Penulis : Prisca Primasari
Penerbit : Grasindo
Genre : Romance
Kategori : Adult, Memory, Kuliner,
Jepang, Family Drama
Terbit : 2013
Tebal : 203 hlm
ISBN : 978 – 602 – 251 – 086 – 4
Harga : Rp. 43.000
“Pendapatku mengenai kenangan manis
selalu berbeda dengan kalian. Kalian ingin selalu mengingat kenangan manis,
sedangkan aku malah ingin melupakannya. Bahkan aku berharap kenangan itu tidak
pernah ada. Dengan begitu, tidak ada yang perlu kutangisi.” – Kari – hlm. 41
Rachel Yumeko River
“Rachel’ atau dalam ejakan Jepang, lebih sering dipanggil Rashieru. Dia adalah
mantan editor di sebuah penerbit besar. Dia dipecat karena sebuah kesalahan
yang menurut Rachel bukanlah masalah besar.
Berhari-hari dia sibuk
mengeluh pada teman-temannya dan memecahkan gelas di apartemennya. Karena
terlalu jenuh dengan keluahannya, teman-teman Rachel menjauh. Dia merasa
dibuang, diabaikan, merasa tak lagi punya teman untuk bicara. Dan, saat itulah
seorang kenalannya merekomendasikan sebuah tempat yang mungkin bisa sedikit
meringankan beban hatinya, Kafe Evergreen.
“Persahabatan itu aneh. Sering kali
kau tidak menyadari betapa kau sangat membutuhkan sahabatmu. Kau baru
menyadarinya ketika mereka melupakanmu. Kau beruntung. Walaupun sahabat-sahabatmu
kini menjauh, paling tidak mereka masih mengingatmu.” – Kari – hlm. 83
Evergreen mengingatkan
Rachel pada rumah. Pemiliknya, Yuya, adalah orang yang memiliki pengalaman
buruk tentang bunuh diri. Saat itu, dia melihat wajah Rachel yang tampak berantakan,
persis orang putus asa dan ingin bunuh diri.
Untuk menyelamatkan
Rachel dari niatnya bunuh diri, Yuya mengajaknya bergabung di Evergreen. Tentu
saja Rachel menolaknya. Pekerjaan menjadi pelayan bukanlah tipikal Rachel.
Namun, Yuya bukan orang yang mudah menyerah. Akhirnya, Rachel menyerah dan
menurut. Padahal, Rachel sama sekali tak tahu apapun tentang dapur.
Di Evergreen Rachel
belajar tentang keluarga, cinta, persahabatan, kehidupan, arti menghargai dan
memaafkan. Dia bertemu dengan orang-orang yang selalu tersenyum dengan tulus
padahal hidup mereka tak secerah senyuman mereka.
“Memaafkan. Sesuatu yang sulit
diberikan. Padahal dengan melakukan itu, berarti kita menyelamatkan hati kita
sendiri. Pernahkah kau mendengar, bahwa ketika kau memaafkan seseorang, kau
membuka lagi pintu rumah yang sebelumnya kau tutup rapat-rapat, yang telah
membuat dirimu terperangkap dan kehabisan napas. Ketika kau memaafkan, kau pun
bisa bernapas lagi. Dan Hidup.” – Ibu Rachel – hlm. 118
Tak hanya Rachel yang
punya masalah dengan hidupnya. Mereka, para anggota Evergreen juga punya
masalah. Mungkin, lebih berat berpuluh-puluh kali dari Rachel. Tapi, mereka
tetap tersenyum.
“Kau jangan terkejut ya Ojosan.
Orang-orang di kedai ini memiliki keselitan yang mungkin tidak dialami orang
lain. Tapi kami selalu berusaha untuk tersenyum. Demi semua yang kami cintai.” – Yuya – hlm. 132
Evergreen, novel kedua Prisca Primasari yang aku baca setelah Paris STPC.
Novel ini seperti novel yang mengajarkan kita tentang arti kenangan, memaafkan,
mengargai, persahabatan, kasih sayang, dan masih banyak lagi hal-hal positif
yang penulis ingin sampaikan. Benar-benar novel yang penuh dengan ajaran moral.
Awal novel ini kurang
bisa menarik nafsu membacaku. Apalagi dengan pilihan font dan ukurannya yang kurang sesuai. Pilihan font-nya membuat mata lelah. Ukurannya juga kurang besar.
Tapi, aku bertemu banyak
sekali teka-teki di novel ini. Mulai dari apa masalah yang membuat Rachel dipecat?
Lalu, siapa Toshi, dan kenapa dia tak lagi bekerja di Evergreen? Kenapa ayah
Toshi dan Fumio pergi? Dan ada beberapa lagi yang akhirnya terpecahkan semua di
akhir cerita.
“Pernahkah kau membayangkan hidup di
dalam lukisan, Aniki? Menyendiri di sana? Hanya ada kau, landmark terkenal, dan
bulir salju atau cerry blossoms?” – Toshi – hlm. 56
Di novel ini, aku merasa
bukan Rachel saja yang menjadi tokoh utama. Ada Fumio yang juga punya bagian
cukup banyak. Dia hadir dengan masalahnya yang lebih buruk dari Rachel, tentang
ayahnya dan adiknya.
Karakter yang paling
menarik menurutku karakter Yuya. Si cowok yang matanya selalu ber-eyeliner hitam ini punya kebiasaan
membaca Ninja Hattori. Dia selalu apa adanya dan kadang bisa sangat lucu. Cara
menyelesaikan masalah juga lebih santai.
Sedangkan Fumio, aku
menangkap karakter kuat dan tabah meskipun pundaknya sudah sangat berat
menanggung beban hidup. Dia selalu bisa tersenyum meskipun hatinya pedih setiap
mengingat Toshi – adiknya – perlahan mulai melupakan kenangannya satu persatu.
“Kau tidak akan kehilangan orang yang
kau sayangi kecuali kau melupakannya. Aku akan berusaha untuk tidak melupakan
semua yang kucintai. Hati seseorang jauh lebih kuat dari otaknya. Penyakit ini
hanya menyerang otakku, bukan hatiku…” – Toshi – hlm. 139
Alur novel ini terasa
sedang-sedang saja. Pilihan diksi juga sudah oke. Tapi, untuk diksi di Bahasa
Jepangnya, aku kurang paham. Ada dua sebuatan untuk ayah di novel ini. Kalau
Rachel memanggil ayahnya dengan Otoosan, sedangkan Fumio dan Toshi memanggil
ayahnya dengan sebutan Oyaji. Adakah perbedaan kasta di panggilan itu? Atau ini
hanya sekedar panggilan, seperti di Indonesia ada yang memanggil bapak, ayah,
atau papa? Begitukah?
Kebersamaan Evergreen
sangat terasa setiap gathering yang
selalu meminta anggotanya bergantian untuk bercerita tentang kenangan mereka.
Dan, kenangan itulah yang kadang membuka hati pembaca untuk belajar tentang
hidup.
Rating novel ini 2,6 dari
5 bintang.
pengin baca buku ini belum kesampaian
ReplyDeleteBooklaza lagi ready nih. Bukunya second'an sih :D
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteMinat sama novel ini? Mampir aja di Instagram Booklaza atau cek updatenya di http://booklazashop.blogspot.com/
ReplyDeleteNovel ini bisa diorder dengan harga 35.000 | Kondisi Second