persawahan, dan
sungai yang airnya cukup jernih. Ada beberapa orang yang mandi di sana, mereka
orang-orang Sumatra yang mudik itu. Ada kebo juga, mereka juga asyik mandi.
Di pantai ini damai
banget, dah! Bersih pula. Kalau ke sini sore-sore sambil bakar ikan enak kali,
ya? Tapi, nggak ada ikan. Cuma kita dapat kelapa muda langsung dipetikin dari
pohonnya. Ada bapak-bapak yang lagi gembala kebo. Mereka mau dibayar dua puluh
ribu untuk delapan kelapa.
Duduk nyantai di samping
mobil setelah eksplor sungai yang dekat di persawahan, sambil minum kelapa muda
itu romantis, sayang cuma kurang satu… *mode nyengir*
Di tengah sungai tadi
sebenarnya ada tanah agak bidang yang di atasnya dihiasi rumput hijau seger.
Pengin ke sana, tapi perlu perjuangan, sih. Soalnya kalau lewat air, ya pasti
basah. Trus mandi di mana? Di sini jauh dari pemukiman. Nggak ada toilet,
apalagi listrik. Jadi, dari pada bingung mandi di mana, nggak usah
basah-basahan aja dah!
Lanjut lagi ke destinasi
berikutnya. Mangrove, nyari yang ijo-ijo. Tapi, aku nggak yakin waktu cukup.
Apalagi mobil harus nge-ban. Untungnya pas di jalan yang datar dan nggak
sempit.
Menuju mangrove,
sepanjang perjalanan kita disuguhi laut, dan nampak beberapa pantai yang
memanggil, tapi kita nggak mampir. Ngejar waktu. Lagi-lagi jalanan yang harus
di lalui juga nggak mulus. Sama persis seperti gambaran di atas tadi. Bisa
dibilang, 85% jalan yang aku lalui rusak berat dan nggak layak dilalui mobil.
Kayaknya, Pemerintah
Trenggalek kurang peduli sama tempat wisatanya, apalagi jalannya. Please,
perbaikin dong! Yang Pacitan aja meskipun jalan sempit, tapi cukup mulus.
Padahal jalan-jalan di sana juga sebelas-dua belas medannya sama Trenggalek.
O’ho… tebakanku benar.
Kita sampai di kota Trenggaleknya jam empat sore. Pas di perempatan pasar –
aduh, nggak tahu itu pasar apa – yang jelas dari perempatan lampu merah kita
belok kiri menuju Kecamatan Watulimo. Kalau mau ke Mangrove masih 35 km. Perlu
waktu sekitar 1,5 jam dan paling-paling sampai sana cuma ketemu gelap doang.
Jadi, kita memutuskan untuk balik arah, pulang aja! Jalan ke Mangrove cukup
mulus. So, kapan-kapan sajalah ke sananya.
Kita memang cuma dua
pantai yang berhasil dieksplor. Masalahnya, waktu habis diperjalanan karena
medannya yang kelewat ganas. Kalau di gunung kidul, jalan yang dilalui nggak
seganas ini. Bisa dibilang, ini yang paling ekstrim selama aku menjelajahi
tempat-tempat wisata yang masih alami.
Tips menjelajahi
Trenggalek di daerah seperti yang aku singgahi ini adalah jangan bawa Avanza,
Terios, Rush, apalagi Jass atau Yaris atau sejenisnya.
Paling enak bawa Hartop, atau
minimal bawa mobil yang bisa diajak off road
kayak Fortuner, Pajero dan sejenisnya, tapi jangan Katana…hahaha…
Bawa motor Matic juga
jangan. Mending bawa Motor trail atau minimal motor-motor Megapro, atau
sejenisnya. Pilih driver yang sudah
jago, ini wajib! Bawa minum yang banyak, karena jarang ada yang jualan. Bahan
bakar harus full karena entah kapan kalian ketemu tukang jualan bensin. Paling
enak memang bawa makanan sendiri.
Musim kemarau begini,
kalau bawa motor, paling enak pakai masker, karena debunya ke mana-mana. Oh,
paling aman juga ke sini pas musim kemarau. Beberapa jalan kalau musim hujan
bakalan lebih susah dilalui.
Jangan takut bertanya,
dari pada kamu nyasar. Karena pengalamanku kemarin, beberapa kali aku nyasar
karena nggak ada petunjuk arah sama sekali. Bermodalah peta, dan browsing semaksimal mungkin sebelum
berangkat. Hafalin daerah-daerah yang pengin dituju. Karena saat bertanya,
beberapa orang nggak akan tahu nama pantai atau tempat wisata yang kamu tuju.
Tapi, kalau ditanya daerahnya kadang mereka lebih tahu.
Oke, itulah kisahku
dibalik eksplor Trenggalek. Aku masih penasaran juga sama beberapa pantainya
sih. Apalagi Tulungaggung yang pantai barunya menjamur tapi medannya nggak
kalah ekstim sama Trenggalek. Pejuangan menuju pantai-pantai Tulungagung juga
kayak naik gunung, katanya mau ke Pantai Banyu Mulok dan Pantai Coro perlu
tenaga besar dua kali lipat dari pada naik ke Gunung Kelud. Nah, lho, aku sih
oke, tapi ada dua yang nggak sanggup.
Dan, ini foto-foto keseruan kita :
1. Air Terjun Pelang
2. Pantai Pelang
3. Pantai Ngulungwetan
Jadi, mau kemana kita
selanjutnya? Tunggu saja nanti! Ups, yang eksplor Gunung Kelud juga belum sempat di posting.
Masih ingat, sih. Mungkin lain kali bakal aku ceritakan buat kalian.
seru banget, mbak.
ReplyDeletelengkap juga ya, wisatanya. dari air terjun sampai pantai
Wih, g cuma lengkap. Tapi juga menegangkan. Wajib dicoba buat traveler yang ngaku petualang... hehehehe
ReplyDelete